Sasuke menatap anggota tim hebi satu per satu. “Aku ada misi untuk kalian,”
katanya.
“Apa?” tanya Jugo
dan disambung Shuigetsu, “Misinya?”
“Ini misi penting.
Aku tak ingin mendengar kegagalan,”
“Apa kau meragukan
kemampuan kami?” tanya Shuigetsu tersinggung. Ia merasa diremehkan setelah
sekian lamanya mereka bekerja sama.
“Aku hanya memperingatkan.
Lawan kalian bukanlah shinobi lemah,” Elak Sasuke. Ia memberikan masing-masing anggota
tim hebi gulungan surat. “Bakarlah surat itu setelah kalian membaca dan
memahami intruksinya! Sekarang pergilah!” Tanpa menunggu perintah kedua,
ketiganya menghilang dari ruangan Sasuke. Suasana kembali hening.
Sepeninggal
mereka, seharusnya Sasuke meraih tumpukan kertas yang memenuhi meja kerjanya.
Tapi, nyatanya tidak. Sasuke tak berminat sedikit pun untuk menyentuhnya. Ia
justru asyik, memandang perbukitan Konoha, tempat dimana deretan wajah hokage
dipahat.
“Seharusnya, yang
dipahat di sana kau, Naruto. Bukan aku.” Katanya lirih. Matanya berkabut,
menatap sedih akan nasib sahabatnya, satu-satunya orang yang diperdulikannya di
dunia ini. Penyesalan yang menyesakkan dada kembali memenuhi rongga dadanya.
Sesaknya bahkan melebihi penyesalan telah membunuh kakak yang demikian ia
sayangi dan ia kagumi. Tapi apa lacur? Nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin
menjadi nasi kembali.
‘Aku akan
memperbaiki kesalahan itu, Naruto. Ini janjiku seumur hidup,’ batinnya menetapkan
sebuah janji.
………………..*****…………………….
Di pagi hari yang
cerah, seperti biasanya, apartemen Naruto sudah ribut sekali. Tapi bukan karena
Menma, melainkan karena pertengkaran hebat antara Gaara vs Sasuke.
“Kenapa kau tidur
di sini? Lagi.” kata Gaara dengan suara rendah mengancam, memberi tekanan pada
kata lagi. Ia luar biasa marah pada Sasuke yang dengan seenaknya menyusup masuk
ke dalam apartemen Naruto. Mana ia tidur di sebelah Naruto dan Menma lagi. Itu
membuatnya semakin marah saja. Katakanlah, ia cemburu. Soalnya, ia merasa
seperti jadi si pengganggu, si pihak ketiga dan bukannya bagian dari keluarga
kecil Naruto-Menma.
Sasuke di lain
pihak hanya mengedikkan bahunya acuh. Ia memilih membersihkan katananya, sambil
sesekali memegangi tubuh Menma yang naik ke atas pundaknya agar tidak jatuh,
daripada menanggapi kemarahan menggebu-gebu Gaara. ‘Buang-buang waktu dan
energi, saja.’ pikirnya sebal.
Gaara yang
terbakar amarah menggebrak meja. “Jawab!” bentaknya kasar. Matanya melotot
menyeramkan. Tapi, tak ada satupun —baik Sasuke maupun Menma— yang takut. Menma
malah tertawa terkekeh-kekeh, mengira Gaara sedang mengajaknya bermain.
Sasuke menghela
nafas berat. “Sejak awal, aku memang tinggal di sini,”
“Ini apartemen
Naruto bukan apartemenmu?”
“Aku tahu.”
Emerald Gaara
semakin tajam menusuk. Ia tak suka jawaban Sasuke. Ia curiga, jangan-jangan
makhluk songong di depannya ini mengidap penyakit disorientasi seksual. Baca
homoseksual. Tidak mungkin Sasuke memilih tinggal di apartemen Naruto yang
kecil dan sederhana menjurus jelek dibandingkan rumahnya yang megah, besar, dan
wah itu, jika tidak ada udang dibalik batu. ‘Ia pasti ada rasa dengan Naruto.’ Tuduhnya
dalam hati. “Lalu, kenapa kau tinggal di sini?”
“Kau sendiri juga
memilih numpang gratis di sini daripada menginap di penginapan Kenapa? Tak
punya uang untuk membayar, ya? Oh, kasihan! Tak ku sangka seorang kage bisa
semiskin ini,” sindir Sasuke pedas.
“Naruto secara
khusus mengundangku.” balas Gaara sambil tersenyum jumawa, merasa menang.
“Tidak seperti kau, penyusup gelap.” ejeknya.
Sasuke tersenyum
penuh arti. “Itu tidak perlu. Seorang sahabat tidak perlu saling mengundang.
Hanya orang asing yang butuh undangan,” balas Sasuke dengan cerdasnya
membalikkan pernyataan Gaara.
“Grrr…” geram
Gaara.
“Oh, hentikan
pertengkaran konyol ini! Kalian ini seperti kanak-kanak saja.” Cela Naruto
datang sambil membawa piring-piring berisi makanan di tangannya. Ie
meletakkannya di atas meja. Aromanya yang lezat mengundang nafsu makan Sasuke dan Gaara. Mereka saling menyipit,
dengan bahasa isyarat membuat perjanjian damai untuk sementara waktu, minimal
sampai mereka selesai sarapan.
“Lezat seperti
biasanya. Kau memang pandai masak, Naruto.” puji Gaara dengan murah hati.
“Alasan. Bilang
saja kau tak mau keluar duit untuk membeli makan. Dasar kere!” ejek Sasuke.
Sasuke tak berniat mengejeknya masakan Naruto. Tapi, itu terlontar begitu saja,
dipengaruhi oleh rasa iri yang bercokol dalam dadanya, yang tumbuh dari hari ke
hari seiring kebersamaan antara Naruto dengan Gaara.
“Kau itu yang
kere. Sudah numpang tinggal, minta makan gratisan, masih berani mengejek tidak
enak pula. Dasar tidak tahu diri.” Balas
Gaara sengit.
Sasuke menyipit,
berniat mengirimkan genjutsu menyakitkan pada Gaara, tapi getokan di kepalanya
berhasil mengurungkan niat tidak baiknya itu. Oniksnya beralih pada si pelaku
tukang getok itu. “Makan atau keluar dari rumah ini,” ancam Naruto. Dengan
enggan, Sasuke pun mengambil mangkuk nasinya dan mengisinya dengan sayur dan
lauk pauk.
Diam-diam dari
sudut matanya, Sasuke memperhatikan kebersamaan antara Naruto dan Menma.
Hatinya berdesir, merasakan kehangatan yang menyusup ke dalam dadanya. Dalam
benaknya, berputar kenangan indahnya tatkala keluarganya masih utuh. Senyum
Naruto mengingatkannya pada senyuman anikinya. Tanpa sadar, Sasuke tersenyum
tipis.
Sasuke
mengerjabkan bulu matanya, menyadari ke-OOC-annya. Ia cepat-cepat menghabiskan
sarapannya, sebelum ia dikuasai perasaan mellow dan melakukan sesuatu yang
tidak Uchiha. Sasuke tak tahu jika ekspresi tak lazimnya itu diketahui oleh
Gaara yang menyipit tidak suka. Kecurigaannya jika Sasuke homo semakin besar.
“Aku selesai.”
Kata Sasuke sambil meletakkan sumpitnya di atas mangkuknya yang sudah kosong. Tidak
ada tanggapan. Semua sibuk dengan sarapannya. “Naruto?” panggilnya terdengar
ragu.
“Ya?”
“Apa kau bisa
menghadiri upacara pernikahanku, lusa nanti?” tanyanya.
Sendok Naruto
berhenti di udara. Untuk sesaat, tubuhnya menegang. Keheningan yang ganjil
menggantung di atas udara, membuat ruangan sempit itu semakin terasa sempit dan
menyesakkan. Baik Sasuke maupun Gaara —dengan alasan yang berbeda— menunggu
dengan cemas jawaban Naruto.
“Tentu,” jawab
Naruto datar, tak sesuai dengan isi hatinya yang bergejolak. “Aku pasti
datang,” tegasnya.
“Trims.” Kata
Sasuke. Setelah itu, ia berpamitan.
“Kau yakin mau
datang?” tanya Gaara memastikan.
“Ya.” jawab Naruto
lirih. Ia menghela nafas lelah. “Tolong jangan bahas lagi topic ini! Aku
lelah,” pintanya.
Gaara terdiam. Ia
mengalihkan perhatiannya, menatap hampa sarapannya yang masih tersisa,
berpura-pura menikmati sarapan paginya. Ia tak sanggup menatap safir Naruto
yang memantulkan rasa duka yang mendalam. Hatinya berdenyut sakit melihat
penderitaan di mata Naruto.
‘Semua ini
gara-gara Sasuke.’ Batinnya dipenuhi amarah. Sasuke memang tak tahu diri. Sudah
ditolong, masih juga menikung penolongnya. Dan bodohnya, si penolong justru
memaafkan pengkhianatannya. Tch, menyebalkan. Gaara melampiaskan kemarahannya
dengan memakan sarapannya dengan brutal, membayangkan ikan di depannya ini
sebagai Sasuke.
…………………….*****…………………….
“Na na na…” Naruto
bersenandung riang di kamar tidurnya. Menma menimpali nyanyian ayahnya dengan
celotehan ala bayinya, “Jhyaa gyaa kaaakkak gyaa…” yang menambah semarak
apartemen Naruto.
Naruto tersenyum
tipis, memandang penuh suka cita hasil kerjanya. Dari pagi, ia sudah sibuk
mendandani Menma. Ia memakaikan baju kodok warna biru dongker pada Menma. Menma
tampak menggemaskan dalam balutan baju itu karena baju itu sukses menonjolkan
tubuh montoknya.
Sebetulnya, awalnya
Naruto berniat mendandani Menma dengan baju motif siluman rubah dengan sembilan
ekor gemuk di bagian belakang. Tapi, Menma menolaknya dengan tegas. Ia
menyuarakan penolakannya dengan sengaja ngompol di atasnya. Naruto lalu
menggantinya dengan baju motif sapi perah yang lagi-lagi ditolak Menma. Dan,
setelah menghabiskan waktu hampir sejam, akhirnya diputuskan baju kodok itu.
“Ukh, Menma kau
manis sekali.” Kata Naruto sambil mencium pipi gembil Menma kanan dan kiri.
Menma terkekeh-kekeh senang, karena dicium ayahnya bertubi-tubi. Tangan
mungilnya menarik-narik rambut Naruto sebagai ganti ucapan, ‘Aku sayang ayah,’.
Naruto nyengir senang.
“Ups sudah jam
segini.” Pekiknya terkejut melihat jarum jam bergerak ke angka 8.
Naruto lalu
meletakkan Menma di boksnya agar ia tidak berkeliaran dimana-mana dan membuat
bajunya kotor, sementara ia bersiap-siap. Naruto melakukannya dengan secepat
mungkin karena ia hanya punya waktu setengah jam untuk bersiap-siap, jika tak
ingin terlambat dalam upacara pernikahan Sasuke-Hinata.
Naruto mematut
dirinya di depan cermin. Ia mengenakan kimono resmi untuk pria yakni setelan
monstuki warna hitam dengan symbol Uzumaki di bagian punggung dan hakama serta
haori putih bergaris vertical yang menegaskan tubuh tinggi semampainya.
Rambutnya untuk hari ini, ia ikat pony tail menyerupai anggota klan Yamanaka
untuk menguarkan aura mainlynya. Sebagai pembeda klan ini, ia mengikatkan
secarf warna coklat polos yang ia lipat secara horizontal tiga kali membentuk headband.
Naruto
memperhatikan penampilannya dengan cermat. Ia berputar-putar sambil melihat
cermin, memastikan tidak ada cela dari penampilannya. Ia tak mau mempermalukan
dirinya sendiri di acara pernikahan salah satu sahabat baiknya. Setelah puas,
barulah ia keluar kamar dengan Menma dalam gendongannya.
“Astaga! Gaara!”
pekiknya terkejut. “Kenapa kau belum siap? Ini sudah jam berapa?”
“Aku merasa tidak
enak badan, Naruto, jadi aku putuskan lebih baik kita di rumah saja.”
Naruto meletakkan
Menma di atas tatami. Ia menarik-narik lengan Gaara menyuruhnya berdiri. “Jangan
bercanda Gaara! Kau tak bisa seenaknya membatalkan undangan. Apa komentar
Sasuke nanti?” omelnya.
Gaara di lain
pihak, menolaknya. Ia memilih menarik selimutnya dan melanjutan mimpi indahnya
daripada menghadiri acara pernikahan si bajingan Uchiha itu. “Aku tidak
perduli. Dan, ku rasa dia pun begitu.” Katanya dari balik selimut.
“Kata siapa?”
bentak Naruto setengah frustasi menarik-narik selimut Gaara. “Ayolah, Gaara!
Rasional sedikit. Kau itu seorang Kage. Apa kata Konoha nanti, jika Kazekage
keempat yang jelas-jelas ada di Konoha, menolak menghadiri pesta pernikahan
hokage mereka? Itu bisa menimbulkan gossip yang tidak sedap.” Katanya sambil
menyuruh Gaara duduk.
Gaara merajuk. Bibirnya
mencebik seperti anak kecil, sangat tidak Gaara sekali. Tapi, ia tak perduli,
yang penting Naruto membatalkan niatnya. “Setidaknya, pikirkan rakyatmu Gaara.
Jangan sampai gara-gara hal sepele ini rakyatmu yang jadi korban! Kau pasti tak
ingin mereka terluka, kan?” bujuk Naruto untuk melunakkan hati Gaara.
Gaara menatap
Naruto tak percaya. “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau tak terluka melihat si
brengsek pengkhia…”
“Namanya Sasuke,
Gaara.” Potong Naruto. Ia lelah dengan pertengkaran ini. Sungguh. Ia lelah
menjelaskan pada Gaara, jika Sasuke tidak layak menjadi sumber kebencian Gaara.
Diam-diam, ia bersyukur berhasil membujuk Sasuke untuk kembali ke rumahnya
sendiri, sehari sebelum upacara. Jika tidak? Bisa-bisa Gaara meledak.
Gaara mendelik.
“Tidak perlu kau ingatkan. Aku tahu namanya.” Tukasnya galak. “Aku hanya tak
mau menyebut nama bedebah itu.”
“Aku tahu kau
membencinya. Tapi, bisakah hari ini kau berdamai dengan Sasuke? Acara ini
sangat berarti untuk Sasuke,” Gaara melipat kedua tangannya di atas dada.
Bibirnya tampak kaku. Bahasa tubuhnya menunjukkan jika ia bersikukuh tak mau
datang. “Ku mohon! Demi aku. Demi Menma,” Kata Naruto dengan suara seperti
orang tercekik. Kesedihan kembali membanjiri hatinya.
Gaara melunak, tak
punya pilihan lain selain menuruti kemauan Naruto. Menma adalah kelemahannya.
Dan, Naruto tahu itu, karena itu ia memanfaatkannya. “Baiklah. Aku akan
siap-siap,” kata Gaara mengalah. Ia pun bersiap mandi dan mengenakan pakaian
terbaiknya demi menunjukkan ke ‘wah’ an dan pamor seorang Kazekage Suna yang
tersohor.
Setengah jam
kemudian, Gaara dan Naruto sudah tiba di ruang aula pertemuan Konoha. Para tamu
undangan sudah berdatangan. Awalnya, mereka berbincang penuh kehangatan dan
penuh keceriaan, tapi langsung terhenti begitu Naruto muncul bersama Menma dan
Gaara. Ada yang menatap benci karena dendam lama. Ada yang menatap penuh
kekaguman, dan lebih banyak lagi yang menatap iri. Mereka iri dengan
kebersamaan Naruto, Menma, dan Gaara.
Naruto
mengabaikannya. Ia menghampiri orang-orang terdekatnya seperti Kakashi-sensei
yang datang bersama Iruka-sensei dan Yamato-sensei. Ketiganya tampak akrab
sekali. Naruto menyapa mereka sebentar sebelum bergabung dengan Shika
sekeluarga di ruang anak. Mengingat sakralnya acara, balita dan anak-anak
dilarang ikut saat upacara pemberkatan. Mereka baru boleh bergabung saat pesta
resepsi dimulai. Tak lama kemudian, mereka sudah terlibat dalam percakapan
seru.
Menma, si balita
yang sedang diabaikan sang ayah menatap ayahnya jengkel. Diam-diam, ia melompat
turun dari gendongan ayahnya. Ia merangkak menjelajahi ruang bermain. Oniksnya
menyapa para balita lain yang juga dititipkan di ruangan ini yang tengah sibuk
bermain dengan mainannya.
Meski masih kecil,
Menma sudah mewarisi kepongahan dan kejumawaan para Uchiha. Dengan angkuh, ia
menantang para balita baik yang sepantaran ataupun yang di atasnya untuk
menandingi hegemoninya. Dalam waktu singkat, ia berhasil memenangkan loyalitas
mereka. Mereka mengangkat Menma sebagai pemimpin mereka secara aklamasi. Menma
tersenyum tipis, merasa menang dan sekaligus bangga.
BOOMM!
Tiba-tiba, terjadi
sesuatu di luar dugaan. Bom meledak di tengah-tengah para balita yang
bermain-main, memuja pemimpin baru mereka. Refleks, Naruto bergerak ke
tengah-tengah, melindungi Menma dan balita lainnya. Matanya menatap awas pada
si penyerang pengecut yang beraninya menyerang para balita. Shika dan Temari
sendiri mengungsikan para balita ke tempat yang aman, minus Menma. Entah
bagaimana caranya Menma berhasil lolos dari pindaian mata keduanya.
Sebuah ah bukan
tiga bayangan bergerak sangat cepat menyerang Naruto. Serangan mereka datang
silih berganti, membentuk satu kesatuan tanpa cela, hingga membuat Naruto
kuwalahan. Jika kondisinya sedang biasa, Naruto pasti bisa mengalahkan mereka
dalam waktu singkat. Tapi, kondisi Naruto saat ini sedang tidak biasa. Si
penyerang berhasil memukul Naruto dan membuatnya terpental. Tubuh Naruto
melayang membentur dinding dan lalu terkulai tak sadarkan diri.
Menma yang melihat
ayahnya ambruk bersimbah darah, melotot marah. Tubuhnya dikuasai emosi negatif.
Seperti, ada lubang hitam menganga yang menyedot tubuh mungilnya dan menariknya
dalam kegelapan yang pekat. Tahu-tahu, ia terbang ke arah si penyerang.
Oniksnya berubah dari hitam menjadi merah darah. Begitu pula dengan pupilnya,
membentuk satu tomoe pada mata sebelah kiri dan dua tomoe pada sebelah kanan.
Menma menggeram
dan meraung-raung. Suaranya menyerupai auman singa yang tengah murka. Dari
tubuh mungilnya, menguar cakra negative berwarna merah yang sangat kuat, yang
mampu membekukan sumsum tulang para penyerangnya. Mereka panas dingin,
berkeringat dingin, tak menyangka seorang balita bisa memiliki kekuatan yang
demikian besar dan juga mengerikan. Kekuatannya bahkan mampu menyamai kekuatan Naruto
itu sendiri.
Menma mengamuk,
bergerak tanpa suara menyerang para penyerang bertopeng yang hanya bisa
mengerang dan melindungi bagian-bagian penting tubuhnya, agar tidak mati
konyol. Tepat, saat Menma akan mencabik-cabik tubuh si penyerang para shinobi
Konoha berdatangan memasuki ruang balita.
Mereka terkejut
melihat kemampuan mengerikan Menma yang merupakan gabungan antara kekuatan
Kyuubi dan Uchiha. Mereka seperti melihat Madara bangkit dari kuburnya untuk
ketiga kalinya. Seperti mimpi buruk yang jadi kenyataan. Harapan hidup seolah
lenyap dari genggaman mereka.
“Hentikan Menma!”
bentak Gaara yang datang paling belakang. Dengan pasirnya, ia membuat dinding
pelindung, mencegah amukan Menma yang nantinya akan merusak semua rencana
Naruto.
“Daddaaa..”
celoteh Menma, tanpa mengindahkan peringatan Gaara.
“Ayahmu tidak
apa-apa.” Kata Gaara lembut, sambil mempertahankan pasir pelindungnya.
Ucapan Gaara
berhasil menembus indera pendengaran Menma dan sekaligus menyurutkan
kemarahannya. Menma berhasil keluar dari kegelapan hatinya. Sharingannya yang
tadinya berputar-putar mengerikan kembali menjadi berwarna hitam kelam, membuat
semua yang hadir menghembuskan nafas
lega.
Lalu, Menma
terbang layaknya kupu-kupu mencari sang ayah. Tangan mungilnya menepuk-nepuk
pipi ayahnya, berharap Naruto bangun. Namun, Naruto tetap tidak bangun.
Tubuhnya mengeluarkan asap putih sebelum menghilang dengan suara Pop dan
meninggalkan ceceran darah di lantai. Mata Menma berkaca-kaca.
Gaara maju dan
meraih tubuh mungil Menma dalam gendongannya, sebelum Menma meledakkan
tangisnya. Ia membuainya penuh sayang. “Tenang, sayang. Ayahmu tidak apa-apa.
Itu hanya klonnya.”
“Daddaaa..?”
“Iya, ayahmu aman
di Suna.” Jawab Gaara menenangkan Menma. Menma memiringkan kepalanya bingung. “Selama
ini, ayahmu masih di Suna. Yang ke Konoha hanya klonnya.”
“Daaddaa..”
“Baik-baik saja.
Nanti, aku akan mempertemukanmu dengan ayahmu lagi. Tapi, Menma harus janji
jadi anak baik.”
“Njaaa jyiiih….”
Celoteh Menma seolah paham.
“Anak pintar.
Sekarang, Menma bersama Temari ba-san dulu ya? Ji-san ada keperluan penting,”
katanya lalu menyerahkannya pada Temari. Gaara menunggu Menma jauh dari
jangkauan sebelum meledakkan amarahnya.
“APA-APAAN ini,
Sasuke!” raungnya. Tubuhnya bergetar penuh amarah, menunjuk tubuh tiga orang
penyerang yang topengnya sudah terlepas. Ketiganya adalah mantan anak buah
Sasuke di tim hebi, tim paling loyal pada Sasuke. Matanya menyala-nyala menatap
Sasuke yang berdiri angkuh diantara kerumunan shinobi penting Konoha, khususnya
para pemimpin klan. “Permainan apalagi ini?”
“Pertanyaan yang
sama untukmu, Gaara. Sandiwara apa yang sedang kau mainkan bersama Naruto?
Kenapa kau menyembunyikan identitas asli Menma selama ini?” balas Sasuke
dingin. “Kau telah menipuku,” tambahnya terdengar mengancam.
“Untuk kebaikan
Menma, tentu saja. Kau tahu bukan betapa istimewanya klan Uchiha? Jika mereka
tahu Menma seorang Uchiha, mereka pasti akan menculik Menma dan
menjadikannya….” Gaara terhenti. Lidahnya terasa pahit, teringat akan masa
lalunya yang kelam. “…sesuatu yang tak ingin ku bayangkan.”
“Kenapa harus
cemas? Ada Naruto yang melindunginya.”
“Naruto tidak bisa
melakukannya,”
“Kenapa tidak
bisa? Apa ia begitu dengki padaku karena Konoha lebih memilihku daripada dia,
sehingga ia tak mau melindungi Menma?” cecar Sasuke.
“Serendah itukah
penilaianmu pada Naruto?” tanya Gaara dengan ekspresi jijik.
“Seorang malaikat
pun bisa berubah jadi iblis saat ia tahu harapannya kandas. Apalagi Naruto yang
hanya manusia biasa,”
“Ck ck.. Aku tak
tahu kau bisa sebegitu rendahnya. Jijik aku melihat mukamu,”
“Begitu pula
denganku. Kalian adalah pasangan yang menjijikkan. Demi balas dendam dan
kekuasaan, kalian tega memanfaatkan seorang balita tak berdosa,”
“Cabut ucapanmu
itu!” raung Gaara. Dari tubuhnya menguar aura negatif. Cakranya memancarkan
kebencian dan amarah.
“Memang itu
kenyataannya.” Kata Sasuke acuh tak acuh. “Katakan padaku, dimana Naruto?”
“Kau mau apa?”
“Menyeretnya ke
penjara tentu saja.”
“Kau tak akan
berani,”
“Dan, kenapa
tidak? Menyembunyikan anggota klan Uchiha adalah sebuah dosa yang sangat
besar.”
“Kau memang
brengsek.”
“Terserah apa
katamu. Dimana Naruto?” Gaara bungkam. “Apa ia begitu penakut hingga harus
bersembunyi dibalik punggung Kazekage-sama dan juga ribuan rakyatnya daripada
mempertanggung jawabkan perbuatannya?”
“Tutup mulutmu!”
“Oh, berarti
benar. Dia memang berubah menjadi pengecut.”
“DIAM! Naruto
bukanlah penakut ataupun pengecut.”
“Kalau begitu
suruh dia keluar.”
“Dia tidak bisa.”
“Kenapa tidak
bisa?”
“Karena NARUTO
SEKARAT, BRENGSEKKK..!!” Gaara menutup
mulutnya. Ia tak percaya ia keceplosan. ‘Sial!’ umpatnya dalam hati.
Semua orang
terkejut. Ruangan yang tadinya sunyi kini berdengung seperti sarang lebah. “Kau
pasti bercanda. Naruto tidak mungkin…” kata Sasuke setelah suaranya kembali.
Dengan isyarat,
Gaara menyuruh kerumunan shinobi itu pergi dan membiarkan Gaara bicara empat
mata dengan Sasuke. Meskipun mereka dihantui rasa ingin tahu yang begitu
tinggi, namun mereka tak menolak perintah Gaara. Dengan enggan, mereka
meninggalkan ruangan, menyisakan Gaara dan Sasuke saja.
“Itu kenyataannya.
Dia memang sekarat. Hidupnya tak akan lama lagi, karena itu aku setuju untuk
membawa Menma kemari. Aku berharap Kakashi bisa membantu Menma menyembunyikan
sharingannya. Dan, jika memungkinkan memintanya untuk mengadopsi Menma.” Jelas
Gaara. Wajahnya tampak muram, diselimuti awan mendung.
“Seharusnya kau
meminta bantuanku? Menma seorang Uchiha dan harus Uchiha yang mengasuhnya.”
Gaara
menggelengkan kepalanya muram. “Kau tak mengerti keadaannya, Sasuke. Menma
lahir dengan cara yang tak biasa. Ia…” Tangan Gaara bergerak-gerak tidak
karuan, frustasi. “Apa kau tahu siapa ibu kandung Menma?” tanya Gaara
mengalihkan topic. Sasuke tak menjawab. Ia memalingkan wajahnya dan itu
menegaskan jika Sasuke sudah tahu. “Jadi, benar kau tahu.” Kata Gaara sambil
tertawa getir, menertawakan permainan takdir.
“Aku bukan ayah
Menma,” kata Sasuke.
Gaara mendengus.
“Kau pikir aku percaya? Hanya kau seorang Uchiha yang tersisa di dunia ini,”
“Kalau kau berkata
seperti itu, berarti Naruto tidak menceritakan semuanya padamu,”
Gaara menyipit,
curiga. “Apa maksudmu?”
Sasuke tersenyum
miring. Rupanya, Naruto tidak menyerahkan seluruh rahasianya pada Gaara.
Berarti kedekatan GaaNaru tidaklah sebesar yang ia khawatirkan. “Naruto, atau tepatnya
Kyuubi tidak mengandung Menma selama 9 bulan, melainkan 9 tahun. Kau pasti bisa
berhitung bukan? Jadi, kau pasti bisa menebak Uchiha mana yang menghamili
Kyuubi.”
“Itu tidak
mungkin. Aku tak percaya. Kau pasti bohong.”
“Tidak itu
kenyataannya. Saat perang dunia ninja keempat berakhir, Kyuubi sudah hamil.
Karena itu, cakra negative sering menguar dari tubuhnya, dan itu membuat para
penduduk Konoha ketakutan. Insting bertahan hidup mereka membuat mereka
mengisolasi Naruto dan akhirnya memilihku sebagai pelindung mereka. Karena
hanya aku yang bisa mengimbangi kekuatan Naruto dengan 9 bijuunya.”
“Aku masih tidak
percaya. Kau hanya mengarang cerita untuk membenarkan tindakan kejammu,”
Sasuke memberikan
Gaara sebuah gulungan yang beberapa hari lalu dibaca Sasuke dikantornya. Itu
adalah salah satu gulungan rahasia milik klan Uchiha yang berhasil
diterjemahkan oleh Kabuto.
Kyuubi adalah bijuu yang paling istimewa. Bukan hanya
karena memiliki cakra paling besar, tapi karena Kyuubi satu-satunya bijuu
betina. Dengan kata lain, ia bisa menghasilkan keturunan. Anak Kyuubi akan
memiliki kemampuan seperti Kyuubi pula. Cakra yang menyerupai monster dan daya
regenerasi mengerikan. Tapi,tak semudah itu Kyuubi memiliki keturunan. Kyuubi
hanya bisa kawin dengan sesama bijuu atau seorang shinobi dengan cakra istimewa
seperti klan Uchiha.
Kenapa Uchiha ?
Karena Uchiha mewarisi sebagian kekuatan Rikudou-sama. Masa kehamilan Kyuubi
relative panjang, hampir 9 tahun 10 bulan. Satu syarat lagi, Kyuubi hanya bisa
dikawini saat ia berada di tubuh seorang jinchuuriki yang masih memiliki garis
keturunan Rikudou-sama.
Gaara terhenyak. Tubuhnya limbung dan merosot ke lantai. “9 tahun?”
gumamnya. Jadi, sudah selama itu Naruto menderita? Oh, astaga. Bagaimana bisa
ia tak menyadarinya? Ia baru menyadari penderitaan Naruto karena mengandung
Menma saat..ukh..saat Naruto sudah hampir mendekati kelahiran. ‘Naruto?’
pikirnya muram. “Apa kau tahu, Uchiha mana tepatnya yang memperkosa Kyuubi?”
tanya Gaara dengan suara lirih.
Sasuke menggeleng muram. “Aku tak tahu.”
Gaara memejamkan matanya rapat-rapat. Matanya terbayang pada wajah-wajah
Uchiha yang saat itu berkeliaran di sekitar Naruto. Wajah-wajah gila yang
hatinya dikuasai oleh kegelapan, seperti Madara, Obito, dan Itachi. Oh, Tuhan.
Bukan mereka, kan? Tapi, siapa lagi yang bisa memilikirkan hal segila ini atau
sekejam ini selain mereka? Hanya mereka yang mungkin.
“Sekarang apa yang akan kau lakukan dengan Menma?” tanya Gaara setelah
keheningan melingkupi mereka.
“Aku akan mengangkatnya sebagai anak.”
“Lalu posisimu sebagai hokage?”
“Aku akan mengundurkan diri.”
“Hinata mungkin tak setuju,”
“Aku tak perduli. Toh aku menikahinya bukan karena aku mencintainya,”
Alis super tipis Gaara terangkat, dengan isyarat meminta Sasuke menjelaskannya.
“Aku setuju bertunangan dengan Hinata sebagai syarat agar aku bisa tetap
tinggal di Konoha.”
“Kenapa harus Hinata? Masih ada kunoichi lainnya yang bisa kau pilih.
Siapapun asal bukan kekasih Naruto.”
“Bukan aku yang memilih, tapi para tetua desa menyebalkan itu. Dan lagi,
aku sudah meminta ijin pada Naruto dan ia tak keberatan. Ia meyakinkan aku,
jika ia tak punya perasaan untuk Hinata,”
“Tentu saja. Apalagi yang bisa dikatakannya? Ia cukup tahu diri dengan
kondisinya.” Celetuk Gaara sinis. Gaara tak menyebutkan istilah hamil, dan
Kyuubi yang mengamuk, tapi ia yakin Sasuke pasti sudah mengerti.
“Ya dan bodohnya aku karena baru menyadarinya sekarang. Jika aku tahu,
aku akan menolak tawaran para tetua dan memilih menemani Naruto.” Sasuke
menatap Gaara. “Katakan padaku, kenapa Naruto bisa sekarat?”
“Itu karena Kyuubi. Naruto memforsir cakranya untuk menahan cakra
negative Kyuubi yang ingin membunuh darah dagingnya sendiri. Itulah yang
membuat tubuh Naruto dilanda kesakitan. Cakra Kyuubi menyakitinya tiada henti.
Dan puncaknya saat menjelang kelahiran. Kyuubi nyaris lepas kendali. Untunglah
Naruto berhasil menahannya dibantu bijuu-bijuu lainnya. Tapi, gara-gara itu
pula, Naruto sekarat.”
“Lalu, klonnya?”
“Sebelum koma, Naruto berhasil menciptakan klon darah terkuat. Klonnya
ini memiliki fungsi seperti tubuh aslinya dan punya sebagian kemampuan Naruto.
Untuk memperkuatnya, Naruto membuat dua klon yang bertugas khusus untuk
menyerap cakra alam. Itulah alasan kenapa klon Naruto begitu kuat, meski tubuh
aslinya dalam keadaan tak sadarkan diri. Tapi, sepertinya kondisi Naruto
semakin lemah. Kemampuan klonnya melemah seiring melemahnya tubuh Naruto.
Mungkin, waktunya sudah tidak lama lagi,” kata Gaara dengan nafas tercekat,
menahan sesak di dada.
Sasuke mendengarkan penjelasan Gaara. Wajahnya sama muramnya dengan
Gaara. “Tinggalah sehari lagi di Konoha. Aku akan mengurus semuanya dan lalu
pergi bersamamu ke Suna.”
“Kau mau apa?”
“Aku ingin berada di sisi Naruto di saat-saat terakhir.”
“Ku pikir itu bukan ide bagus. Kyuubi akan langsung menguasai tubuh
Naruto dan mungkin menyerangmu. Ingat! Ia sekarang ini sangatlah obsesif,
dikuasai kebencian membabi buta pada anggota klan Uchiha, dan juga brutal.
Naruto saja kuwalahan menghadapinya.”
“Apa itu alasannya kenapa ia enggan ke Konoha? Dia bahkan berusaha
menghindariku?”
“Ya, apalagi? Baik bukan Naruto?”
“Seperti itulah dia. Terkadang aku terpikir, apa ia tak punya keegoisan
dalam dirinya sedikit saja? Kenapa ia begitu sangat perduli pada orang lain?
Dan, kenapa ia selalu menyerahkan semuanya, bukan setengah-setengah, untuk
membantu orang lain?”
“Mungkin saat lahir, karena kau sudah merebut persediaan sifat egois
dari Kami-sama. Jadi, Naruto yang lahir di belakangmu tidak kebagian,” Sebuah
gurauan muram meluncur dari bibir Gaara. Sasuke tidak tertawa. Begitu pula
dengan Gaara. Keduanya sama-sama menyesalkan minimnya sifat egois Naruto hingga
akhirnya menderita sendiri. “Sebaiknya kau pikirkan lagi rencanamu Sasuke.
Resikonya sangat besar,” kata Gaara setelah hening beberapa saat.
“Itu resiko yang bersedia ku tanggung. Apapun alasannya, aku tak akan
membiarkan Naruto, sahabatku, orang yang ku kasihi dan yang paling ku anggap
penting berjuang melawan maut seorang diri.”
“Kau tak perlu melakukannya. Cukup jaga Menma. Itu saja Naruto sudah senang,”
“Tidak. Aku sudah memutuskan akan ikut denganmu ke Suna.” Putus Sasuke
keras kepala.
“Sas…”
“Sudah cukup luka yang ku torehkan padanya. Ini saatnya aku memberinya
kebahagiaan. Dan, aku berencana memulainya dengan berhenti memberi hadiah
minimalis pada Naruto. Naruto berhak mendapatkan yang terindah dan terbaik yang
bisa ku tawarkan padanya,” kata Sasuke panjang lebar. Gaara menatap Sasuke,
menguji kesungguhannya dan Sasuke memperlihatkan ketetapan hatinya. Akhirnya,
Gaara menghela nafas panjang sebelum akhirnya dengan terpaksa menyetujui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar