Minggu, 18 Desember 2016

The Secret Part Four





Sasuke menatap anggota tim hebi satu per satu. “Aku ada misi untuk kalian,” katanya.
“Apa?” tanya Jugo dan disambung Shuigetsu, “Misinya?”
“Ini misi penting. Aku tak ingin mendengar kegagalan,”
“Apa kau meragukan kemampuan kami?” tanya Shuigetsu tersinggung. Ia merasa diremehkan setelah sekian lamanya mereka bekerja sama.
“Aku hanya memperingatkan. Lawan kalian bukanlah shinobi lemah,” Elak Sasuke. Ia memberikan masing-masing anggota tim hebi gulungan surat. “Bakarlah surat itu setelah kalian membaca dan memahami intruksinya! Sekarang pergilah!” Tanpa menunggu perintah kedua, ketiganya menghilang dari ruangan Sasuke. Suasana kembali hening.
Sepeninggal mereka, seharusnya Sasuke meraih tumpukan kertas yang memenuhi meja kerjanya. Tapi, nyatanya tidak. Sasuke tak berminat sedikit pun untuk menyentuhnya. Ia justru asyik, memandang perbukitan Konoha, tempat dimana deretan wajah hokage dipahat.
“Seharusnya, yang dipahat di sana kau, Naruto. Bukan aku.” Katanya lirih. Matanya berkabut, menatap sedih akan nasib sahabatnya, satu-satunya orang yang diperdulikannya di dunia ini. Penyesalan yang menyesakkan dada kembali memenuhi rongga dadanya. Sesaknya bahkan melebihi penyesalan telah membunuh kakak yang demikian ia sayangi dan ia kagumi. Tapi apa lacur? Nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin menjadi nasi kembali.
‘Aku akan memperbaiki kesalahan itu, Naruto. Ini janjiku seumur hidup,’ batinnya menetapkan sebuah janji.

………………..*****…………………….

Di pagi hari yang cerah, seperti biasanya, apartemen Naruto sudah ribut sekali. Tapi bukan karena Menma, melainkan karena pertengkaran hebat antara Gaara vs Sasuke.
“Kenapa kau tidur di sini? Lagi.” kata Gaara dengan suara rendah mengancam, memberi tekanan pada kata lagi. Ia luar biasa marah pada Sasuke yang dengan seenaknya menyusup masuk ke dalam apartemen Naruto. Mana ia tidur di sebelah Naruto dan Menma lagi. Itu membuatnya semakin marah saja. Katakanlah, ia cemburu. Soalnya, ia merasa seperti jadi si pengganggu, si pihak ketiga dan bukannya bagian dari keluarga kecil Naruto-Menma.
Sasuke di lain pihak hanya mengedikkan bahunya acuh. Ia memilih membersihkan katananya, sambil sesekali memegangi tubuh Menma yang naik ke atas pundaknya agar tidak jatuh, daripada menanggapi kemarahan menggebu-gebu Gaara. ‘Buang-buang waktu dan energi, saja.’ pikirnya sebal.
Gaara yang terbakar amarah menggebrak meja. “Jawab!” bentaknya kasar. Matanya melotot menyeramkan. Tapi, tak ada satupun —baik Sasuke maupun Menma— yang takut. Menma malah tertawa terkekeh-kekeh, mengira Gaara sedang mengajaknya bermain.
Sasuke menghela nafas berat. “Sejak awal, aku memang tinggal di sini,”
“Ini apartemen Naruto bukan apartemenmu?”
“Aku tahu.”
Emerald Gaara semakin tajam menusuk. Ia tak suka jawaban Sasuke. Ia curiga, jangan-jangan makhluk songong di depannya ini mengidap penyakit disorientasi seksual. Baca homoseksual. Tidak mungkin Sasuke memilih tinggal di apartemen Naruto yang kecil dan sederhana menjurus jelek dibandingkan rumahnya yang megah, besar, dan wah itu, jika tidak ada udang dibalik batu. ‘Ia pasti ada rasa dengan Naruto.’ Tuduhnya dalam hati. “Lalu, kenapa kau tinggal di sini?”
“Kau sendiri juga memilih numpang gratis di sini daripada menginap di penginapan Kenapa? Tak punya uang untuk membayar, ya? Oh, kasihan! Tak ku sangka seorang kage bisa semiskin ini,” sindir Sasuke pedas.
“Naruto secara khusus mengundangku.” balas Gaara sambil tersenyum jumawa, merasa menang. “Tidak seperti kau, penyusup gelap.” ejeknya.
Sasuke tersenyum penuh arti. “Itu tidak perlu. Seorang sahabat tidak perlu saling mengundang. Hanya orang asing yang butuh undangan,” balas Sasuke dengan cerdasnya membalikkan pernyataan Gaara.
“Grrr…” geram Gaara.
“Oh, hentikan pertengkaran konyol ini! Kalian ini seperti kanak-kanak saja.” Cela Naruto datang sambil membawa piring-piring berisi makanan di tangannya. Ie meletakkannya di atas meja. Aromanya yang lezat mengundang nafsu makan  Sasuke dan Gaara. Mereka saling menyipit, dengan bahasa isyarat membuat perjanjian damai untuk sementara waktu, minimal sampai mereka selesai sarapan.
“Lezat seperti biasanya. Kau memang pandai masak, Naruto.” puji Gaara dengan murah hati.
“Alasan. Bilang saja kau tak mau keluar duit untuk membeli makan. Dasar kere!” ejek Sasuke. Sasuke tak berniat mengejeknya masakan Naruto. Tapi, itu terlontar begitu saja, dipengaruhi oleh rasa iri yang bercokol dalam dadanya, yang tumbuh dari hari ke hari seiring kebersamaan antara Naruto dengan Gaara.
“Kau itu yang kere. Sudah numpang tinggal, minta makan gratisan, masih berani mengejek tidak enak  pula. Dasar tidak tahu diri.” Balas Gaara sengit.
Sasuke menyipit, berniat mengirimkan genjutsu menyakitkan pada Gaara, tapi getokan di kepalanya berhasil mengurungkan niat tidak baiknya itu. Oniksnya beralih pada si pelaku tukang getok itu. “Makan atau keluar dari rumah ini,” ancam Naruto. Dengan enggan, Sasuke pun mengambil mangkuk nasinya dan mengisinya dengan sayur dan lauk pauk.
Diam-diam dari sudut matanya, Sasuke memperhatikan kebersamaan antara Naruto dan Menma. Hatinya berdesir, merasakan kehangatan yang menyusup ke dalam dadanya. Dalam benaknya, berputar kenangan indahnya tatkala keluarganya masih utuh. Senyum Naruto mengingatkannya pada senyuman anikinya. Tanpa sadar, Sasuke tersenyum tipis.
Sasuke mengerjabkan bulu matanya, menyadari ke-OOC-annya. Ia cepat-cepat menghabiskan sarapannya, sebelum ia dikuasai perasaan mellow dan melakukan sesuatu yang tidak Uchiha. Sasuke tak tahu jika ekspresi tak lazimnya itu diketahui oleh Gaara yang menyipit tidak suka. Kecurigaannya jika Sasuke homo semakin besar.
“Aku selesai.” Kata Sasuke sambil meletakkan sumpitnya di atas mangkuknya yang sudah kosong. Tidak ada tanggapan. Semua sibuk dengan sarapannya. “Naruto?” panggilnya terdengar ragu.
“Ya?”
“Apa kau bisa menghadiri upacara pernikahanku, lusa nanti?” tanyanya.
Sendok Naruto berhenti di udara. Untuk sesaat, tubuhnya menegang. Keheningan yang ganjil menggantung di atas udara, membuat ruangan sempit itu semakin terasa sempit dan menyesakkan. Baik Sasuke maupun Gaara —dengan alasan yang berbeda— menunggu dengan cemas jawaban Naruto.
“Tentu,” jawab Naruto datar, tak sesuai dengan isi hatinya yang bergejolak. “Aku pasti datang,” tegasnya.
“Trims.” Kata Sasuke. Setelah itu, ia berpamitan.
“Kau yakin mau datang?” tanya Gaara memastikan.
“Ya.” jawab Naruto lirih. Ia menghela nafas lelah. “Tolong jangan bahas lagi topic ini! Aku lelah,” pintanya.
Gaara terdiam. Ia mengalihkan perhatiannya, menatap hampa sarapannya yang masih tersisa, berpura-pura menikmati sarapan paginya. Ia tak sanggup menatap safir Naruto yang memantulkan rasa duka yang mendalam. Hatinya berdenyut sakit melihat penderitaan di mata Naruto.
‘Semua ini gara-gara Sasuke.’ Batinnya dipenuhi amarah. Sasuke memang tak tahu diri. Sudah ditolong, masih juga menikung penolongnya. Dan bodohnya, si penolong justru memaafkan pengkhianatannya. Tch, menyebalkan. Gaara melampiaskan kemarahannya dengan memakan sarapannya dengan brutal, membayangkan ikan di depannya ini sebagai Sasuke.

…………………….*****…………………….

“Na na na…” Naruto bersenandung riang di kamar tidurnya. Menma menimpali nyanyian ayahnya dengan celotehan ala bayinya, “Jhyaa gyaa kaaakkak gyaa…” yang menambah semarak apartemen Naruto.
Naruto tersenyum tipis, memandang penuh suka cita hasil kerjanya. Dari pagi, ia sudah sibuk mendandani Menma. Ia memakaikan baju kodok warna biru dongker pada Menma. Menma tampak menggemaskan dalam balutan baju itu karena baju itu sukses menonjolkan tubuh montoknya.
Sebetulnya, awalnya Naruto berniat mendandani Menma dengan baju motif siluman rubah dengan sembilan ekor gemuk di bagian belakang. Tapi, Menma menolaknya dengan tegas. Ia menyuarakan penolakannya dengan sengaja ngompol di atasnya. Naruto lalu menggantinya dengan baju motif sapi perah yang lagi-lagi ditolak Menma. Dan, setelah menghabiskan waktu hampir sejam, akhirnya diputuskan baju kodok itu.
“Ukh, Menma kau manis sekali.” Kata Naruto sambil mencium pipi gembil Menma kanan dan kiri. Menma terkekeh-kekeh senang, karena dicium ayahnya bertubi-tubi. Tangan mungilnya menarik-narik rambut Naruto sebagai ganti ucapan, ‘Aku sayang ayah,’. Naruto nyengir senang.
“Ups sudah jam segini.” Pekiknya terkejut melihat jarum jam bergerak ke angka 8.
Naruto lalu meletakkan Menma di boksnya agar ia tidak berkeliaran dimana-mana dan membuat bajunya kotor, sementara ia bersiap-siap. Naruto melakukannya dengan secepat mungkin karena ia hanya punya waktu setengah jam untuk bersiap-siap, jika tak ingin terlambat dalam upacara pernikahan Sasuke-Hinata.
Naruto mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan kimono resmi untuk pria yakni setelan monstuki warna hitam dengan symbol Uzumaki di bagian punggung dan hakama serta haori putih bergaris vertical yang menegaskan tubuh tinggi semampainya. Rambutnya untuk hari ini, ia ikat pony tail menyerupai anggota klan Yamanaka untuk menguarkan aura mainlynya. Sebagai pembeda klan ini, ia mengikatkan secarf warna coklat polos yang ia lipat secara horizontal tiga kali membentuk headband.
Naruto memperhatikan penampilannya dengan cermat. Ia berputar-putar sambil melihat cermin, memastikan tidak ada cela dari penampilannya. Ia tak mau mempermalukan dirinya sendiri di acara pernikahan salah satu sahabat baiknya. Setelah puas, barulah ia keluar kamar dengan Menma dalam gendongannya.
“Astaga! Gaara!” pekiknya terkejut. “Kenapa kau belum siap? Ini sudah jam berapa?”
“Aku merasa tidak enak badan, Naruto, jadi aku putuskan lebih baik kita di rumah saja.”
Naruto meletakkan Menma di atas tatami. Ia menarik-narik lengan Gaara menyuruhnya berdiri. “Jangan bercanda Gaara! Kau tak bisa seenaknya membatalkan undangan. Apa komentar Sasuke nanti?” omelnya.
Gaara di lain pihak, menolaknya. Ia memilih menarik selimutnya dan melanjutan mimpi indahnya daripada menghadiri acara pernikahan si bajingan Uchiha itu. “Aku tidak perduli. Dan, ku rasa dia pun begitu.” Katanya dari balik selimut.
“Kata siapa?” bentak Naruto setengah frustasi menarik-narik selimut Gaara. “Ayolah, Gaara! Rasional sedikit. Kau itu seorang Kage. Apa kata Konoha nanti, jika Kazekage keempat yang jelas-jelas ada di Konoha, menolak menghadiri pesta pernikahan hokage mereka? Itu bisa menimbulkan gossip yang tidak sedap.” Katanya sambil menyuruh Gaara duduk.
Gaara merajuk. Bibirnya mencebik seperti anak kecil, sangat tidak Gaara sekali. Tapi, ia tak perduli, yang penting Naruto membatalkan niatnya. “Setidaknya, pikirkan rakyatmu Gaara. Jangan sampai gara-gara hal sepele ini rakyatmu yang jadi korban! Kau pasti tak ingin mereka terluka, kan?” bujuk Naruto untuk melunakkan hati Gaara.
Gaara menatap Naruto tak percaya. “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau tak terluka melihat si brengsek pengkhia…”
“Namanya Sasuke, Gaara.” Potong Naruto. Ia lelah dengan pertengkaran ini. Sungguh. Ia lelah menjelaskan pada Gaara, jika Sasuke tidak layak menjadi sumber kebencian Gaara. Diam-diam, ia bersyukur berhasil membujuk Sasuke untuk kembali ke rumahnya sendiri, sehari sebelum upacara. Jika tidak? Bisa-bisa Gaara meledak.
Gaara mendelik. “Tidak perlu kau ingatkan. Aku tahu namanya.” Tukasnya galak. “Aku hanya tak mau menyebut nama bedebah itu.”
“Aku tahu kau membencinya. Tapi, bisakah hari ini kau berdamai dengan Sasuke? Acara ini sangat berarti untuk Sasuke,” Gaara melipat kedua tangannya di atas dada. Bibirnya tampak kaku. Bahasa tubuhnya menunjukkan jika ia bersikukuh tak mau datang. “Ku mohon! Demi aku. Demi Menma,” Kata Naruto dengan suara seperti orang tercekik. Kesedihan kembali membanjiri hatinya.
Gaara melunak, tak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Naruto. Menma adalah kelemahannya. Dan, Naruto tahu itu, karena itu ia memanfaatkannya. “Baiklah. Aku akan siap-siap,” kata Gaara mengalah. Ia pun bersiap mandi dan mengenakan pakaian terbaiknya demi menunjukkan ke ‘wah’ an dan pamor seorang Kazekage Suna yang tersohor.
Setengah jam kemudian, Gaara dan Naruto sudah tiba di ruang aula pertemuan Konoha. Para tamu undangan sudah berdatangan. Awalnya, mereka berbincang penuh kehangatan dan penuh keceriaan, tapi langsung terhenti begitu Naruto muncul bersama Menma dan Gaara. Ada yang menatap benci karena dendam lama. Ada yang menatap penuh kekaguman, dan lebih banyak lagi yang menatap iri. Mereka iri dengan kebersamaan Naruto, Menma, dan Gaara.
Naruto mengabaikannya. Ia menghampiri orang-orang terdekatnya seperti Kakashi-sensei yang datang bersama Iruka-sensei dan Yamato-sensei. Ketiganya tampak akrab sekali. Naruto menyapa mereka sebentar sebelum bergabung dengan Shika sekeluarga di ruang anak. Mengingat sakralnya acara, balita dan anak-anak dilarang ikut saat upacara pemberkatan. Mereka baru boleh bergabung saat pesta resepsi dimulai. Tak lama kemudian, mereka sudah terlibat dalam percakapan seru.
Menma, si balita yang sedang diabaikan sang ayah menatap ayahnya jengkel. Diam-diam, ia melompat turun dari gendongan ayahnya. Ia merangkak menjelajahi ruang bermain. Oniksnya menyapa para balita lain yang juga dititipkan di ruangan ini yang tengah sibuk bermain dengan mainannya.
Meski masih kecil, Menma sudah mewarisi kepongahan dan kejumawaan para Uchiha. Dengan angkuh, ia menantang para balita baik yang sepantaran ataupun yang di atasnya untuk menandingi hegemoninya. Dalam waktu singkat, ia berhasil memenangkan loyalitas mereka. Mereka mengangkat Menma sebagai pemimpin mereka secara aklamasi. Menma tersenyum tipis, merasa menang dan sekaligus bangga.
BOOMM!
Tiba-tiba, terjadi sesuatu di luar dugaan. Bom meledak di tengah-tengah para balita yang bermain-main, memuja pemimpin baru mereka. Refleks, Naruto bergerak ke tengah-tengah, melindungi Menma dan balita lainnya. Matanya menatap awas pada si penyerang pengecut yang beraninya menyerang para balita. Shika dan Temari sendiri mengungsikan para balita ke tempat yang aman, minus Menma. Entah bagaimana caranya Menma berhasil lolos dari pindaian mata keduanya.
Sebuah ah bukan tiga bayangan bergerak sangat cepat menyerang Naruto. Serangan mereka datang silih berganti, membentuk satu kesatuan tanpa cela, hingga membuat Naruto kuwalahan. Jika kondisinya sedang biasa, Naruto pasti bisa mengalahkan mereka dalam waktu singkat. Tapi, kondisi Naruto saat ini sedang tidak biasa. Si penyerang berhasil memukul Naruto dan membuatnya terpental. Tubuh Naruto melayang membentur dinding dan lalu terkulai tak sadarkan diri.
Menma yang melihat ayahnya ambruk bersimbah darah, melotot marah. Tubuhnya dikuasai emosi negatif. Seperti, ada lubang hitam menganga yang menyedot tubuh mungilnya dan menariknya dalam kegelapan yang pekat. Tahu-tahu, ia terbang ke arah si penyerang. Oniksnya berubah dari hitam menjadi merah darah. Begitu pula dengan pupilnya, membentuk satu tomoe pada mata sebelah kiri dan dua tomoe pada sebelah kanan.
Menma menggeram dan meraung-raung. Suaranya menyerupai auman singa yang tengah murka. Dari tubuh mungilnya, menguar cakra negative berwarna merah yang sangat kuat, yang mampu membekukan sumsum tulang para penyerangnya. Mereka panas dingin, berkeringat dingin, tak menyangka seorang balita bisa memiliki kekuatan yang demikian besar dan juga mengerikan. Kekuatannya bahkan mampu menyamai kekuatan Naruto itu sendiri.
Menma mengamuk, bergerak tanpa suara menyerang para penyerang bertopeng yang hanya bisa mengerang dan melindungi bagian-bagian penting tubuhnya, agar tidak mati konyol. Tepat, saat Menma akan mencabik-cabik tubuh si penyerang para shinobi Konoha berdatangan memasuki ruang balita.
Mereka terkejut melihat kemampuan mengerikan Menma yang merupakan gabungan antara kekuatan Kyuubi dan Uchiha. Mereka seperti melihat Madara bangkit dari kuburnya untuk ketiga kalinya. Seperti mimpi buruk yang jadi kenyataan. Harapan hidup seolah lenyap dari genggaman mereka.
“Hentikan Menma!” bentak Gaara yang datang paling belakang. Dengan pasirnya, ia membuat dinding pelindung, mencegah amukan Menma yang nantinya akan merusak semua rencana Naruto.
“Daddaaa..” celoteh Menma, tanpa mengindahkan peringatan Gaara.
“Ayahmu tidak apa-apa.” Kata Gaara lembut, sambil mempertahankan pasir pelindungnya.
Ucapan Gaara berhasil menembus indera pendengaran Menma dan sekaligus menyurutkan kemarahannya. Menma berhasil keluar dari kegelapan hatinya. Sharingannya yang tadinya berputar-putar mengerikan kembali menjadi berwarna hitam kelam, membuat semua yang hadir menghembuskan nafas  lega.
Lalu, Menma terbang layaknya kupu-kupu mencari sang ayah. Tangan mungilnya menepuk-nepuk pipi ayahnya, berharap Naruto bangun. Namun, Naruto tetap tidak bangun. Tubuhnya mengeluarkan asap putih sebelum menghilang dengan suara Pop dan meninggalkan ceceran darah di lantai. Mata Menma berkaca-kaca.
Gaara maju dan meraih tubuh mungil Menma dalam gendongannya, sebelum Menma meledakkan tangisnya. Ia membuainya penuh sayang. “Tenang, sayang. Ayahmu tidak apa-apa. Itu hanya klonnya.”
“Daddaaa..?”
“Iya, ayahmu aman di Suna.” Jawab Gaara menenangkan Menma. Menma memiringkan kepalanya bingung. “Selama ini, ayahmu masih di Suna. Yang ke Konoha hanya klonnya.”
“Daaddaa..”
“Baik-baik saja. Nanti, aku akan mempertemukanmu dengan ayahmu lagi. Tapi, Menma harus janji jadi anak baik.”
“Njaaa jyiiih….” Celoteh Menma seolah paham.
“Anak pintar. Sekarang, Menma bersama Temari ba-san dulu ya? Ji-san ada keperluan penting,” katanya lalu menyerahkannya pada Temari. Gaara menunggu Menma jauh dari jangkauan sebelum meledakkan amarahnya.
“APA-APAAN ini, Sasuke!” raungnya. Tubuhnya bergetar penuh amarah, menunjuk tubuh tiga orang penyerang yang topengnya sudah terlepas. Ketiganya adalah mantan anak buah Sasuke di tim hebi, tim paling loyal pada Sasuke. Matanya menyala-nyala menatap Sasuke yang berdiri angkuh diantara kerumunan shinobi penting Konoha, khususnya para pemimpin klan. “Permainan apalagi ini?”
“Pertanyaan yang sama untukmu, Gaara. Sandiwara apa yang sedang kau mainkan bersama Naruto? Kenapa kau menyembunyikan identitas asli Menma selama ini?” balas Sasuke dingin. “Kau telah menipuku,” tambahnya terdengar mengancam.
“Untuk kebaikan Menma, tentu saja. Kau tahu bukan betapa istimewanya klan Uchiha? Jika mereka tahu Menma seorang Uchiha, mereka pasti akan menculik Menma dan menjadikannya….” Gaara terhenti. Lidahnya terasa pahit, teringat akan masa lalunya yang kelam. “…sesuatu yang tak ingin ku bayangkan.”
“Kenapa harus cemas? Ada Naruto yang melindunginya.”
“Naruto tidak bisa melakukannya,”
“Kenapa tidak bisa? Apa ia begitu dengki padaku karena Konoha lebih memilihku daripada dia, sehingga ia tak mau melindungi Menma?” cecar Sasuke.
“Serendah itukah penilaianmu pada Naruto?” tanya Gaara dengan ekspresi jijik.
“Seorang malaikat pun bisa berubah jadi iblis saat ia tahu harapannya kandas. Apalagi Naruto yang hanya manusia biasa,”
“Ck ck.. Aku tak tahu kau bisa sebegitu rendahnya. Jijik aku melihat mukamu,”
“Begitu pula denganku. Kalian adalah pasangan yang menjijikkan. Demi balas dendam dan kekuasaan, kalian tega memanfaatkan seorang balita tak berdosa,”
“Cabut ucapanmu itu!” raung Gaara. Dari tubuhnya menguar aura negatif. Cakranya memancarkan kebencian dan amarah.
“Memang itu kenyataannya.” Kata Sasuke acuh tak acuh. “Katakan padaku, dimana Naruto?”
“Kau mau apa?”
“Menyeretnya ke penjara tentu saja.”
“Kau tak akan berani,”
“Dan, kenapa tidak? Menyembunyikan anggota klan Uchiha adalah sebuah dosa yang sangat besar.”   
“Kau memang brengsek.”
“Terserah apa katamu. Dimana Naruto?” Gaara bungkam. “Apa ia begitu penakut hingga harus bersembunyi dibalik punggung Kazekage-sama dan juga ribuan rakyatnya daripada mempertanggung jawabkan perbuatannya?”
“Tutup mulutmu!”
“Oh, berarti benar. Dia memang berubah menjadi pengecut.”
“DIAM! Naruto bukanlah penakut ataupun pengecut.”
“Kalau begitu suruh dia keluar.”
“Dia tidak bisa.”
“Kenapa tidak bisa?”
“Karena NARUTO SEKARAT, BRENGSEKKK..!!”  Gaara menutup mulutnya. Ia tak percaya ia keceplosan. ‘Sial!’ umpatnya dalam hati.
Semua orang terkejut. Ruangan yang tadinya sunyi kini berdengung seperti sarang lebah. “Kau pasti bercanda. Naruto tidak mungkin…” kata Sasuke setelah suaranya kembali.
Dengan isyarat, Gaara menyuruh kerumunan shinobi itu pergi dan membiarkan Gaara bicara empat mata dengan Sasuke. Meskipun mereka dihantui rasa ingin tahu yang begitu tinggi, namun mereka tak menolak perintah Gaara. Dengan enggan, mereka meninggalkan ruangan, menyisakan Gaara dan Sasuke saja.
“Itu kenyataannya. Dia memang sekarat. Hidupnya tak akan lama lagi, karena itu aku setuju untuk membawa Menma kemari. Aku berharap Kakashi bisa membantu Menma menyembunyikan sharingannya. Dan, jika memungkinkan memintanya untuk mengadopsi Menma.” Jelas Gaara. Wajahnya tampak muram, diselimuti awan mendung.
“Seharusnya kau meminta bantuanku? Menma seorang Uchiha dan harus Uchiha yang mengasuhnya.”
Gaara menggelengkan kepalanya muram. “Kau tak mengerti keadaannya, Sasuke. Menma lahir dengan cara yang tak biasa. Ia…” Tangan Gaara bergerak-gerak tidak karuan, frustasi. “Apa kau tahu siapa ibu kandung Menma?” tanya Gaara mengalihkan topic. Sasuke tak menjawab. Ia memalingkan wajahnya dan itu menegaskan jika Sasuke sudah tahu. “Jadi, benar kau tahu.” Kata Gaara sambil tertawa getir, menertawakan permainan takdir.
“Aku bukan ayah Menma,” kata Sasuke.
Gaara mendengus. “Kau pikir aku percaya? Hanya kau seorang Uchiha yang tersisa di dunia ini,”
“Kalau kau berkata seperti itu, berarti Naruto tidak menceritakan semuanya padamu,”
Gaara menyipit, curiga. “Apa maksudmu?”
Sasuke tersenyum miring. Rupanya, Naruto tidak menyerahkan seluruh rahasianya pada Gaara. Berarti kedekatan GaaNaru tidaklah sebesar yang ia khawatirkan. “Naruto, atau tepatnya Kyuubi tidak mengandung Menma selama 9 bulan, melainkan 9 tahun. Kau pasti bisa berhitung bukan? Jadi, kau pasti bisa menebak Uchiha mana yang menghamili Kyuubi.”
“Itu tidak mungkin. Aku tak percaya. Kau pasti bohong.”
“Tidak itu kenyataannya. Saat perang dunia ninja keempat berakhir, Kyuubi sudah hamil. Karena itu, cakra negative sering menguar dari tubuhnya, dan itu membuat para penduduk Konoha ketakutan. Insting bertahan hidup mereka membuat mereka mengisolasi Naruto dan akhirnya memilihku sebagai pelindung mereka. Karena hanya aku yang bisa mengimbangi kekuatan Naruto dengan 9 bijuunya.”
“Aku masih tidak percaya. Kau hanya mengarang cerita untuk membenarkan tindakan kejammu,”
Sasuke memberikan Gaara sebuah gulungan yang beberapa hari lalu dibaca Sasuke dikantornya. Itu adalah salah satu gulungan rahasia milik klan Uchiha yang berhasil diterjemahkan oleh Kabuto.

Kyuubi adalah bijuu yang paling istimewa. Bukan hanya karena memiliki cakra paling besar, tapi karena Kyuubi satu-satunya bijuu betina. Dengan kata lain, ia bisa menghasilkan keturunan. Anak Kyuubi akan memiliki kemampuan seperti Kyuubi pula. Cakra yang menyerupai monster dan daya regenerasi mengerikan. Tapi,tak semudah itu Kyuubi memiliki keturunan. Kyuubi hanya bisa kawin dengan sesama bijuu atau seorang shinobi dengan cakra istimewa seperti klan  Uchiha. 

Kenapa Uchiha ? Karena Uchiha mewarisi sebagian kekuatan Rikudou-sama. Masa kehamilan Kyuubi relative panjang, hampir 9 tahun 10 bulan. Satu syarat lagi, Kyuubi hanya bisa dikawini saat ia berada di tubuh seorang jinchuuriki yang masih memiliki garis keturunan Rikudou-sama. 
Gaara terhenyak. Tubuhnya limbung dan merosot ke lantai. “9 tahun?” gumamnya. Jadi, sudah selama itu Naruto menderita? Oh, astaga. Bagaimana bisa ia tak menyadarinya? Ia baru menyadari penderitaan Naruto karena mengandung Menma saat..ukh..saat Naruto sudah hampir mendekati kelahiran. ‘Naruto?’ pikirnya muram. “Apa kau tahu, Uchiha mana tepatnya yang memperkosa Kyuubi?” tanya Gaara dengan suara lirih.
Sasuke menggeleng muram. “Aku tak tahu.”
Gaara memejamkan matanya rapat-rapat. Matanya terbayang pada wajah-wajah Uchiha yang saat itu berkeliaran di sekitar Naruto. Wajah-wajah gila yang hatinya dikuasai oleh kegelapan, seperti Madara, Obito, dan Itachi. Oh, Tuhan. Bukan mereka, kan? Tapi, siapa lagi yang bisa memilikirkan hal segila ini atau sekejam ini selain mereka? Hanya mereka yang mungkin.
“Sekarang apa yang akan kau lakukan dengan Menma?” tanya Gaara setelah keheningan melingkupi mereka.
“Aku akan mengangkatnya sebagai anak.”
“Lalu posisimu sebagai hokage?”
“Aku akan mengundurkan diri.”
“Hinata mungkin tak setuju,”
“Aku tak perduli. Toh aku menikahinya bukan karena aku mencintainya,” Alis super tipis Gaara terangkat, dengan isyarat meminta Sasuke menjelaskannya. “Aku setuju bertunangan dengan Hinata sebagai syarat agar aku bisa tetap tinggal di Konoha.”
“Kenapa harus Hinata? Masih ada kunoichi lainnya yang bisa kau pilih. Siapapun asal bukan kekasih Naruto.”
“Bukan aku yang memilih, tapi para tetua desa menyebalkan itu. Dan lagi, aku sudah meminta ijin pada Naruto dan ia tak keberatan. Ia meyakinkan aku, jika ia tak punya perasaan untuk Hinata,”
“Tentu saja. Apalagi yang bisa dikatakannya? Ia cukup tahu diri dengan kondisinya.” Celetuk Gaara sinis. Gaara tak menyebutkan istilah hamil, dan Kyuubi yang mengamuk, tapi ia yakin Sasuke pasti sudah mengerti.
“Ya dan bodohnya aku karena baru menyadarinya sekarang. Jika aku tahu, aku akan menolak tawaran para tetua dan memilih menemani Naruto.” Sasuke menatap Gaara. “Katakan padaku, kenapa Naruto bisa sekarat?”
“Itu karena Kyuubi. Naruto memforsir cakranya untuk menahan cakra negative Kyuubi yang ingin membunuh darah dagingnya sendiri. Itulah yang membuat tubuh Naruto dilanda kesakitan. Cakra Kyuubi menyakitinya tiada henti. Dan puncaknya saat menjelang kelahiran. Kyuubi nyaris lepas kendali. Untunglah Naruto berhasil menahannya dibantu bijuu-bijuu lainnya. Tapi, gara-gara itu pula, Naruto sekarat.”
“Lalu, klonnya?”
“Sebelum koma, Naruto berhasil menciptakan klon darah terkuat. Klonnya ini memiliki fungsi seperti tubuh aslinya dan punya sebagian kemampuan Naruto. Untuk memperkuatnya, Naruto membuat dua klon yang bertugas khusus untuk menyerap cakra alam. Itulah alasan kenapa klon Naruto begitu kuat, meski tubuh aslinya dalam keadaan tak sadarkan diri. Tapi, sepertinya kondisi Naruto semakin lemah. Kemampuan klonnya melemah seiring melemahnya tubuh Naruto. Mungkin, waktunya sudah tidak lama lagi,” kata Gaara dengan nafas tercekat, menahan sesak di dada.
Sasuke mendengarkan penjelasan Gaara. Wajahnya sama muramnya dengan Gaara. “Tinggalah sehari lagi di Konoha. Aku akan mengurus semuanya dan lalu pergi bersamamu ke Suna.”
“Kau mau apa?”
“Aku ingin berada di sisi Naruto di saat-saat terakhir.”
“Ku pikir itu bukan ide bagus. Kyuubi akan langsung menguasai tubuh Naruto dan mungkin menyerangmu. Ingat! Ia sekarang ini sangatlah obsesif, dikuasai kebencian membabi buta pada anggota klan Uchiha, dan juga brutal. Naruto saja kuwalahan menghadapinya.”
“Apa itu alasannya kenapa ia enggan ke Konoha? Dia bahkan berusaha menghindariku?”
“Ya, apalagi? Baik bukan Naruto?”
“Seperti itulah dia. Terkadang aku terpikir, apa ia tak punya keegoisan dalam dirinya sedikit saja? Kenapa ia begitu sangat perduli pada orang lain? Dan, kenapa ia selalu menyerahkan semuanya, bukan setengah-setengah, untuk membantu orang lain?”
“Mungkin saat lahir, karena kau sudah merebut persediaan sifat egois dari Kami-sama. Jadi, Naruto yang lahir di belakangmu tidak kebagian,” Sebuah gurauan muram meluncur dari bibir Gaara. Sasuke tidak tertawa. Begitu pula dengan Gaara. Keduanya sama-sama menyesalkan minimnya sifat egois Naruto hingga akhirnya menderita sendiri. “Sebaiknya kau pikirkan lagi rencanamu Sasuke. Resikonya sangat besar,” kata Gaara setelah hening beberapa saat.
“Itu resiko yang bersedia ku tanggung. Apapun alasannya, aku tak akan membiarkan Naruto, sahabatku, orang yang ku kasihi dan yang paling ku anggap penting berjuang melawan maut seorang diri.”
“Kau tak perlu melakukannya. Cukup jaga Menma. Itu saja Naruto sudah senang,”
“Tidak. Aku sudah memutuskan akan ikut denganmu ke Suna.” Putus Sasuke keras kepala.
“Sas…”
“Sudah cukup luka yang ku torehkan padanya. Ini saatnya aku memberinya kebahagiaan. Dan, aku berencana memulainya dengan berhenti memberi hadiah minimalis pada Naruto. Naruto berhak mendapatkan yang terindah dan terbaik yang bisa ku tawarkan padanya,” kata Sasuke panjang lebar. Gaara menatap Sasuke, menguji kesungguhannya dan Sasuke memperlihatkan ketetapan hatinya. Akhirnya, Gaara menghela nafas panjang sebelum akhirnya dengan terpaksa menyetujui.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar