Summary : Apa yang kamu
lakukan? Jika temanmu membatalkan rencana liburan bersama, dan kamu tak
mempunyai rencana cadangan. Padahal kamu sudah menunggu hari itu. Sasuke dan
Naruto menjawabnya dalam fic ini. SasufemNaru. One shoot. No sekuel. No BL.
DISCLAIMER
: Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Romance dan
Friendship Rating : T
WARNING : FemNaru, One Shoot alias langsung TAMAT. Jadi
jangan minta next chapter.
Pair : SaiIno, slight
SasufemNaru just rival
Satu
lagi fic gaje dari Ai, disela-sela kejumudan menyelesaikan fic Ai yang lagi
mentok nggak jalan-jalan. Semoga berkenan di hati para reader sekalian. Selamat
menikmati.
Don't
Like Don't Read
“Aduhhhh,
panasnya.” Keluh seorang gadis manis berambut pirang panjang yang diikat jadi
dua. Tangannya mengibas-ngibaskan sapu tangannya ke kanan dan kiri, mengusir
rasa gerah yang menyerang. Peluh menetes, turun membasahi dahi dan leher
Naruto, mengular seperti anak sungai.
“Hahh,
ini semua gara-gara Ino. Kenapa ia mesti pergi sama ibunya hari ini?” dumelnya.
Bibir cerry-nya ia poutkan, membuat paras wajahnya yang manis semakin terlihat
manis. “Buyar deh rencanaku hari ini.” gumamnya jengkel.
Naruto
menengadahkan kepalanya. Matanya menyipit, memandang matahari yang berdiri
gagah di atas langit sana, menyilaukan mata. Topi bundar warna kremnya, tak
mampu mengurangi sengatan teriknya mentari di musim panas ini. “Lebih baik aku
ngungsi ke toko buku saja, numpang baca komik. Malas balik ke rumah.” Gumamnya.
Kaki-kaki
rampingnya membawa gadis manis bernama Naruto, meninggalkan bangku taman yang
didudukinya. Ia berjalan beberapa langkah sebelum berhenti di sebuah toko buku,
lumayan besar di kotanya, bercat merah. Ia dorong pintu kacanya sedikit keras
dan memasukinya. Sejuknya angin dari AC yang berhembus, menyejukkan kulitnya
yang panas. “Ini baru surga dunia.” Gumamnya dengan senyum terkembang.
Naruto
dengan tubuh mungilnya bergerak secara efisien, menyelip diantara pengunjung
yang lain ke bagian deretan rak yang memajang komik. Matanya membulat penuh
minat, begitu mendapati edisi terbaru komik yang sedang digandrunginya
terpampang dengan manisnya. Ia ambil satu buku yang tak disampuli plastik,
numpang baca sebentar, lagi malas beli soalnya nggak ada doku.
Pas
lagi asyik-asyiknya baca, tangannya disenggol lengan orang yang di sebelahnya.
Dahinya berkedut jengkel karena sejak tadi dia terus saja menyenggolnya, well
terkadang juga menginjak kakinya, dan yang terpenting mengganggu konsentrasinya
dalam membaca.
Matanya
menengadah, berniat menyembur orang di sebelahnya. Wajahnya memerah, menahan
amarah yang sudah mau meluap. “Kau!” Katanya dua kali lipat jengkelnya. “Sedang
apa kau di sini, Teme?” Kata Naruto dengan kemarahan tertahan dan dalam volume
lebih pelan. Ia kan tak mau diusir dari toko dengan alasan mengganggu
pengunjung yang lain.
“Baca.
Kau tak lihat? Selain Dobe, ternyata kau juga buta.” Ejek Sasuke yang juga sama
jengkelnya dengan Naruto, melihat musuhnya ada di sebelahnya. ‘Kenapa sih dia
harus ketemu dengan seterunya itu di sini? Memangnya berantem di sekolah saja
nggak cukup apa?’ pikirnya geregetan.
“Aku
juga tahu itu.” kata Naruto penuh penekanan di tiap suku katanya. “Maksudku,
untuk apa seorang Uchiha sepertimu berada di tempat ini?”
Sasuke
menatap balik Naruto. Iris oniksya memindai penampilan Naruto hari ini, menyapu
dengan malas tubuh Naruto dari ujung kaki sampai ujung rambut. ‘Cukup menarik
dan well lumayan cute,’ batinnya menilai, ‘Tapi tak cukup untuk membuatnya tergoda.
OK, ia cukup terkesan, tapi bukan berarti ia mau ngajak jalan nenek sihir itu.
Hell no.’ Neraka harus membeku lebih dulu, sebelum Sasuke ngajak rivalnya ini kencan.
“Itu
bukan urusanmu. Aku tak punya kewajiban melaporkan kegiatanku padamu.” jawabnya
ketus.
Ia
sudah kesal gara-gara someone di sana yang udah dengan seenaknya meng-cancel
acara bersama mereka secara mendadak, hingga akhirnya ia terdampar di sini
bersama someone yang amat sangat dibencinya. ‘Oh, sungguh hari yang luar biasa
untuk mengawali liburan musim panasnya.’ Pikirnya sarkastik.
“Ini
gara-gara Sai. Dia seenaknya saja membatalkan janji denganku.” ujar Sasuke
lirih. Entah dapat dorongan dari mana, tiba-tiba saja ia mau curhat pada gadis di sebelahnya
itu. Mungkin ada malaikat nyasar yang lagi nemplok di sisinya, memberinya
pengaruh cahayanya agar Sasuke jadi orang baik. “Kau sendiri kenapa?”
“Sama.
Ino juga begitu. Dasar menyebalkan.” Dumel Naruto, mencoba menikmati bacaannya.
Ia butuh mengeluarkan uneg-unegnya, biar nggak kena panas dalam. Abaikan, kalau
mereka itu musuh abadi di sekolah.
Eh,
Sama? Membatalkan janji? Di hari libur? Mereka berdua?
Keduanya
yang sama-sama berotak encer, segera menyadari adanya ketidak beresan pada
sepupu mereka masing-masing. Tanpa dikomando, mereka dengan refleks menurunkan
komik yang lagi dibacanya dan membentuk posisi dua orang yang sedang bergosip
dengan serunya, benar-benar lupa dengan permusuhan mereka.
“Yamanaka
bilang apa padamu?”
“Dia
bilang, diajak pergi ibunya. Makanya nggak bisa pergi denganku. Sai, gimana?”
“Katanya,
ia diajak ayahnya mancing.”
‘Hmmm...,
mencurigakan.’ Batin keduanya kompak.
Keduanya
dengan sigap mengeluarkan HP masing-masing dari dalam saku bajunya, menghubungi
seseorang.
“Hallo!”
balas seorang wanita di seberang sana.
‘Eh,
tante. Kenapa tante yang menjawab telepon?’ batin Naruto bingung. Ia
mendekatkan HP-nya dan berkata lembut, “Maaf tante, apa Ino-chan ada di rumah?”
“Oh,
Ino. Ia sedang pergi bareng Sai ke Konoha Land.”
‘Dasar
pembohong.’ Dumel Naruto tentu saja dalam hati. “Oh, gitu ya, Tante. Maaf sudah
mengganggu. Titip salam untuk om dan Ino-chan kalo sudah pulang ya.” kata
Naruto sebelum menutup telepon dengan wajah merah padam, terbakar amarah,
karena merasa dibohongi sepupunya.
Di
saat yang sama, Sasuke sedang menelepon kediaman Danzo, ayah Sai. Dan di luar
dugaan, yang mengangkat telepon ayahnya Sai yang katanya lagi pergi mancing.
Hm, ketahuan deh belangnya. “Hallo, Ji-san. Sai ada?” tanya Sasuke berusaha
tetap tenang.
“Sai
lagi belajar kelompok bareng Yamanaka. Baru saja ia pergi. Ada perlu apa?”
“Oh,
bukan masalah penting, hanya mengajaknya main ke toko buku. Bye, Ji-san.” Kata
Sasuke mengakhiri panggilan.
Naruto
dan Sasuke saling melirik. Wajah keduanya sama-sama merah, bukan karena malu,
tapi marah. Otaknya mereka dengan kompak berfikir hal yang sama. ‘Dua orang itu
sudah membohongi kita. Mereka pasti lagi kencan. Kurang ajar. Kurang asem.
Teganya. Dasar sepupu brengsek.’
“Kita
harus balas mereka.” kata Sasuke.
“Aku
setuju. Seenaknya saja ia batalin janji. Kau ada ide?” kata Naruto sepakat.
“Gimana
kalo kita tunggu mereka di depan stasiun? Lalu kita kejutkan mereka! Biar tahu
rasa.”
“Sepakat.
Tapi ngomong-ngomong, selama nunggu mereka, kita ngapain? Masa bengong?”
“Is
ya nggaklah. Aku mau jalan-jalan dulu. Mau ikut?”
“Oke
lah, daripada nganggur.”
Dengan
kalimat terakhir, keduanya sama-sama meninggalkan toko buku itu. Pertama,
mereka mengunjungi game center, mencoba beberapa permainan. Mereka berlomba dan
bersaing di tiap game set, seperti di sekolah. Bedanya, mereka lebih
menikmatinya. Buktinya tawa mereka terdengar di tiap akhir permainan. Ya iyalah
mereka memenangkan hampir semua permainan. Tangan mereka kini penuh dengan
hadiah dari berbagai game.
Mereka
juga mencoba, memasuki beberapa toko yang menarik perhatian mereka. Keluar dari
sana, tangan keduanya menenteng tas isi belanjaan berupa anime figgure, boneka,
dan pernak-pernik lainnya. Senyum puas terkembang di wajah keduanya. Sama
sekali tak memperlihatkan kalo dua orang itu musuhan seperti kucing dengan
anjing jika di sekolah.
Lelah
bermain, mereka pergi ke cafe, beli kue. Mereka duduk berhadapan di dekat sudut
ruangan, sambil menunggu pesanan mereka tiba. Mata Sasuke mengamati seisi cafe.
Banyak pasangan yang menghabiskan waktunya di kafe ini, bermesraan. Sasuke
bahkan melihat dua orang sedang berpegangan tangan dibalik alas meja. Hal itu
sukses membuat Sasuke jengah.
Kini
pandangannya beralih pada teman ken- ehem partner crime-nya yang lagi asyik
membuka-buka hasil belanjaannya. Mata Sasuke menjelajah, memindai dengan detail
wajah rivalnya itu. Hm, kalo dilihat-lihat Naruto itu manis juga, imut, dan
senyumnya secerah mentari. Kenapa ia baru nyadar sekarang? ‘Sibuk berantem,
sih.’ Jawab inner-nya.
“Ehem...”
Sasuke berdehem. Naruto mendongak, memperlihatkan iris safirnya yang mampu
menghipnotis tiap orang yang melihatnya. Sasuke berkedip, mengusir serangan
genjutsu yang datang tiba-tiba. Masa, seorang Sasuke terpesona oleh cewek DOBE
di depannya? Padahal kan nilai mereka terpaut sedikit di sekolah, masa dibilang
dobe? Naruto hanya kalah di bidang seni saja, kok.
“Ada
apa?” tanya Naruto heran.
“Kita
makan di taman saja.”
“Loh,
kenapa? Tempat ini kan enak, adem pula. Ada AC-nya sejuk sriwing-sriwing. Nggak
kayak di taman. Pasti tempat itu sudah panas sekarang.”
“Kau
tak lihat sekeliling kita?”
Naruto
mengernyit bingung. Tapi, ia menuruti permintaan Sasuke, untuk memperhatikan
sekeliling. Ternyata banyak pengunjung yang memenuhi kursi yang tersedia. Dan
usia mereka sepantaran dengannya dan Sasuke. Senyum di bibirnya terkembang.
“Bagus kan, rame. Pasti kuenya enak. Makanya laris. “ Katanya dengan lugunya.
Sasuke
ingin tepuk jidat, nggak ngerti dengan cara berfikir rivalnya itu. Dia ini
sebenarnya polos apa bego, sih? Masa nggak ngerti juga. ‘Ah, dasar dobe,
tulalit, cewek oon.’ Maki Sasuke dalam hati. “Kita pergi.” Kata Sasuke akhirnya.
Lama kelamaan di sini membuat moodnya yang lagi naik anjlok seketika.
Naruto
hanya bisa menghela nafas panjang, beranjak dari kursinya ogah-ogahan,
mengikuti Sasuke. Mereka membungkus pesanan mereka dan menghabiskannya di
taman, di bawah pohon rindang. Angin nan sejuk membelai tubuh mereka,
meninggalkan jejak sejuk di tubuh keduanya. Dengan penuh khidmat, keduanya
menghabiskan makan siangnya.
“Waktunya
bentar lagi. Kita ke stasiun sekarang.” Sasuke memperlihatkan jam tangannya.
“Em.”
Balas Naruto acuh tak acuh, masih sibuk dengan kuenya. Mulutnya belepotan
dengan remahan kue dan ada sedikit noda saus di ujung bibirnya.
Sasuke
memutar bola matanya, jengah. Selain dobe, tulalit, oon, ternyata ia juga
kurang tata krama. Makannya berantakan banget. “Kau itu seperti anak kecil.
Makannya belepotan.” Tegurnya.
Tanpa
disadarinya, tangan Sasuke mengusap ujung bibir Naruto yang belepotan saus
dengan jarinya. ‘Lembut,’ pikirnya begitu kulitnya menyentuh tekstur bibir
Naruto. ‘Apa rasanya juga selembut itu jika ia menjilat bibir peach ini?’
pikirnya makin ngawur, dengan lancang mengusap-usap bibir bawah Naruto. Wajahnya
mendekat mencoba mengecup bibir itu sekilas, tapi gagal karena teguran Naruto
mengembalikannya ke daratan.
“Kamu
mau ngapain?” tegur Naruto dengan dahi berkerut dan kedua alisnya saling
bertaut bingung dengan tindakan aneh seterunya itu. Matanya yang bulat menatap
Sasuke polos, sama sekali tak menyadari lamunan penuh nafsu yang menari-nari di
otak Sasuke.
“Hn.”
Sasuke berdehem untuk mengembalikan harga dirinya. Bisa-bisanya ia berfikiran
untuk mencium gadis dobe itu. Dia benar-benar sudah gila. Apa jomblo membuat
otaknya jadi sinting? “Bukan apa-apa. Aku hanya salah lihat.” Jawab Sasuke
membuat alasan untuk membenarkan tindakannya.
“Memang
apa yang kau lihat?”
“Ku
pikir aku melihat nyamuk di pipimu.” Jawab Sasuke yang hanya bisa merutuki
mulutnya yang idiot. ‘Mulut busuk. Apa yang kau katakan? Nyamuk? Ada nyamuk di
pipimu? Hell no. Tak bisakah kau mencari alasan yang lebih masuk akal?’ gerutu
Sasuke heboh dalam hati.
“Nyamuk?
Di musim panas?” tanya Naruto sambil memberi Sasuke tatapan
Memang-kau-sudah-gila.
Sasuke
dengan geram membalasnya dengan tatapan aku-tidak-gila. “Makanya ku bilang
salah lihat. Hewan bersayap warna hitam, kecil, dan suka menclok di tubuh
makhluk hidup yang terpikir olehku hanya itu.”
“Kau
bisa bilang lalat, kan? Lalat buah misalnya.” Jawab Naruto memberi alternatif.
“Hn.”
Gumam Sasuke malas meneruskan debat nggak penting itu. Itu hanya akan
membuatnya terpojok dan ketahuan deh mengada-ada banget alasannya. “Kita
berangkat sekarang.”
“Yup.”
Kata Naruto membereskan kekacauannya. Bungkus kuenya sudah ia buang di tempat
sampah. Tempat yang ditempatinya sudah bersih seperti semula seolah tak pernah
dijamah oleh manusia.
Naruto
dan Sasuke berjalan kaki dalam diam menuju stasiun yang tak jauh dari mereka.
Mereka memilih berdiri di dekat pintu gerbang untuk memastikan Ino dan Sai
tidak akan lolos dari mata keduanya. Senyum sinis dan evil terpasang di wajah
Naruto, kalo Sasuke sih masih anteng. Entah bagaimana reaksinya nanti, kalau sepasang
kekasih yang juga sepupu-tukang-ingkar-janji mereka itu muncul.
Setelah
lima menit menunggu, akhirnya mereka muncul juga. Sai tampak menggandeng Ino
yang tersenyum malu padanya. Di tangannya, mereka menenteng beberapa tas kertas
aneka warna, mungkin berisi hasil belanjaan mereka.
‘Dunia
milik berdua. Yang lainnya ngontrak.’ Pikir Sasuke dan Naruto jengah dengan
kemesraan yang diumbar pasangan SaiIno.
“Ehem.
Sai apa kabar? Lama tak jumpa. Aku baru tahu kalau sekarang ayahmu hobi pake
rok.” Sindir Sasuke dengan sudut perempatan menghiasi wajah tampannya.
“Ini
tante, Ino? Wah, cantiknya? Tapi kenapa di mataku, ia seperti Sai?” sindir
Naruto tepat di depan SaiIno yang saling merapatkan diri karena terintimidasi oleh
aura Sasufemnaru yang gahar itu. Tubuh keduanya saling menggigil, dipenuhi
perasaan bersalah.
“Gimana
rasanya? Enak ya, yang habis liburan ke Konoha Land?” Teriak SasufemNaru
bersamaan dengan emosinya.
SaiIno
yang dihantui perasaan bersalah
langsung meminta maaf. “Maaf, Nar. Maaf. Aku tak bermaksud membatalkan rencana
kita. Tapi, Sai tiba-tiba mengajakku kencan. Jadi aku...”
“Ooo,
jadi sekarang Sai lebih penting daripada
aku, sepupumu dan sekaligus sahabatmu sendiri. Kau tega, Ino.” Naruto melipat
kedua tangannya di depan dada, menahan kepalan tangannya agar tak melayang di
pipi sepupu yang amat disayanginya itu.
“Aku
benar-benar minta maaf. Aku merasa sangat bersalah. Karena itu..karena itu..aku
membelikanmu oleh-oleh ini. Aku tahu kau...”
“Kau
mau menyogokku?” teriak Naruto tak percaya.
“Bukan
begitu, Nar. Aku sungguh-sungguh merasa bersalah padamu karena itu aku
membelikan ini khusus untukmu.”
Naruto
berkacak pinggang. Wajahnya yang masam dan bibir yang berkerut tipis,
menunjukkan kalau ia masih berniat meluapkan segala uneg-unegnya. Tapi teriakan
SasuSai di sebelah sana yang juga sama-sama tinggi mengganggu indera
pendengarannya, dan berhasil membuatnya terdiam.
“Oh
mengertilah, Sas. Kami ini sepasang kekasih yang lagi jatuh cinta. Wajar bukan,
jika kami ingin berkencan pada liburan musim panas ini?”
“Tapi
tidak dengan cara seperti ini. Kau membuat kesalahan tiga kali. Pertama kau
membatalkan janji. Kedua kau berbohong. Ketiga, kau sudah membuat waktuku
terbuang sia-sia hanya untuk menungguimu seperti orang bodoh.” Sembur Sasuke.
Sai
mengedipkan bulu matanya seperti orang bego. Ia masih memproses kosa kata aneh
yang terucap dari bibir sepupu sekaligus sahabat sejatinya itu. Dia bilang,
Sasuke menungguinya. Tunggu, Sasuke menungguinya? “Kau menungguku dan Ino di
sini dari tadi?” tanya Sai untuk memastikan.
“Bukan
dari tadi. Kami hanya menunggumu selama 5 menit. Tapi, tetap saja itu
menyebalkan.” Jawab Naruto, membuat Sai dan Ino saling bertukar pandang
keheranan.
“Kami?”
tanya keduanya serempak.
“Iya,
kami. Aku dan Sasuke. Ada masalah?”
“Jadi
kalian berdua di sini, menunggui kami dari tadi?” tanya Sai yang dibalas anggukan kepala oleh Sasuke dan Naruto.
“Berarti kalian kencan, dong?” celetuk Ino
usil.
Naruto dan Sasuke saling pandang dan refleks mereka berteriak dengan
kompak, “BUKAN...!” yang membuat pasangan SaiIno tertawa geli. Duh, nggak jujur banget sih
mereka. ‘Jelas-jelas sedang kencan. Masih juga mau mengelak,’ batin keduanya.
“Kami tidak kencan. Hanya kebetulan bertemu di
jalan.” tutur Sasuke terdengar panik. Baru sekarang ia
mengerti apa saja yang dilakukannya seharian ini bersama Naruto. Itu mirip
kencan juga, kan?
“Iya,
betul. Kami tidak kencan. Kami hanya jalan-jalan di game center, belanja
sedikit, dan makan di kafe bersama. Itu saja tak lebih.” jawab Naruto dengan
lugunya.
Sai
dan Ino sweatdrop mendengarnya. ‘Itu namanya kencan, Naru-chan. Ni orang
tulalit banget sih.’ Pikir keduanya.
Terkadang
Ino tak habis pikir dengan sepupunya iu. Dia itu kalau soal pelajaran emang
jago, buktinya ia selalu dapat ranking 2 dari SD sampai SMU, rangking satu-nya
Sasuke. Namun, kalau sudah soal asmara, bebalnya minta ampun. Padahal kan banyak cowok yang
naksir dia.
Ia
mendadak merasa kasihan pada siapapun cowok yang naksir sepupunya itu. Jalan
untuk mendapatkan hati seorang
Naruto akan sangat sulit, penuh liku,
dan dihiasi puncak-puncak nan terjal yang harus didaki.
Mereka harus ekstra sabar dengan kebebalan dan ketidak pekaan Naruto. Semoga
saja mereka tidak gila duluan sebelum membuat Naruto jatuh cinta pada mereka.
Sasuke
memutar bola matanya jengah dengan ketelmian, ketulalitan, dan kedobean cewek
yang dari SD sudah jadi rivalnya itu. Mungkin sifat polosnya itulah yang
membuat Sasuke yang dari dulu anti cewek tertarik padanya dan mau meladeninya,
meski hanya untuk berbalas cacian.
Sungguh
kekanak-kanakan. Sasuke tahu itu. Akan tetapi, ia tak sanggup menahan godaan
melemparkan beberapa cacian hanya untuk membuat kedua alis Naruto bertaut
saling menyatu, dahi berkerut, bibirnya menipis, wajah merah padam dan lalu
mencak-mencak seperti orang kesambet. Ia suka ah bukan tapi sangat menyukai
ekspresi Naruto yang lebih jujur dan innosen itu.
“Sudahlah
tak usah dibahas lagi. Kita cari makan, yuk? Perutku lapar.” Kata Ino.
“Aku
juga. Semuanya aku traktir deh.” Bujuk Sai untuk meredakan amarah Sasuke.
“Kau
lagi banyak duit, Sai?” tanya Sasuke heran.
“Enggak
juga. Kebetulan aku baru dapat honor melukis. Lukisanku dimuat di koran.”
“Wah
hebat, dong. Kalau begitu aku tak perlu sungkan lagi.” kata Naruto sambil
menepuk perutnya yang sudah lapar lagi.
“Tapi
jangan yang mahal-mahal.” Kata Sai secepatnya. Ia takut dompetnya kosong hanya
untuk membuat gadis gembul, sepupunya Ino itu kenyang. Dia kan doyan makan,
meski herannya badannya tetap langsing. “Ayo kita lanjutkan double date kita!”
teriaknya penuh semangat.
“Harus
berapa kali ku bilang?” teriak Naruto dengan jengkel menjitak kepala Sai. “Kami
tidak kencan.”
“Iya-iya,
ngerti. Kalian Cuma jalan-jalan berdua saling berpegangan, makan di kafe nan
romantis berdua, belan...”
“Kami
tidak melakukan hal-hal seperti itu.” teriak Naruto dengan bulu kuduk meremang.
Ia tak tahan, bahkan meski hanya dalam bayangannya saja. Terlalu mengerikan
untuk dibayangkan soalnya.
Dan
akhirnya acara mereka pun dilanjutkan dengan makan siang bersama-sama di kedai
ramen. Sasuke hanya memesan jus tomat kesukaannya. Ia sudah makan tadi, jadi
perutnya masih kenyang. Sai dan Ino memesan satu mangkok ramen berdua. Sungguh
so sweet pasangan yang lagi dimabuk asmara itu. Nah, sebagai gantinya Naruto
pesan tiga mangkok sekaligus. Dan semuanya ludes masuk ke perutnya semua. Tuh
kan, beneran. Naruto itu gembul.
Usai
dari acara kencan dadakan yang tak terencana itu, hubungan SasufemNaru masih
juga tak membaik. Mereka masih terlibat dalam perseteruan sengit. Yeah
setidaknya dari kaca mata Naruto yang selalu memandang Sasuke dengan penuh nafsu ingin mengalahkan.
Tapi,
tidak demikian dengan Sasuke. Ia memang masih meladeni Naruto dengan bertukar
cacian, ejekan, dan sindiran kejam seperti biasanya. Tapi, ada yang lain lagi
yang mewarnai hubungan mereka. Entah kenapa, jantung Sasuke selalu berdegup
kencang jika berada di dekat Naruto. Matanya tak bisa lepas dari wajah Naruto
khususnya bagian bibirnya. Untunglah Sasuke bisa menutupinya dengan baik
sehingga gadis itu tak curiga dan memandang aneh pada Sasuke.
Mungkin
suatu saat Sasuke bisa mengatasi perasaan itu dan Sasuke akan jatuh cinta pada
wanita lain yang lebih memenuhi kriterianya. Atau mungkin juga tidak. Karena
entah kenapa wajah Naruto itu begitu bandel, tak mau lepas dari pelupuk
matanya, membayangi tiap mimpi-mimpinya, bahkan jadi obyek mimpi basah.
“Oh,
Shit. Sial benar-benar sial.” Gerutunya malam itu yang dengan terpaksa mencuci
boksernya yang basah secara diam-diam, agar tidak ketahuan ibunya atau lebih
buruk lagi baka-anikinya.
Kenapa
harus Naruto? Mau ditaruh dimana mukanya kalau ia ketahuan naksir gadis itu?
Semoga saja ia bisa segera lulus dan tak perlu bertemu lagi dengannya. Orang
bilang, ‘jauh di mata jauh di hati.’ “Iya, kan?” tanyanya sedikit sangsi.
Dan
cerita ini pun diakhiri dengan.....
THE END
Maaf
jika endingnya tak jelas dan tak sesuai yang diharapkan. Namanya juga one
shoot. Oke-oke dengan ini, Ai mohon reviewnya ya. Ai tunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar