Selasa, 06 Desember 2016

MISTERI ORANG SEBELAH



Malam sudah sangat larut, hampir dini hari, namun Aisyah belum juga tidur. Ia masih sibuk belajar menghafal materi kuliah minggu lalu. Padahal, teman-teman sekamarnya yang lain sudah tidur sejak pukul 10 tadi. Ai beralasan, “Besok, ada kuis.” Ia tak mau mendapat nilai jelek, karena itu ia belajar sangat keras. Maklumlah, IPB terkenal dengan susah mendapat nilai bagus. Nilai C saja mereka sudah sujud syukur, apalagi dapat nilai B atau A?
Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin merambat memcemari udara dengan suhu dingin yang menusuk tulang, Telinga Ai menangkap suara deru angin berhembus, berputar-putar di kamar layaknya badai, menggerak-gerakkan tirai kamarnya. Ai mengerjabkan bulu matanya yang lentik. Ia baru sadar, jika sejak tadi ia belum menutup jendela kamarnya. Pantas saja udara terasa sangat dingin sejak tadi.
Ia meletakkan diktatnya di atas meja. Ia mengulet-uletkan tubuhnya sejenak, untuk melenturkan otot-otot tubuhnya yang kaku karena sejak tadi duduk dengan posisi yang sama dalam waktu relative panjang, barulah ia berdiri meraih gerendel jendela kamarnya. Ia menarik gerendel itu hingga jendela kamar Ai tertutup sempurna dan angin malam tak lagi leleuasa bergerak menembus kamarnya.
“Hoahmmm…nyammm nyammm..” Akhirnya rasa kantuk itu datang juga. Segelas White Coffee luak yang tadi diminumnya sebelum belajar, tak lagi dapat menghalangi dorongan tidur.  Ai pun menyerah. Ia mematikan lampu belajarnya dan bersiap-siap untuk tidur.
Ia sengaja tidak mematikan lampu kamar karena Dewi, salah satu teman sekamarnya yang tidur di ranjang di atas ranjang Ai (ranjang tiap kamar di Asrama Putri IPB semuanya bertingkat 2. Jadi satu kamar bisa dihuni empat orang) takut gelap. Jadi, kamarnya dibiarkan menyala. Toh, teman-teman sekamarnya yang lain juga tidak keberatan dengan lampu yang tetap menyala.
Ai baru saja membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya, ketika ia mendengar suara ketukan pintu di kamarnya. Tok..tok…tok… Ai menarik selimutnya sebatas sampai pundak. Dengan malas dan tentu saja hati yang luar biasa dongkol (Ai ngedumel dalam hati), ia berkata, “Siapa?”
“Orang sebelah. Bolehkah aku masuk sebentar?” jawab tamu tak diundang itu.
“Tidak bisakah besok saja? Ini sudah sangat larut dan aku sangat ngantuk.” Tolak Ai secara halus.
“Ini penting,” jawabnya terdengar sangat mendesak.
Ai mengerang panjang. Ia menendang selimutnya hingga jatuh dari atas ranjangnya. Ia tidak sampai hati menolak permintaan Sita, teman sebelah kamarnya yang sudah demikian baik padanya selama ini. Jika bukan karena dia, Ai mungkin tak bisa kuliah di IPB. Maklumlah, Ai kan bukan termasuk murid yang luar biasa cerdas. Otaknya tergolong pas-pasan. Masuk IPB murni factor keberuntungan. Untung teman-temannya yang lebih pintar tidak mengambil undangan PMDK di IPB.
Setelah melewati serangkaian nasib buruk dari kepala yang membentur tiang tempat tidur, tubuh menubruk meja belajar Dewi yang kebetulan dekat pintu, Ai akhirnya berhasil membuka pintu kamarnya. Dengan mata yang masih sayu, karena factor kantuk, ia melihat tamu tak diundang tengah malam ini.
“HAI….!” Sapanya memamerkan gigi-gigi putihnya yang tampak runcing.

Wajah Ai memucat begitu ia tahu siapa tamu tak diundang itu.. Bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya berdiri semua.   Matanya terbelalak lebar. Dia benar-benar orang sebelah. Tapi, bukan teman sebelah kamar, melainkan orang…orang… “GYAAAA…!” jeritnya malam itu sebelum kegelapan menariknya ke dalam ketidak sadaran.
Ai tak tahu apa teriakannya itu akan membangunkan teman-teman sekamarnya atau bahkan teman-teman seasramanya. Ia tak perduli. Ia terlalu ngeri untuk peduli pada mereka.
Bagaimana ia tidak takut? Orang sebelah itu benar-benar orang sebelah dalam arti denotatif. Tubuhnya benar-benar hanya sebelah saja. Ia hanya punya satu tangan; satu kaki; dada, kepala, punggung, pinggul, leher yang dibelah jadi dua. Organ-organ dalamnya tampak menonjol dari balik irisan tubuhnya. Darahnya basah, menetes dari balik kulit yang menggelenyar, memar, seperti habis dilindas kendaraan bermotor. Dan, yang mengerikan ia menyeringai pada Ai dengan mata menonjol seperti mau keluar dari cangkangnya. Hiyyy… seram.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar