Summary : Semua orang tahu
kemesraan yang terjalin antara Uzumaki dan Uchiha itu seakur kucing dan anjing.
Tapi kenapa Kakashi-sensei malah memaksa Naruto membuat surat cinta pada
Sasuke, sang seteru abadinya, dengan alasan tugas sekolah? Akan jadi apa surat
cintanya ya? SasufemNaru, One shoot.
DISCLAIMER
: Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Romance dan
Friendship Rating : T
WARNING : Bertebaran typo, FemNaru, hasil SKS, tak sesuai
EYD, bikin kepala pening dan muntah-muntah, gaje and many more.
Ps :
Sebelum baca, lihat warning. Pairing SasufemNaru. Jangan tertipu ya.
Chekidot.
Don't
Like Don't Read
Chapter
one
Naruto
menatap marah lembaran kertas di atas mejanya. “Ini mengerikan.” Gumamnya tak
percaya. Kertas itu direnggut paksa, diremas-remas hingga jadi bola lalu
berakhir di keranjang sampah, bersama kertas-kertas sebelumnya.
Ia
kembali mencoret-coretkan penanya di atas lembaran putih, sebelum berhenti.
‘Buruk.’ Pikirnya. Lagi-lagi kertas itu berakhir di keranjang sampah yang sudah
penuh dengan gumpalan-gumpalan kertas tak berbentuk. Tak putus asa, ia mencoba
mengguriskan beberapa kata dan lagi-lagi seperti sebelumnya. Kertas itu pun ia
lemparkan serampangan ke sudut ruangan.
“Arrrggghhh...”
Naruto mengerang panjang. Ini mengerikan, tidak sangat mengerikan. Tugas ini
terlalu berat untuknya. Tugas yang mustahil berhasil ia selesaikan, meski ia
bukanlah tipe orang yang gampang menyerah. Tapi sungguh kali ini, jujur ia
menyerah. Ia sudah mengibarkan bendera putih.
“Fuhhh...”
Naruto menghela nafas panjang. Tarik dalam-dalam lalu lepaskan. Tarik lagi
lepas. Tarikkkk lepas. Persis seperti ibu hamil yang sedang berlatih saat akan
melahirkan.
Bosan
dengan semuanya, kini perhatiannya teralih pada poni panjangnya. Ia meniup poni
yang menutupi dahinya lembut, membuat poninya naik turun seperti ombak. Ini
lebih baik dan lebih menenangkan perasaannya yang kacau balau daripada latihan
pernafasan macam ibu-ibu hamil.
Ia
menghela nafas lagi. Sadar, ia tak bisa selamanya melarikan diri. Besok suka
tak suka, ia harus sudah menyelesaikan tugas sialan dari Kakashi-sensei, guru
baddas di sekolahnya. Jadi perhatiannya kembali ia curahkan pada lembaran
kertas putih dan pena yang terselip diantara jari-jemarinya.
Meski
demikian tangannya tak kunjung juga menodai kertas bersih itu dengan noda
hitam. Pikirannya buntu. Tak ada satupun kata-kata menarik yang ia pelajari
selama ini, muncul dalam benaknya. Kosong, hampa, dan tak ada greget sama
sekali. Dipaksakan seperti apapun juga tak bisa.
Ia
menyerah kalah, mencoba merangkai untaian kata nan indah untuk tugasnya. Ia
menyamankan diri, menyandar pada punggung kursi. Kepalanya menengadah, menatap
langit malam tanpa hiasan bintang satu pun. Hanya sinar temaram lampu kota yang
jadi penghiasnya.
Kelamnya
langit malam yang tersaji ini, mengingatkan Naruto pada sosoknya. Sosok itu
juga memiliki iris sekelam malam. Onixnya yang dengan kejam menjelajahi tiap
mata yang dipandangnya, seolah meneriakkan ‘Aku tahu rahasiamu’. Ditambah
dengan seringai menyebalkan itu, sungguh ia layak untuk dibenci.
Hanya
dalam satu kali pandangan, Naruto sudah langsung memutuskan untuk membencinya.
Tapi ia juga menerima lawan yang sepadan dalam urusan membenci. Lawannya itu
juga tak kalah bencinya padanya. Jalinan kebencian dan permusuhan diantara
mereka begitu erat dari awal masuk SD hingga kini.
MUSUH
BAIKNYA ini sering terlibat gesekan dengannya. Konfrontasi diantara mereka
sering terjadi, baik ringan maupun berat, baik yang hanya sekedar bertukar
sindiran, cacian, hingga perkelahian. Yup mereka sering terlibat baku hantam
juga yang berakhir di UKS dengan lebam-lebam dan luka di sekujur tubuhnya dan
musuh baiknya itu.
Kalo
dipikir-pikir, ia nyaris tak pernah melewatkan sedikitpun pertemuan mereka
berakhir damai. Kata ‘damai’ ini jauh sekali dari mereka seperti bumi dan
langit. Mereka secara tak tertulis, seolah setuju untuk tidak pernah setuju
dalam hal apapun.
Tapi
kini ia harus menulis surat pada-NYA. Bukan sepucuk surat tantangan, apalagi surat
biasa, tapi SURAT CINTA. Surat cinta saudara-saudara. Surat cinta untuk Sasuke?
HELL, NO. Itu tak akan pernah terjadi sepanjang ia masih bisa bernafas.
Sayangnya semua tak segampang itu.
Dan
itu membuat Naruto menyumpah serapahi gurunya aka Kakashi sensei dan
melemparkan beberapa kutukan untuknya juga. Dia tidak memberinya banyak
pilihan. “PILIH! Bikin surat cinta untuk Sasuke, atau nilai nol di
pelajaranku.” Katanya, menghiraukan segala protes yang Naruto layangkan.
Naruto
menghela nafas panjang, lelah. Ia tentu saja tak sebodoh itu memilih pilihan
kedua sebesar apapun kebenciannya pada Sasuke-Teme itu. Tidak, terima kasih. Ia
masih waras. Dan itulah yang membuat Naruto terjebak di depan meja belajar dengan
selembar kertas dan pena.
“Aaarrrrggghhh...”
Erangnya lagi.
Kenapa
sih Kakashi-si-guru-maniak-terlambat itu harus memberi tugas ini? Kenapa harus
surat cinta sih? Kenapa ia tak disuruh membuat surat duka cita saja untuknya?
Ia pasti akan melakukannya dengan senang hati dan pasti sudah menyelesaikannya
dari beberapa hari yang lalu.
Otaknya
kembali mengingat tepatnya percakapannya dengan sang sensei.
Flashback
“Sensei. Bolehkan saya membuat surat selain surat cinta?”
kata Naruto penuh harap mengejar sang sensei di koridor.
“Tidak bisa. Materi pelajaran kita kan tentang surat
cinta. Ingat?” tolak Kakashi-sensei.
“Ingat.” Kata Naruto lirih, tapi tak menyerah dan masih
berusaha protes. “Tapi.. bisakah saya mengganti partner saya? Orang yang harus
saya kirimi surat cinta itu?”
“Tak bisa. Ini kan sudah jadi kesepakatan kita bersama.”
Kata Kakashi sensei lelah. Ia memandang Naruto tajam. “Kalian kan teman
sebangku, tak bisakah kalian setidaknya berdamai? Kalian tak bosan bertengkar
terus?”
Dalam hati Naruto melayang sumpah serapah pada orang gila
yang dengan lancangnya, selalu menempatkan mereka berdua sekelas, bahkan
sebangku. Wajah Naruto tertekuk ke dalam, masam. “Katakan itu padanya juga. Dia
yang memprovokasiku duluan.”
“Kau juga kan punya andil.” Tegur Kakashi. Ia menghela
nafas panjang lelah, meski tak selelah Yamato sang guru BP dan Iruka sang wali kelas, yang selalu mengurus dua
orang musuh bebuyutan itu.
“Anggap saja ini latihan agar kalian bisa bersikap lebih
dewasa. Bermusuhan itu melelahkan lho. Waktu itu lebih indah dan berharga untuk
disia-siakan dengan permusuhan tak penting.” Ujarnya mengakhiri pembicaraan.
End Flashback
Naruto
mendengus. ‘Sensei gampang ngomong seperti itu.’ batinnya dongkol. ‘Bukan
Sensei yang diejek, diremehkan, dan dipandang sebelah mata. Tapi aku.’
Tambahnya dalam hati.
Naruto
mengalihkan pandangannya. Kini ia menangkupkan kedua tangannya di atas meja dan
membiarkan kepalanya tergeletak di atasnya. Kepalanya dimiringkan, memandang
bunga kaktus di atas pot hadiah Kyuu-nii yang ia letakkan di atas meja belajar.
Sungguh bukan pemandangan indah yang ingin dilihatnya.
Meski
sudah dirawat Naruto sekian lama, tapi kaktus itu tak kunjung berbunga. Ia
masih berupa batangan nan gemuk berwarna hijau dan berduri tajam. Mungkin hal
istimewa dari bunga ini hanya terletak pada durinya yang berwarna kuning,
memberi sentuhan indah pada bunga membosankan itu.
Naruto
lebih detail lagi mengamati sang kaktus. Kalo dipikir-pikir sejarah Sasuke dan
Naruto seindah kaktus, penuh duri, dan bukan hal yang menyenangkan untuk
dibicarakan. Mereka menyadari 100% kalo mereka saling membenci, tak segan
saling menjatuhkan satu sama lain di setiap kesempatan. Kalo perlu DO. Ya,
kaktus bisa menggambarkan hubungan keduanya.
Tunggu
kaktus? Mendadak ia mendapat ilham. Mungkin ini bukan surat cinta yang indah
seperti yang dibuat Sakura, FG-nya Utakata, atau secantik untaian kata dari
Hinata-si-ahli-seni. Tapi bolehlah. Terserah Sasuke menanggapinya seperti apa.
Ini hal terbaik yang ia pikirkan daripada ia mengirim surat berisi kutukan dan
sumpah serapah, atau kata-kata alay sok romantis yang malah akan membuat Naruto
muntah darah.
..............................*****....................................
Sasuke
amplop warna biru dongker berisi surat cinta yang Naruto buat untuk tugas mata
pelajaran sastra. Wajahnya datar sehingga sulit menebak apa yang sedang
dipikirkannya dan apa yang dirasakannya. Tapi jika dilihat dari sorot matanya
yang tenang, sepertinya ia tak benci juga menerima amplop itu. ‘Setidaknya
bukan pink seperti yang diterima teman-temannya yang lain.’ Pikirnya.
Ia
bisa melihat dari sudut matanya Neji, Shika, Gaara, dan Utakata mengerang
panjang. Mereka menatap jijik amplop yang ada di tangan mereka. Mereka tak
bosan-bosannya mengeluh ‘Kenapa sih para cewek itu selalu mengasosiasikan surat
cinta dengan yang berbau pink dan love?’ Itu benda-benda mengerikan bagi
sebagian besar cowok.
Mereka
dengan enggan membaca surat dari partner masing-masing karena mereka mendapat
tugas membuat surat balasan. Eoh, belum apa-apa aja mereka sudah diserang rasa
enggan dan malas. Tapi demi dapat lulus mta pelajaran Kakashi-sensei, terpaksa
mereka membacanya juga.
Shika
tertawa kencang sampai berguncang-guncang. “Ha ha ha...”
“Apa
yang lucu? Temari menggombalimu?” tanya Gaara yang adik sepupunya Temari.
Bibirnya ditarik sedikit mengindikasikan ia sedang tersenyum.
“Bukan.
Ia malah cerita tentang pupuk tanaman. Sungguh surat yang sangat romantis dan
simpatik.” Jawabnya geli. Yah setidaknya tak semenjijikan yang dipikirkannya.
“Itu
lebih baik. Tenten malah cerita tentang senjata dari jaman edo sampai yang
mutakhir. Memangnya
aku ini punya tampang yakuza atau pembunuh
bayaran?” gumam Neji muram.
Mereka
semua melirik Neji iba. Yah tak sulit memperkirakannya sih. Memang apa yang
bisa diharapkan dari seorang Tenten-si-cewek-tomboi-maniak-senjata-tajam? Gadis
itu mana bisa memahami seni halus merangkai kata-kata nan indah?
“Setidaknya
Tenten dan Temari menulisnya dengan lancar. Hinata malah terus-menerus
mengulang-ulang dan terkadang gagap seperti cara bicaranya. Capek tahu bacanya.”
Keluh Gaara.
‘Kasihan.”
Batin mereka kompak, memandang iba Gaara.
Mereka
kini beralih pada Utakata yang masih asyik membaca surat cinta dari Sakura.
“Kau gimana?” tanya Neji ingin tahu, menyenggol bahu Utakata.
“Lebih
baik dari kalian. Dia kan sudah veteran soal surat cinta.” Katanya datar
menunjukkan surat cinta yang penuh dengan taburan kata-kata romantis yang
Sakura copot dari berbagai sumber. Yah kalo serasi sih bagus, tapi masalahnya
ia asal comot dan terkesan sangat alay, khas remaja masa kini.
“Huekkk.”
Mereka muntah masal, membaca surat dari Sakura. Ini lebih mengerikan dari surat
yang mereka terima.
“Hm
amplopnya menarik. Biru dongker
polos. Tidak pink. Tidak ada love-love. Tidak ada pita. Beruntungnya kamu.”
Komentar Shika sedikit tertarik, merasa itu tak biasa, di luar keumuman. “Tapi
gimana dengan isinya?” katanya jahil ingin tahu. Teman-temannya yang lain juga
ingin tahu isi surat Naruto.
Mereka
kan tahu seberapa dalam permusuhan diantara keduanya. Mereka juga beberapa kali
jadi korban salah sasaran saat pertengkaran itu meletus lho, karena nggak
sengaja terjebak di tengah-tengah mereka. Jadi wajarlah jika mereka ingin tahu
apa yang bisa dihasilkan dari seorang Naruto, musuh bebuyutan Sasuke.
Sasuke
dengan enggan membuka amplopnya dan mengeluarkan isinya. Ia menggenggam kertas
putih polos itu erat. Soalnya teman-temannya sudah berebut ingin merebutnya
dari tangan Sasuke. Meski gagal merebutnya, mereka masih bisa membacanya kok.
Sasuke kan meletakkannya di atas meja jadi bisa dilihat semua temannya.
Dear, Bungsu Uchiha-kun
Sapaan
yang lain dari yang lain lagi. Naruto jelas menghindari menyebut nama Sasuke.
Sasuke malah curiga gadis itu sudah melupakan nama aslinya karena keseringan
memanggilnya Teme atau Chicken But. ‘Tapi, tak apalah, masih sopan ini.’ Pikir
Sasuke.
Dear, Bungsu Uchiha-kun
Kaktus, itulah gambaran tentang kita berdua. Sejarah kita
penuh duri. Tak ada kata ‘damai’ dan ‘setuju’ dalam kamus hidup kita. Kau
dengan bakat mata penuh racun dan aku yang lidahnya semanis keripik singkong berlumur
cabai level sepuluh. Sungguh kombinasi yang indah dalam jalinan hidup kita,
seindah duri-duri kaktus.
Sasuke
mengernyitkan dahinya. ‘Ni orang niat mau muji nggak sih?’ gerutu Sasuke dalam
hati, jengkel. Kalimat-kalimatnya begitu sarkastik dan menyebalkan di tiap
katanya mirip dengan penulisnya. Tapi Sasuke tetap bertahan melanjutkan acara bacanya.
Aku tak akan minta maaf untuk semuanya dan aku pun yakin
kau pun tak akan sudi minta maaf padaku. Biarlah seperti itu apa adanya. Tetap
menjadi kaktus hingga kita lulus atau mungkin sampai akhir hayat kita.
Ttd
Naruto-si-rubah
Sasuke
mengerti maksud gadis itu. Memang bukan surat cinta seperti yang diajarkan
Kakashi-sensei. Tak ada kata-kata romantis, pujian yang membuat tubuh melayang
hingga ke langit ke tujuh, apalagi rayuan. Itu sih jauh panggang dari api. Sama
saja dengan mengharapkan babi bisa terbang.
Tapi,
Sasuke cukup puas. Menurutnya malah itu surat cinta paling mengesankan dan
romantis dalam arti yang berbeda. Ia bisa menangkap kejujuran yang dirasakan
sang penulis padanya. Ia sama sekali tak menutup-nutupi ketidak sukaannya
padanya, meski ini hanya tugas sekolah. Yah gadis itu memang tipe blak-blakan,
jauh dari kepura-puraan seperti gadis-gadis yang mengejar-ngejarnya di sekolah.
‘Hmm,
kaktus ya?’ pikir Sasuke. Kali ini pertama dalam sejarah mereka, ia sepakat
dengan ungkapan Naruto. Mereka memang mirip kaktus.
Sasuke
mengangsurkan suratnya pada temannya yang lain yang memandang iri. Mereka
pundung dan nangis dalam hati. Diantara semua cewek di kelas, kenapa harus
Naruto yang normal? Seperti Sasuke, mereka juga mengakui, itu surat cinta
paling baik dan menarik yang mereka terima.
Sasuke
mengacuhkan teman-temannya. Ia mengayunkan penanya mengguriskan beberapa
kalimat pada kertas putih bergaris. Ia menuliskan apa yang melintas di otaknya,
mulai membalas surat cinta dari Naruto sang musuh baiknya.
Dan cerita ini kita akhiri
dengan kata ...
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar