Rabu, 17 April 2019

Naru Baby : Yatim Piatu

Yatim Piatu

Di pinggiran desa, jauh tersembunyi oleh dedaunan pohon, terdapat sebuah rumah berlantai dua yang berdiri kokoh. Ia bukanlah bangunan mewah, tapi dari coraknya sang pemilik pastilah seseorang dengan cita rasa seni yang tinggi. Dibangun dengan mengadopsi ide campuran setengah bangunan modern dan tradisional. Pondasinya dari beton yang tahan guncangan. Dindingnya terbuah dari pohon yang pada masa itu berkualitas tinggi dan tebal. Ia dicat dengan penuh perhatian dengan warna-warna hangat yang sedap dipandang. Dilihat sekilas, bisa ditebak sang pemilik pastilah orang berada di desa itu.
Rumah itu sebenarnya rumah Minato Namikaze, hokage keempat yang terkenal genius dan sekaligus termuda dalam sejarah Konoha. Di dunia shinobi, ia lebih dikenal.dengan sebutan 'Yellow flash' karena pergerakannya yang luar biasa cepat dan gesit seperti kilat dan terliha oleh mata warna kuningnya saja.
Minato memiliki seorang istri yang terkenal paling cantik di desa Konoha bernama Kushina Uzumaki. Kulitnya putih seperti susu, tidak pucat seperti para Uchiha. Kau bisa melihat garis vena hijau yang membayang dari kulit lengannya yang terpapar. Rambutnya unik, berwarna merah terang layaknya tomat. Ia seorang anak yatim piatu dengan status pendatang baru. Kedua orang tuanya meninggal akibat perang dunia ninja ketiga yang berkepanjangan.

Temperamen Kushina seperti petasan yang meletup-letup alias seorang pemarah. Jangan pernah memprovokasinya jika tidak ingin bonyok dihajar oleh kepalan tangannya. Saat sedang marah, rambutnya yang merah panjang, terlihat berkibar meliuk-liuk seperti ular. Dengan kombinasi warna rambutnya yang merah dan temperamennya yang cepat panas, Kushina disebut, 'Red Hananero'.
Di Konoha ini, selain almarhum istri mendiang hokage pertama, Kushina adalah satu-satunya anggota klan Uzumaki. Meskipun jumlah anggotanya sangat menyedihkan, klan Uzumaki bukanlah klan kacangan. Ia menempati posisi terhormat yang setara dengan klan Hyuga dan Uchiha. Ini karena klan Uzumaki yang dulunya berasal dari desa Uzushiogakure yang telah punah tertelan oleh badai perang memiliki pertalian persahabatan yang sangat erat dengan Konoha. Bisa dibilang dua sisi mata uang. Lihat saja simbol di baju zirah shinobi Konoha yang berwarna hijau lumut! Di punggung mereka ada simbol spiral, lambang dari desa Uzushiogakure.
Di desa Konoha, klan ini memiliki keistimewaan. Ia walaupun tidak memiliki rumah leluhur, tapi memiliki kuil khusus di pinggiran desa. Orang-orang menyebutnya Kuil Topeng Klan Uzumaki karena kuil itu terdapat banyak topeng menyeramkan tersemat di atas dinding. Itu adalah topeng Shinigami. Ia sangat magis. Tidak sembarangan orang bisa menyentuhnya karena ia berkaitan erat dengan sang Shinigami, yakni Dewa Kematian, Dewa yang membawa kematian setiap makhluk hidup di muka bumi.
Hari ini seharusnya jadi hari yang membahagiakan bagi pasangan Minato-Kushina. Anak yang telah mereka tunggu-tunggu selama sembilan bulan sepuluh hari telah lahir ke dunia. Mereka resmi jadi ayah dan ibu. Tapi, bencana datang melanda. Pada masa kritis, dengan melemahnya segel Kyuubi di tubuh Kushina pasca melahirkan, muncullah sang durjana.
Ia menculik Kushina beserta bayi mereka yang baru lahir. Minato berhasil menyelamatkan nyawa keduanya, akan tetapi ia gagal menghentikan pria bertopeng misterius yang mengaku bernama Madara mengeluarkan Kyuubi dari tubuh Kushina. Di bawah kendali genjutsunya, Kyuubi mengamuk, memporak porandakan Konoha.
Terhitung banyaknya bangunan yang hancur dibawah amukan Kyuubi. Jalanan rusak berat. Jatuhnya korban jiwa, baik sipil maupun shinobi tak terhindari. Konoha yang damai dan tentram setelah menderita bertahun-tahun akibat perang, terkoyak dan dihempaskan dalam duka lara. Bau hangus dan aroma kematian menyelubungi seluruh desa. Ratapan pilu terdengar dimana-mana. Desa dicekam oleh teror, kengerian, dan keputus asaan.
Mereka pikir riwayat mereka sudah tamat. Kyuubi terlalu kuat didagya. Kibasan sehelai ekornya telah mengantarkan banyak nyawa ke gerbang kematian. Muntahan bola energinya, bisa disebut 'Odama' nyaris melenyapkan separuh desa. Hampir tidak ada satupun shinobi Konoha yang mampu meredam amukan Kyuubi. Tanpa Hashirama Senju beserta istrinya, Mito Senju, Konoha tidak berdaya melawan Kyuubi.
Untunglah, mereka masih memiliki si hokage genius yakni hokage keempat. Meskipun masih muda dan tidak sepengalaman seperti Hokage ketiga, Minato masih memiliki trik dibalik lengannya untuk menghadapi Kyuubi. Dengan segel hiraishinnya, Minato berhasil membawa Kyuubi jauh dari desa. Ia bisa membelokkan setiap odama yang ia muntahkan ke arah hutan.
"Grrr...!" Geram Kyuubi terdengar menyeramkan. Matanya menyipit licik merencanakan kematian yang menyakitkan pada Minato. Kesembilan ekornya berkibar-kibar mencerabut pepohonan dari dalam tanah. Pancaran cakranya yang oranye sangat korosif, merusak apapun yang disentuhnya. Tanpa segel perlindungan, tubuh Minato pasti sudah larut dalam paparan intens cakra Kyuubi.
Kushina pada saat itu membuktikan ketangguhannya sebagai salah satu anggota klan Uzumaki. Ia tidak langsung mati setelah Kyuubi diambil paksa dari tubuhnya. Jinchuuriki lain dijamin mati. Tapi Kushina sebagai Uzumaki memiliki tubuh yang sangat kuat mendekati kekuatan tubuh Ashura dan cadangan cakra yang berlimpah berhasil bertahan. Ia bahkan masih mampu berdiri menemani sang suami untuk bertarung.

Kushina memaksakan dirinya untuk bertarung. Ia bekerja sama dengan sang suami untuk mengendalikan Kyuubi kembali. Kerja sama mereka solid. Tidak ada tumpang tindih, apalagi salah sasaran. Serangan mereka terkoordinasi sama-sama saling melengkapi tepat sasaran dan tanpa cela. Minato terus-menerus maju untuk membuat kesempatan bagi Kushina. Gotcha! Akhirnya dapat. Dengan gesit, Kushina mengulurkan rantai panjang khusus yang terbuat dari cakra jiwanya. Rantai-rantai itu dengan mulus membelit tubuh besar Kyuubi dan membuatnya jatuh terkurung. "Aku masih memiliki cakra yang tersisa. Aku akan membawanya dalam tidur abadi bersamaku," kata Kushina dengan tekad bulat penuh pengorbanan.
"Jangan!" Cegah Minato, sang suami.
"Kenapa?" Kushina berteriak heran. Walaupun asyik berdiskusi, Kushina tidak mengendorkan cengkraman rantainya di tubuh Kyuubi.
Wajah Minato sendu dibayangi oleh kesedihan dan rasa bersalah. Namun, matanya yang jernih penuh tekad baja. Ia tak akan mundur sedikit pun. "Aku akan menyegel Kyuubi ke dalam tubuh Naruto,"
"Kau gila Minato!" Hardik Kushina. Matanya memanas. Memikirkan putra pertama dan sekaligus semata wayangnya, hatinya tertusuk oleh duri. Sakit tak tertahankan. Ia tahu menderitanya hidup sebagai seorang yatim piatu karena ia yakin hidupnya dan Minato tidak akan lama. Mereka sudah diambang batasnya. Dan, Minato menambahkan lagi penderitaannya dengan menyegel Kyuubi di tubuhnya? Oh ya Tuhan! Itu kejam. Sangat kejam.
Pasca invasi Kyuubi, para penduduk desa tidak diragukan lagi akan sangat membenci Kyuubi. Sebagai host Kyuubi, meskipun sudah dirahasiakan, Naruto pasti akan terkena imbasnya. Kebencian mereka pada Kyuubi akan dialihkan pada Naruto. Lalu, bagaimana putranya yang masih kecil dan sebatang kara di dunia ini akan bertahan? Tidak! Kushina tidak sanggup. Ia lebih memilih membawa Kyuubi mati bersamanya daripada membuat hidup putranya dalam neraka dunia.
"Tidak ada pilihan lain Kushina." Minato menghela nafas berat. "Kau lihat pria bertopeng misterius itu? Aku yakin 100%, pria berbahaya itu akan datang lagi ke Konoha untuk menghancurkan Konoha. Aku telah bertukar beberapa jurus dengannya. Aku tahu ia sangat kuat. Aku bukanlah tandingannya. Mungkin, ia memang Madara Uchiha, sang Hantu Shinobi yang legendaris itu. Tanpa Kyuubi, bagaimana Konoha bisa bertahan? Dan tanpa Konoha, bagaimana putra kita masih bisa bertahan hidup?"
Kushina dengan keras kepala tetap menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tetap tidak setuju."
"Kushi..."
"Naruto putra kita satu-satunya Minato. Ia buah cinta dan harapan kita."
"Justru karena itu aku..." Minato berusaha membujuk istrinya, menjelaskannya dengan kepala dingin. Tetapi, Kushina tidak mau dengar.
Kushina sanggup menelan penghinaan seberat apapun, penderitaan sebesar apapun. Namun, ia tidak sanggup melihat putranya dikorbankan dan dilempar dalam kekacauan dunia. Tidak. Langkahi dulu mayatnya sebelum itu terjadi. Harapan Kushina tidak muluk-muluk. Ia tak butuh putranya jadi shinobi hebat seperti ayahnya. Ia hanya ingin putranya hidup dan bahagia. Apakah itu sulit? Derai air mata mengalir membasahi pipi kunoichi tangguh ini.
"Meski Kyuubi kuat. Cakranya terbesar daripada makhluk manapun di dunia ini, tapi itu sia-sia." Gumam Kushina lemah. "Tak ada satu pun orang yang bisa mengendalikan Kyuubi selain Hokage pertama dan Madara. Kami..." Kushina merujuk pada dirinya sendiri dan Mito. "... selaku host tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan Kyuubi apalagi memanfaatkan cakranya. Hal terbaik yang bisa kami lakukan adalah menidurkan Kyuubi dalam tubuh kami agar ia tidak mengamuk di luar sana."
"Percayalah pada putra kita, Kushina. Aku memberinya nama Naruto bukan tanpa tujuan. Aku percaya Naruto akan jadi shinobi hebat yang akan melampaui para pendahulunya, seperti hokage pertama dan Madara."
"Minato..."
"Aku tahu di masa depan Naruto akan menanggung beban berat di pundaknya. Karena itulah Kyuubi hadir untuk membantunya. Ia akan jadi hadiah terbesar dan terbaik kita untuk Naruto nantinya."
Kushina mulai bimbang.
Minato menambahkan tekanan pada besi yang masih panas. "Jika kau cemas Naruto akan terlantar selepas kematian kita, aku telah membuat surat yang berisi pemberian hak asuh Naruto padanya."
Kushina menoleh. "Apa ia masih mau menerima putra kita setelah Kyuubi disegel di tubuhnya?"
"Aku percaya padanya, ia akan menjaga anak kita."
 
"Siapa?"
"Kau ingat ..."
Graoo...! Ucapan Minato terputus oleh raungan Kyuubi. Ia kembali melawan, bergerak liar untuk membebaskan dirinya.
"Tidak ada waktu Kushina. Aku akan membuat persiapan. Cobalah menahannya!" Putus Minato. Ia menghilang ke dalam rumah. Ia mempersiapkan altar upacara. Ia meletakkan Naruto yang dibuka bedongnya ke atas kasur bayi yang ia atur tepat di pusat diagram berbentuk segienam. Di enam titik diagram, enam lilin ia nyalakan.
Tangan Minato menggambar segel di perut telanjang Naruto. "Kushina bersiaplah." Ia dengan terampil dan cepat menggambar huruf-huruf fuin. Itu adalah teknik fuinjutsu terlarang milik klan Uzumaki yang diajarkan istrinya padanya. Ia memanggil Dewa Shinigami.
Dengan pedang Shinigami, Minato membagi Kyuubi menjadi dua bagian, Yin dan Yang. Kyuubi Yang yang gelap dan tidak memiliki kesadaran ia segel ke dalam tubuhnya sendiri. Sedangkan Kyuubi Yin... "Kushina katakan apa yang ingin kau katakan pada Naruto kita!"
Kushina dengan berurai air mata menyampaikan pesan terakhirnya pada bayinya. Entah bayinya mengerti atau tidak. Ia menoleh pada suaminya, "Maaf Minato aku mengambil waktumu."
"Tak apa." Suaminya dengan sabar berkata. Tatapannya kembali menghangat, mengukir dalam hatinya tiap detail fitur wajah putranya yang akan ia tinggalkan. "Pesanku sama seperti ibumu. Dengarkan ibumu yang galak." Dengan kalimat terakhir, Minato menyegel Kyuubi Yin ke tubuh Naruto bayi yang diiringi teriakan sumpah serapah Kyuubi.
Setelah itu, rumah itu sunyi senyap. Dua orang dewasa pemilik rumah roboh ke tanah setelah memuntahkan darah. Bayi telanjang yang sepanjang acara menangis tidur lelap karena kelelahan menangis.
Tak begitu jauh dari rumah Minato, Konoha masih dicekam teror kematian. Masih tersisa huru hara kekacauan walau Kyuubi yang jadi sumbernya sudah diungsikan Minato menjauhi desa. Banyak asap mengepul dari bangunan yang terbakar. Para shinobi dan tim medis sibuk bolak-balik mengevakusi para korban yang terjebak.
Hokage ketiga usai bertarung dengan Kyuubi memimpin setiap proses evakuasi. Setelah kondisinya tertangani dengan baik, ia mulai berfikir tentang Minato sekeluarga. Ia memanggil tim ShikaChoIno dan tim Uchiha yang dipimpin Fugaku. "Periksa pinggiran desa! Cari tahu keadaan Hokage keempat sekeluarga dan Kyuubi!"
"Hai'k," jawab mereka serempak. Lalu mereka berlari secepat hembusan angin dengan formasi untuk menyelesaikan misi yang dibebankan pada mereka.
Di rumah Minato yang hancur dan hanya menyisakan satu ruangan utuh yakni kamar Naru-baby
Dibawah pencahayaan lilin yang redup dengan sumbunya yang sudah pendek, ruang bayi itu tampak suram dan menyeramkan. Tak kalah seramnya dengan rumah hantu. Gambar-gambar yang dilukis di sepanjang dinding, terlihat seperti monster yang tengah berbaris yang siap menyerang korban. Untuk menambah aura menyeramkan, di tengah ruangan ada altar sisa ritual tertentu. Di tengah-tengah  altar, ada seorang bayi tergolek lemah dengan mata terpejam erat.
Tak berapa lama, kelopak mata bayi di ruangan itu membuka kelopak matanya. Hembusan angin malam membelai tubuh telanjang sang bayi yang halus dan rapuh, membuatnya menggigil kedinginan. Karena pengaruh dingin dan juga lapar bibir mungil sang bayi mencebik. Mulutnya membuka dan lalu suara isak tangis terdengar melengking tinggi, "Oeekk... oeeekkk," memenuhi seluruh ruangan.
Bayi itu menangis meraung-raung hingga suaranya serak dan hampir hilang, memanggil orang dewasa untuk menolongnya. Kedua tangan dan kakinya ditekuk membentuk posisi seorang petinju yang akan bertarung. Kakinya bergerak liar menendang-nendang dinding keranjang. Tubuhnya yang masih berwarna merah, di bawah pengaruh udara dingin kini mulai membentuk keriput. Kulitnya berangsur-angsur membiru, menunjukkan ciri-ciri sang bayi mulai terserang penyakit hipotermia.

"Oeekk...oeeekk," tangisan pilunya masih terdengar memanggil. Namun tak ada satupun yang datang meraih tubuh mungilnya, menyelimutinya, dan membuainya dalam pelukan yang hangat. Kenapa? Karena, orang dewasa yang bertanggung jawab atas kelahirannya di dunia ini tergeletak bersimbah darah dengan posisi tertelungkup tak jauh dari tempatnya. Tubuh keduanya sudah dingin dan kaku, menandakan jika ia sudah tewas begitu simbol-simbol rumit dalam huruf fuin itu sudah tercetak jelas di perut bayinya. Tapi, bayi itu tidak menyadarinya. Ia masih menangis, melengking memanggil-manggil kedua orang tuanya.
Seolah mendengar ratapan putus asa sang bayi, suara langkah kaki, 'Tap..tap..tap...' terdengar mendekati ruangan sang bayi. Bukan hanya satu orang, tapi lebih. Dari nadanya, terlihat jelas jika mereka terburu-buru ingin segera sampai di ruang Naru-baby. Mungkin, mereka terganggu oleh suara tangisan bayi yang tak berhenti lebih dari sejam, sehingga mereka berdatangan satu per satu.
Mata mereka membelalak begitu mereka membuka pintu dan memasuki ruangan. Beberapa diantaranya matanya memerah dan beberapa lagi menutup mulut mereka, tak sanggup menahan sesak di dada. Hatinya mereka seperti ditusuk belati, tapi tidak berdarah, menyaksikan tubuh orang yang mereka hormati dan sekaligus sayangi tergeletak di lantai berkubang darah. Dia adalah hokage keempat beserta istrinya.
Mereka bergegas menghampiri tubuh hokage keempat untuk memeriksa apakah beliau masih hidup ataukah tidak. Shikaku mengulurkan tangannya membalikkan tubuh hokage keempat secara hati-hati. Hatinya was-was merasakan tusukan dingin di kulitnya. Ini... ini seperti kulit orang yang suda... Shikaku berusaha menyingkirkan pikiran negatifnya.
Ia memeriksa hidup untuk merasakan hembusan angin di hidung. Kepalanya menggeleng lemah. Ia lalu merundukkan kepalanya, telinganya menyentuh dada hokage keempat. Tidak terdengar sedikit pun suara denyut jantung. Denyutan nadi di pergelangan tangannya juga tidak terasa. Berarti... hokage keempat positif... Dengan hembusa nafas berat, Shikaku kembali menggelengkan kepala. Ia memandang sendu kedua rekannya.
Mata Inoichi memerah. Ia memukul dinding untuk melampiaskan rasa sakit karena kehilangan orang yang disayangi. Choza berdiri lemah menyandar pada pintu. Air matanya bercucuran bak hujan. Meski wajahnya terlihat sangar, tapi Chouza berhati lembut. Ia tidak merasa gengsi meneteskan air mata ketika sedih akibat kehilangan yang dicintai. Dia jelas bukan pengikut madzab, 'Pria sejati pantang menangis'.
Oekk oekkk oekkk... Karena sedih dan tegang, ketiganya melupakan bayi yang kondisinya menyedihkan. Mata sang bayi sudah bengkak akibat terlalu lama menangis. Kepala Shikaku terangkat, memandang linglung bayi telanjang yang berada di atas altar. 'Dia siapa?' Pikirnya bingung. Namun tak berapa lama, ia tersadar jika bayi itu membutuhkan bantuan medis. Segera!
Tanpa pikir panjang, Shikaku maju ke depan menggendong bayi mungil yang suaranya serak akibat terlalu lama menangis. Ia menyelimuti si bayi dengan kain selimut si bayi yang teronggok di lantai altar. Ia melangkah maju mundur untuk membuainya hingga si bayi tertidur. Ia menoleh pada dua rekannya. "Aku akan membawa bayi ini ke rumah sakit. Ia butuh penanganan tim medis. Kalian urus..."
Ucapan Shikaku terpotong oleh kehadiran pendatang baru. "Bagaimana, Shikaku?" Tanya orang yang baru saja memasuki ruangan. Mata kelamnya tampak suram sesuram rambutnya yang tertutup oleh debu bekas pertarungan.
Shikaku mendongak menatap Fugaku. Tanpa daya, ia menggeleng perlahan sebagai jawaban. Matanya menyorot sedih. "Yondaime-sama dan istrinya sudah tewas, Fugaku-san." Jawabnya serak karena menahan tangis.
Fugaku yang bertanya itu kini berdiri dengan kepala tertunduk. Helai rambutnya yang tumbuh memanjang sebahu bergerak maju, menutupi wajahnya. Matanya yang sehitam arang, kini memerah. Lalu, bulir air mata menetes membasahi wajahnya yang masih tampan di usianya yang sudah memasuki kepala empat. Satu lagi teman dekatnya tewas. Pertama Kagami lalu kini...Minato. 'Oh, Kami-sama,' batinnya.
Bukan hanya pria itu yang berduka, tapi timnya yang juga baru tiba ikut berduka atas kepergian pemimpin mereka beserta istrinya.
"Aku akan ke rumah sakit membawa bayi..."
"Dia anak siapa Shikaku?" Tanya Fugaku tertarik. Matanya menatap penuh selidik fitur-fitur wajah bayi rupawan itu. Dahinya mengerut berfikir. "Sepertinya ia tak asing."
"Entah. Aku menemukannya di ruangan ini,"
"Hmmm..." gumam Fugaku berfikir serius. Kuning cerah dengan semu keemasan di ujungnya, cek. Rambut tegak seperti durian, cek. Mata safir, cek. Kulit nan sehat menyerupai warna gandum yang sudah matang, cek. Goresan di kedua pipi yang mirip kumis kucing, cek. Lalu perut kempes di tubuh Kushina, cek. Fugaku menghela nafas panjang. Matanya menatap iba sang bayi. Tangannya menggusak rambut acak-acakan sang bayi. "Cepat bawa di ke rumah sakit. Kasihan dia." Katanya. Ia kini menyadari identitas sang bayi. Meski tahu dan ia yakin rekan-rekannya juga akan segera menyadarinya, Fugaku tak berniat membebarkan.identitas orang tua sang bayi.
"Hm," gumam Shikaku menyetujui. Ia membuat segel tangan untuk mengaktifkan shunsin no jutsunya agar lebih cepat sampai rumah sakit.
Rekan-rekannya yang lain menyusul. Tapi tujuan mereka berbeda. Shikaku ke kamar rawat inap balita dan anak-anak, sedangkan rekan-rekannya ke kamar jenazah untuk identifikasi dan sekaligus memastikan Hokage keempat dan istrinya masih hidup atau sudah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar