Yatim Piatu
Di pinggiran desa, jauh tersembunyi oleh dedaunan pohon, terdapat sebuah rumah berlantai dua yang berdiri kokoh. Ia bukanlah bangunan mewah, tapi dari coraknya sang pemilik pastilah seseorang dengan cita rasa seni yang tinggi. Dibangun dengan mengadopsi ide campuran setengah bangunan modern dan tradisional. Pondasinya dari beton yang tahan guncangan. Dindingnya terbuah dari pohon yang pada masa itu berkualitas tinggi dan tebal. Ia dicat dengan penuh perhatian dengan warna-warna hangat yang sedap dipandang. Dilihat sekilas, bisa ditebak sang pemilik pastilah orang berada di desa itu.
Rumah itu sebenarnya
rumah Minato Namikaze, hokage keempat yang terkenal genius dan sekaligus
termuda dalam sejarah Konoha. Di dunia shinobi, ia lebih dikenal.dengan
sebutan 'Yellow flash' karena pergerakannya yang luar biasa cepat dan
gesit seperti kilat dan terliha oleh mata warna kuningnya saja.
Minato memiliki seorang
istri yang terkenal paling cantik di desa Konoha bernama Kushina
Uzumaki. Kulitnya putih seperti susu, tidak pucat seperti para Uchiha.
Kau bisa melihat garis vena hijau yang membayang dari kulit lengannya
yang terpapar. Rambutnya unik, berwarna merah terang layaknya tomat. Ia
seorang anak yatim piatu dengan status pendatang baru. Kedua orang
tuanya meninggal akibat perang dunia ninja ketiga yang berkepanjangan.
Temperamen Kushina seperti petasan yang meletup-letup alias seorang pemarah. Jangan pernah memprovokasinya jika tidak ingin bonyok dihajar oleh kepalan tangannya. Saat sedang marah, rambutnya yang merah panjang, terlihat berkibar meliuk-liuk seperti ular. Dengan kombinasi warna rambutnya yang merah dan temperamennya yang cepat panas, Kushina disebut, 'Red Hananero'.
Temperamen Kushina seperti petasan yang meletup-letup alias seorang pemarah. Jangan pernah memprovokasinya jika tidak ingin bonyok dihajar oleh kepalan tangannya. Saat sedang marah, rambutnya yang merah panjang, terlihat berkibar meliuk-liuk seperti ular. Dengan kombinasi warna rambutnya yang merah dan temperamennya yang cepat panas, Kushina disebut, 'Red Hananero'.
Di Konoha ini, selain
almarhum istri mendiang hokage pertama, Kushina adalah satu-satunya
anggota klan Uzumaki. Meskipun jumlah anggotanya sangat menyedihkan,
klan Uzumaki bukanlah klan kacangan. Ia menempati posisi terhormat yang
setara dengan klan Hyuga dan Uchiha. Ini karena klan Uzumaki yang
dulunya berasal dari desa Uzushiogakure yang telah punah tertelan oleh
badai perang memiliki pertalian persahabatan yang sangat erat dengan
Konoha. Bisa dibilang dua sisi mata uang. Lihat saja simbol di baju
zirah shinobi Konoha yang berwarna hijau lumut! Di punggung mereka ada
simbol spiral, lambang dari desa Uzushiogakure.
Di desa Konoha, klan ini
memiliki keistimewaan. Ia walaupun tidak memiliki rumah leluhur, tapi
memiliki kuil khusus di pinggiran desa. Orang-orang menyebutnya Kuil
Topeng Klan Uzumaki karena kuil itu terdapat banyak topeng menyeramkan
tersemat di atas dinding. Itu adalah topeng Shinigami. Ia sangat magis.
Tidak sembarangan orang bisa menyentuhnya karena ia berkaitan erat
dengan sang Shinigami, yakni Dewa Kematian, Dewa yang membawa kematian
setiap makhluk hidup di muka bumi.
Hari ini seharusnya jadi
hari yang membahagiakan bagi pasangan Minato-Kushina. Anak yang telah
mereka tunggu-tunggu selama sembilan bulan sepuluh hari telah lahir ke
dunia. Mereka resmi jadi ayah dan ibu. Tapi, bencana datang melanda.
Pada masa kritis, dengan melemahnya segel Kyuubi di tubuh Kushina pasca
melahirkan, muncullah sang durjana.
Ia menculik Kushina
beserta bayi mereka yang baru lahir. Minato berhasil menyelamatkan nyawa
keduanya, akan tetapi ia gagal menghentikan pria bertopeng misterius
yang mengaku bernama Madara mengeluarkan Kyuubi dari tubuh Kushina. Di
bawah kendali genjutsunya, Kyuubi mengamuk, memporak porandakan Konoha.
Terhitung banyaknya
bangunan yang hancur dibawah amukan Kyuubi. Jalanan rusak berat.
Jatuhnya korban jiwa, baik sipil maupun shinobi tak terhindari. Konoha
yang damai dan tentram setelah menderita bertahun-tahun akibat perang,
terkoyak dan dihempaskan dalam duka lara. Bau hangus dan aroma kematian
menyelubungi seluruh desa. Ratapan pilu terdengar dimana-mana. Desa
dicekam oleh teror, kengerian, dan keputus asaan.
Mereka pikir riwayat
mereka sudah tamat. Kyuubi terlalu kuat didagya. Kibasan sehelai ekornya
telah mengantarkan banyak nyawa ke gerbang kematian. Muntahan bola
energinya, bisa disebut 'Odama' nyaris melenyapkan separuh desa. Hampir
tidak ada satupun shinobi Konoha yang mampu meredam amukan Kyuubi. Tanpa
Hashirama Senju beserta istrinya, Mito Senju, Konoha tidak berdaya
melawan Kyuubi.
Untunglah, mereka masih
memiliki si hokage genius yakni hokage keempat. Meskipun masih muda dan
tidak sepengalaman seperti Hokage ketiga, Minato masih memiliki trik
dibalik lengannya untuk menghadapi Kyuubi. Dengan segel hiraishinnya,
Minato berhasil membawa Kyuubi jauh dari desa. Ia bisa membelokkan
setiap odama yang ia muntahkan ke arah hutan.
"Grrr...!" Geram Kyuubi
terdengar menyeramkan. Matanya menyipit licik merencanakan kematian yang
menyakitkan pada Minato. Kesembilan ekornya berkibar-kibar mencerabut
pepohonan dari dalam tanah. Pancaran cakranya yang oranye sangat
korosif, merusak apapun yang disentuhnya. Tanpa segel perlindungan,
tubuh Minato pasti sudah larut dalam paparan intens cakra Kyuubi.
Kushina pada saat itu
membuktikan ketangguhannya sebagai salah satu anggota klan Uzumaki. Ia
tidak langsung mati setelah Kyuubi diambil paksa dari tubuhnya.
Jinchuuriki lain dijamin mati. Tapi Kushina sebagai Uzumaki memiliki
tubuh yang sangat kuat mendekati kekuatan tubuh Ashura dan cadangan
cakra yang berlimpah berhasil bertahan. Ia bahkan masih mampu berdiri
menemani sang suami untuk bertarung.
Kushina memaksakan dirinya untuk bertarung. Ia bekerja sama dengan sang suami untuk mengendalikan Kyuubi kembali. Kerja sama mereka solid. Tidak ada tumpang tindih, apalagi salah sasaran. Serangan mereka terkoordinasi sama-sama saling melengkapi tepat sasaran dan tanpa cela. Minato terus-menerus maju untuk membuat kesempatan bagi Kushina. Gotcha! Akhirnya dapat. Dengan gesit, Kushina mengulurkan rantai panjang khusus yang terbuat dari cakra jiwanya. Rantai-rantai itu dengan mulus membelit tubuh besar Kyuubi dan membuatnya jatuh terkurung. "Aku masih memiliki cakra yang tersisa. Aku akan membawanya dalam tidur abadi bersamaku," kata Kushina dengan tekad bulat penuh pengorbanan.
Kushina memaksakan dirinya untuk bertarung. Ia bekerja sama dengan sang suami untuk mengendalikan Kyuubi kembali. Kerja sama mereka solid. Tidak ada tumpang tindih, apalagi salah sasaran. Serangan mereka terkoordinasi sama-sama saling melengkapi tepat sasaran dan tanpa cela. Minato terus-menerus maju untuk membuat kesempatan bagi Kushina. Gotcha! Akhirnya dapat. Dengan gesit, Kushina mengulurkan rantai panjang khusus yang terbuat dari cakra jiwanya. Rantai-rantai itu dengan mulus membelit tubuh besar Kyuubi dan membuatnya jatuh terkurung. "Aku masih memiliki cakra yang tersisa. Aku akan membawanya dalam tidur abadi bersamaku," kata Kushina dengan tekad bulat penuh pengorbanan.
"Jangan!" Cegah Minato, sang suami.
"Kenapa?" Kushina berteriak heran. Walaupun asyik berdiskusi, Kushina tidak mengendorkan cengkraman rantainya di tubuh Kyuubi.
Wajah Minato sendu
dibayangi oleh kesedihan dan rasa bersalah. Namun, matanya yang jernih
penuh tekad baja. Ia tak akan mundur sedikit pun. "Aku akan menyegel
Kyuubi ke dalam tubuh Naruto,"
"Kau gila Minato!"
Hardik Kushina. Matanya memanas. Memikirkan putra pertama dan sekaligus
semata wayangnya, hatinya tertusuk oleh duri. Sakit tak tertahankan. Ia
tahu menderitanya hidup sebagai seorang yatim piatu karena ia yakin
hidupnya dan Minato tidak akan lama. Mereka sudah diambang batasnya.
Dan, Minato menambahkan lagi penderitaannya dengan menyegel Kyuubi di
tubuhnya? Oh ya Tuhan! Itu kejam. Sangat kejam.
Pasca invasi Kyuubi,
para penduduk desa tidak diragukan lagi akan sangat membenci Kyuubi.
Sebagai host Kyuubi, meskipun sudah dirahasiakan, Naruto pasti akan
terkena imbasnya. Kebencian mereka pada Kyuubi akan dialihkan pada
Naruto. Lalu, bagaimana putranya yang masih kecil dan sebatang kara di
dunia ini akan bertahan? Tidak! Kushina tidak sanggup. Ia lebih memilih
membawa Kyuubi mati bersamanya daripada membuat hidup putranya dalam
neraka dunia.
"Tidak ada pilihan lain
Kushina." Minato menghela nafas berat. "Kau lihat pria bertopeng
misterius itu? Aku yakin 100%, pria berbahaya itu akan datang lagi ke
Konoha untuk menghancurkan Konoha. Aku telah bertukar beberapa jurus
dengannya. Aku tahu ia sangat kuat. Aku bukanlah tandingannya. Mungkin,
ia memang Madara Uchiha, sang Hantu Shinobi yang legendaris itu. Tanpa
Kyuubi, bagaimana Konoha bisa bertahan? Dan tanpa Konoha, bagaimana
putra kita masih bisa bertahan hidup?"
Kushina dengan keras kepala tetap menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tetap tidak setuju."
"Kushi..."
"Naruto putra kita satu-satunya Minato. Ia buah cinta dan harapan kita."
"Justru karena itu
aku..." Minato berusaha membujuk istrinya, menjelaskannya dengan kepala
dingin. Tetapi, Kushina tidak mau dengar.
Kushina sanggup menelan
penghinaan seberat apapun, penderitaan sebesar apapun. Namun, ia tidak
sanggup melihat putranya dikorbankan dan dilempar dalam kekacauan dunia.
Tidak. Langkahi dulu mayatnya sebelum itu terjadi. Harapan Kushina
tidak muluk-muluk. Ia tak butuh putranya jadi shinobi hebat seperti
ayahnya. Ia hanya ingin putranya hidup dan bahagia. Apakah itu sulit?
Derai air mata mengalir membasahi pipi kunoichi tangguh ini.
"Meski Kyuubi kuat.
Cakranya terbesar daripada makhluk manapun di dunia ini, tapi itu
sia-sia." Gumam Kushina lemah. "Tak ada satu pun orang yang bisa
mengendalikan Kyuubi selain Hokage pertama dan Madara. Kami..." Kushina
merujuk pada dirinya sendiri dan Mito. "... selaku host tidak memiliki
kemampuan untuk mengendalikan Kyuubi apalagi memanfaatkan cakranya. Hal
terbaik yang bisa kami lakukan adalah menidurkan Kyuubi dalam tubuh kami
agar ia tidak mengamuk di luar sana."
"Percayalah pada putra
kita, Kushina. Aku memberinya nama Naruto bukan tanpa tujuan. Aku
percaya Naruto akan jadi shinobi hebat yang akan melampaui para
pendahulunya, seperti hokage pertama dan Madara."
"Minato..."
"Aku tahu di masa depan
Naruto akan menanggung beban berat di pundaknya. Karena itulah Kyuubi
hadir untuk membantunya. Ia akan jadi hadiah terbesar dan terbaik kita
untuk Naruto nantinya."
Kushina mulai bimbang.
Minato menambahkan
tekanan pada besi yang masih panas. "Jika kau cemas Naruto akan
terlantar selepas kematian kita, aku telah membuat surat yang berisi
pemberian hak asuh Naruto padanya."
Kushina menoleh. "Apa ia masih mau menerima putra kita setelah Kyuubi disegel di tubuhnya?"
"Aku percaya padanya, ia akan menjaga anak kita."
"Siapa?"
"Kau ingat ..."
Graoo...! Ucapan Minato terputus oleh raungan Kyuubi. Ia kembali melawan, bergerak liar untuk membebaskan dirinya.
"Tidak ada waktu
Kushina. Aku akan membuat persiapan. Cobalah menahannya!" Putus Minato.
Ia menghilang ke dalam rumah. Ia mempersiapkan altar upacara. Ia
meletakkan Naruto yang dibuka bedongnya ke atas kasur bayi yang ia atur
tepat di pusat diagram berbentuk segienam. Di enam titik diagram, enam
lilin ia nyalakan.
Tangan Minato menggambar
segel di perut telanjang Naruto. "Kushina bersiaplah." Ia dengan
terampil dan cepat menggambar huruf-huruf fuin. Itu adalah teknik
fuinjutsu terlarang milik klan Uzumaki yang diajarkan istrinya padanya.
Ia memanggil Dewa Shinigami.
Dengan pedang Shinigami,
Minato membagi Kyuubi menjadi dua bagian, Yin dan Yang. Kyuubi Yang
yang gelap dan tidak memiliki kesadaran ia segel ke dalam tubuhnya
sendiri. Sedangkan Kyuubi Yin... "Kushina katakan apa yang ingin kau
katakan pada Naruto kita!"
Kushina dengan berurai air mata menyampaikan pesan terakhirnya pada bayinya. Entah bayinya mengerti atau tidak. Ia menoleh pada suaminya, "Maaf Minato aku mengambil waktumu."
"Tak apa." Suaminya
dengan sabar berkata. Tatapannya kembali menghangat, mengukir dalam
hatinya tiap detail fitur wajah putranya yang akan ia tinggalkan.
"Pesanku sama seperti ibumu. Dengarkan ibumu yang galak." Dengan kalimat
terakhir, Minato menyegel Kyuubi Yin ke tubuh Naruto bayi yang diiringi
teriakan sumpah serapah Kyuubi.
Setelah itu, rumah itu
sunyi senyap. Dua orang dewasa pemilik rumah roboh ke tanah setelah
memuntahkan darah. Bayi telanjang yang sepanjang acara menangis tidur
lelap karena kelelahan menangis.
Tak begitu jauh dari
rumah Minato, Konoha masih dicekam teror kematian. Masih tersisa huru
hara kekacauan walau Kyuubi yang jadi sumbernya sudah diungsikan Minato
menjauhi desa. Banyak asap mengepul dari bangunan yang terbakar. Para
shinobi dan tim medis sibuk bolak-balik mengevakusi para korban yang
terjebak.
Hokage ketiga usai
bertarung dengan Kyuubi memimpin setiap proses evakuasi. Setelah
kondisinya tertangani dengan baik, ia mulai berfikir tentang Minato
sekeluarga. Ia memanggil tim ShikaChoIno dan tim Uchiha yang dipimpin
Fugaku. "Periksa pinggiran desa! Cari tahu keadaan Hokage keempat
sekeluarga dan Kyuubi!"
"Hai'k," jawab mereka
serempak. Lalu mereka berlari secepat hembusan angin dengan formasi
untuk menyelesaikan misi yang dibebankan pada mereka.
Di rumah Minato yang hancur dan hanya menyisakan satu ruangan utuh yakni kamar Naru-baby
Dibawah pencahayaan
lilin yang redup dengan sumbunya yang sudah pendek, ruang bayi itu
tampak suram dan menyeramkan. Tak kalah seramnya dengan rumah hantu.
Gambar-gambar yang dilukis di sepanjang dinding, terlihat seperti
monster yang tengah berbaris yang siap menyerang korban. Untuk menambah
aura menyeramkan, di tengah ruangan ada altar sisa ritual tertentu. Di
tengah-tengah altar, ada seorang bayi tergolek lemah dengan mata
terpejam erat.
Tak berapa lama, kelopak
mata bayi di ruangan itu membuka kelopak matanya. Hembusan angin malam
membelai tubuh telanjang sang bayi yang halus dan rapuh, membuatnya
menggigil kedinginan. Karena pengaruh dingin dan juga lapar bibir mungil
sang bayi mencebik. Mulutnya membuka dan lalu suara isak tangis
terdengar melengking tinggi, "Oeekk... oeeekkk," memenuhi seluruh
ruangan.
Bayi itu menangis
meraung-raung hingga suaranya serak dan hampir hilang, memanggil orang
dewasa untuk menolongnya. Kedua tangan dan kakinya ditekuk membentuk
posisi seorang petinju yang akan bertarung. Kakinya bergerak liar
menendang-nendang dinding keranjang. Tubuhnya yang masih berwarna merah,
di bawah pengaruh udara dingin kini mulai membentuk keriput. Kulitnya
berangsur-angsur membiru, menunjukkan ciri-ciri sang bayi mulai
terserang penyakit hipotermia.
"Oeekk...oeeekk,"
tangisan pilunya masih terdengar memanggil. Namun tak ada satupun yang
datang meraih tubuh mungilnya, menyelimutinya, dan membuainya dalam
pelukan yang hangat. Kenapa? Karena, orang dewasa yang bertanggung jawab
atas kelahirannya di dunia ini tergeletak bersimbah darah dengan posisi
tertelungkup tak jauh dari tempatnya. Tubuh keduanya sudah dingin dan
kaku, menandakan jika ia sudah tewas begitu simbol-simbol rumit dalam
huruf fuin itu sudah tercetak jelas di perut bayinya. Tapi, bayi itu
tidak menyadarinya. Ia masih menangis, melengking memanggil-manggil
kedua orang tuanya.
Seolah mendengar ratapan
putus asa sang bayi, suara langkah kaki, 'Tap..tap..tap...' terdengar
mendekati ruangan sang bayi. Bukan hanya satu orang, tapi lebih. Dari
nadanya, terlihat jelas jika mereka terburu-buru ingin segera sampai di
ruang Naru-baby. Mungkin, mereka terganggu oleh suara tangisan bayi yang
tak berhenti lebih dari sejam, sehingga mereka berdatangan satu per
satu.
Mata mereka membelalak
begitu mereka membuka pintu dan memasuki ruangan. Beberapa diantaranya
matanya memerah dan beberapa lagi menutup mulut mereka, tak sanggup
menahan sesak di dada. Hatinya mereka seperti ditusuk belati, tapi tidak
berdarah, menyaksikan tubuh orang yang mereka hormati dan sekaligus
sayangi tergeletak di lantai berkubang darah. Dia adalah hokage keempat
beserta istrinya.
Mereka bergegas
menghampiri tubuh hokage keempat untuk memeriksa apakah beliau masih
hidup ataukah tidak. Shikaku mengulurkan tangannya membalikkan tubuh
hokage keempat secara hati-hati. Hatinya was-was merasakan tusukan
dingin di kulitnya. Ini... ini seperti kulit orang yang suda... Shikaku
berusaha menyingkirkan pikiran negatifnya.
Ia memeriksa hidup untuk
merasakan hembusan angin di hidung. Kepalanya menggeleng lemah. Ia lalu
merundukkan kepalanya, telinganya menyentuh dada hokage keempat. Tidak
terdengar sedikit pun suara denyut jantung. Denyutan nadi di pergelangan
tangannya juga tidak terasa. Berarti... hokage keempat positif...
Dengan hembusa nafas berat, Shikaku kembali menggelengkan kepala. Ia
memandang sendu kedua rekannya.
Mata Inoichi memerah. Ia
memukul dinding untuk melampiaskan rasa sakit karena kehilangan orang
yang disayangi. Choza berdiri lemah menyandar pada pintu. Air matanya
bercucuran bak hujan. Meski wajahnya terlihat sangar, tapi Chouza
berhati lembut. Ia tidak merasa gengsi meneteskan air mata ketika sedih
akibat kehilangan yang dicintai. Dia jelas bukan pengikut madzab, 'Pria
sejati pantang menangis'.
Oekk oekkk oekkk...
Karena sedih dan tegang, ketiganya melupakan bayi yang kondisinya
menyedihkan. Mata sang bayi sudah bengkak akibat terlalu lama menangis.
Kepala Shikaku terangkat, memandang linglung bayi telanjang yang berada
di atas altar. 'Dia siapa?' Pikirnya bingung. Namun tak berapa lama, ia
tersadar jika bayi itu membutuhkan bantuan medis. Segera!
Tanpa pikir panjang,
Shikaku maju ke depan menggendong bayi mungil yang suaranya serak akibat
terlalu lama menangis. Ia menyelimuti si bayi dengan kain selimut si
bayi yang teronggok di lantai altar. Ia melangkah maju mundur untuk
membuainya hingga si bayi tertidur. Ia menoleh pada dua rekannya. "Aku
akan membawa bayi ini ke rumah sakit. Ia butuh penanganan tim medis.
Kalian urus..."
Ucapan Shikaku terpotong
oleh kehadiran pendatang baru. "Bagaimana, Shikaku?" Tanya orang yang
baru saja memasuki ruangan. Mata kelamnya tampak suram sesuram rambutnya
yang tertutup oleh debu bekas pertarungan.
Shikaku mendongak
menatap Fugaku. Tanpa daya, ia menggeleng perlahan sebagai jawaban.
Matanya menyorot sedih. "Yondaime-sama dan istrinya sudah tewas,
Fugaku-san." Jawabnya serak karena menahan tangis.
Fugaku yang bertanya itu
kini berdiri dengan kepala tertunduk. Helai rambutnya yang tumbuh
memanjang sebahu bergerak maju, menutupi wajahnya. Matanya yang sehitam
arang, kini memerah. Lalu, bulir air mata menetes membasahi wajahnya
yang masih tampan di usianya yang sudah memasuki kepala empat. Satu lagi
teman dekatnya tewas. Pertama Kagami lalu kini...Minato. 'Oh,
Kami-sama,' batinnya.
Bukan hanya pria itu
yang berduka, tapi timnya yang juga baru tiba ikut berduka atas
kepergian pemimpin mereka beserta istrinya.
"Aku akan ke rumah sakit membawa bayi..."
"Dia anak siapa
Shikaku?" Tanya Fugaku tertarik. Matanya menatap penuh selidik
fitur-fitur wajah bayi rupawan itu. Dahinya mengerut berfikir.
"Sepertinya ia tak asing."
"Entah. Aku menemukannya di ruangan ini,"
"Hmmm..." gumam Fugaku
berfikir serius. Kuning cerah dengan semu keemasan di ujungnya, cek.
Rambut tegak seperti durian, cek. Mata safir, cek. Kulit nan sehat
menyerupai warna gandum yang sudah matang, cek. Goresan di kedua pipi
yang mirip kumis kucing, cek. Lalu perut kempes di tubuh Kushina, cek.
Fugaku menghela nafas panjang. Matanya menatap iba sang bayi. Tangannya
menggusak rambut acak-acakan sang bayi. "Cepat bawa di ke rumah sakit.
Kasihan dia." Katanya. Ia kini menyadari identitas sang bayi. Meski tahu
dan ia yakin rekan-rekannya juga akan segera menyadarinya, Fugaku tak
berniat membebarkan.identitas orang tua sang bayi.
"Hm," gumam Shikaku
menyetujui. Ia membuat segel tangan untuk mengaktifkan shunsin no
jutsunya agar lebih cepat sampai rumah sakit.
Rekan-rekannya yang lain
menyusul. Tapi tujuan mereka berbeda. Shikaku ke kamar rawat inap
balita dan anak-anak, sedangkan rekan-rekannya ke kamar jenazah untuk
identifikasi dan sekaligus memastikan Hokage keempat dan istrinya masih
hidup atau sudah mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar