Obito meneguk air
ludahnya dengan susah payah seolah-olah ia sedang menelan sebongkah
batu. Terasa seret dan juga sakit di bagian kerongkongannya. Tubuhnya
menggigil gemetar dengan bulu kuduk yang sudah berdiri sempurna.
Lidahnya yang biasanya cerewet kini kelu. Pupil matanya membesar dan
menonjol keluar hingga serabut syarafnya terlihat dengan jelas. Seolah
tak ingin ketinggalan, kini jantungnya ikut berdegup kencang. "K-kau..!
K-kenapa?" Obito bicara tak beraturan saking takutnya.
"Hai, Obito-kun!" Sapa
salah satu dari dua bayangan itu. Ia berdiri tegap dengan tubuh
menghadap.Obito. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman menawan dan
tatapannya tetap teduh, seperti yang ada dalam ingatan Obito kala ia
masih hidup dulu. Bayangan yang satunya lagi sedang menggendong dan
mengayun-ayun Naru-chan. Obito tidak begitu yakin, karena tubuhnya
membelakangi Obito, tapi kira-kira semacam itulah.
"K-kenapa.. ?" Obito
membuka mulut dan lalu menutupnya lagi. Otaknya blank, kosong. Ia tak
tahu harus ngomong darimana dan tak tak tahu harus bertanya apa?
Semuanya terasa membingungkan dan mendadak hingga otaknya mengalami
kram. "Apa..?"
"Kami belum mati,
Obito-kun." Jawab bayangan itu yang kini semakin terlihat jelas
wujudnya, berkat bantuan sinar rembulan yang menimpa tubuhnya.
"Bagaimana mungkin?"
Pekik Obito dengan suara tercekik. "Aku memang tidak melihat acara
pemakaman kalian, karena aku koma, tapi shinobi medis sudah memastikan
kematian kalian. Tubuh kalian sudah terbenam di dasar tanah."
"Ceritanya panjang."
Ujar pria itu. "Aku akan menceritakan semuanya. Tentang Naruto. Tentang
Kyuubi. Dan tentang kematian kami. Pada kalian berdua."
"Berdua?" Kedua alis Obito naik ke atas, heran.
"Masuklah Shisui. Aku tahu kau menguping pembicaraan kami."
Deg! Jantung Obito
berdetak lebih keras dari sebelumnya. 'Shisui! Kok aku tidak
menyadarinya? Memang sudah sehebat apa Shisui hingga hawa keberadaannya
tidak bisa ia deteksi?' Pikir Obito antara terkejut, takjub, dan juga
bangga.
Dari balik bayangan
muncullah.sosok Shisui. Dengan gestur malu-malu, ia masuk ke dalam
kamar. Kepalanya sedikit tertunduk, menyembunyikan pipinya yang kini
merona. "Hokage-sama. Kushina-obasan." Sapanya sopan. "Maaf,
hokage-sama. Obasan. Aku bukannya ingin menguping. Tapi, aku
mengkhawatirkan adikku. Maksudku Naru-chan. Aku tak ingin ia celaka. Aku
merasakan cakra mencurigakan di kamar Naru-chan. Karena itu, aku
buru-buru kemari." Ujarnya menjelaskan alasan kenapa ia menguping.
Minato tersenyum. Begitu
pula Kushina. "Tak apa, Shisui-kun. Justru aku senang. Itu berarti kau
tulus menyayangi Naru-chan. Kau telah menjadi kakak yang baik untuknya."
Ujar Kushina penuh haru.
Shisui tersipu malu.
Obito melihatnya. Mulutnya membuka hendak meledek Shisui, tapi tatapan
serius senseinya membuatnya menelan kembali apa yang ingin ia ucapkan.
Toh masih ada banyak waktu untuk menggoda Shisui. Ah, dan ia baru
teringat apa yang ingin ia tanyakan pada Shisui, adik sepupu
kesayangannya, sejak tadi. "Sejak kapan kau menguasai Mangekyo
Sharingan, Shisui?"
Wajah Shisui berubah
muram. Ada kesedihan membayangi matanya. "Di penghujung Perang Dunia
Ketiga. Saat itu aku melihat sahabat baikku, anggota timku tewas tepat
di depan mataku. Aku hanya bisa terdiam, melihat cahaya kehidupan di
matanya perlahan-lahan menghilang. Aku...aku..."
Shisui terdiam. Tubuhnya
gemetar, mengingat peristiwa pahit hari itu. Bulir-bulir air mata
mengalir di pipinya. Shisui tak menghiraukannya. Ia larut dalam
kesedihannya. Obito, Minato, dan Kushina juga turut diam. Hanya
rangkulan di pundak yang bisa Obito berikan, sebagai bentuk
kepeduliannya. Shisui tersentak saat sesuatu yang hangat, lembut, dan
kecil menyentuh pipinya, mengusap air matanya. "Naru-chan!" Ujarnya
tercekat.
"Na ang hyuu gaga
jijiii.." Celoteh Naruto. Entah kapan Naruto membuka mata. Kini ia
berdiri menghadap Shisui. Maksudnya, Kushina sambil menggendong Naruto
dengan posisi duduk sedang berdiri di depan Shisui, Tangan mungil nya
terus-menerus mengusap air mata Shisui. Matanya yang bulat dan lucu
memandang Shisui.
"Naru-chan..ugh.." gumam
Shisui menarik Naruto dalam gendongannya dan menguyel-uyelnya karena
gemas, terharu, dan bahagia. Kepalanya tenggelam diantara ceruk leher
dan kepala mungil Naruto. Ia mencium dengan rakus campuran aroma bedak,
minyak telon, dan wangi citrus. Aroma Naruto itu seperti aromaterapi,
memberinya ketenangan batin. Tangan Naruto dengan setia menepuk-nepuk
punggung kakaknya (yang paling normal), tahu jika kakaknya membutuhkan
hiburan.
"Naa uung dada.. nii."
celoteh Naruto lagi. Entah apa yang hendak Bayi pirang embul itu
sampaikan pada Shisui, tapi Shisui merasa hatinya plong. Lubang hitam
dalam hatinya perlahan mulai menutup. Masih menyisakan sakit memang,
karena bagaimana pun lukanya terlalu besar dan bernanah, namun
setidaknya sudah mulai sembuh.
"Ehem!" Minato berdehem
untuk menarik perhatian. "Maaf mengganggu kemesraan kalian, tapi ada hal
penting yang ingin ku sampaikan. Waktu kami tidak banyak. Sebentar lagi
matahari akan terbit."
"Jadi Anda betul-betul
sudah mati dan ini wujud ugh..." Glekh! Obito kehilangan kata-kata.
Tubuhnya mulai menunjukkan reaksi. Akibat rasa takut yang berlebihan.
Rona di wajahnya menghilang. Kini, wajahnya sudah seputih kapas.
"...h-ha..han..hantu s-sensei?" Suaranya gagap. Ia tidak takut pada
musuh seperti apapun, sekuat apapun. Tapi, jika sudah berhubungan dengan
makhluk astral...? Nyali Obito ciut seketika.
"Tidak bisa dibilang hantu juga sih." Kata Minato.
"Kalau bukan hantu, lalu apa?"
"Sebut saja aku ini roh."
"Roh?" Shisui dan Obito kompak bertanya.
"Ya." Gumam Minato.
"Setelah aku menggunakan Shiki Fuujin no jutsu dibantu Shina-chan,
seharusnya aku dan istriku mati sebagai akibat penggunaan jutsu
terlarang ini. Sayangnya, Dewa Shinigami tidak berkenan menerima kami
karena alasan yang tidak kami ketahui. Tapi, berhubung jasad kami sudah
hancur dimakan tanah, roh kami terjebak diantara hidup dan mati. Lalu,
entah bagaimana, roh kami tersedot dalam wadah makhluk terdekat kami.
Jadilah, kami hidup di dalam tubuh Naruto. Kami bisa muncul kapan pun.
Akan tetapi, karena wujud kami berupa roh, tak ada satu pun yang bisa
melihat kami. Hanya pemilik Mangekyo Sharingan yang bisa. Yang lainnya,
hanya merasakan keberadaan kami."
"Apa itu berarti sensei bisa mengasuh Naruto sendiri?" Tanya Obito.
"Ya."
"Anda bisa bertarung menggunakan cakra?" Shisui yang bertanya.
"Iya."
"Berarti Anda bisa melindungi adikku? Mmm maksudku Naru-chan?"
Minato garuk-garuk kepala, sambil nyengir gaje. "Iya."
"Lalu, buat apa sensei/
hokage mencari pemilik Mangekyo Sharingan no jutsu sebagai pengasuh
Naru-chan?" Tanya Obito dan Shisui bersamaan.
"Itu yang ingin aku
bicarakan dari tadi." Jawab Minato. "Kalian sudah tahu bukan, jika pria
bertopeng misterius yang mencuri Kyuubi dan mengendalikannya untuk
menyerang Konoha adalah Uchiha?" Obito dan Shisui sama-sama mengangguk.
"Lebih lengkapnya Madara Uchiha."
"Mustahil. Madara sudah mati. Semua orang tahu itu."
"Minato sensei benar
Shisui. Madara masih hidup. Aku pernah bertemu dengannya. Ia lah yang
menolongku saat aku sekarat tertimpa reruntuhan batu." Obito yang
menjawab.
"Kenapa kamu diam saja? Kenapa..?"
"Aku sudah melaporkannya, Shisui. Minato sensei sudah mengirim tim untuk menyelidiki tempat itu, tapi..."
"Tapi, apa?" Potong Shisui.
"Tapi, tidak berhasil.
Pertama, tempat itu dilindungi dengan banyak lapisan pelindung dan
dipenuhi ranjau. Kedua, tempat itu juga dilengkapi tanaman beracun dan
jutsu khusus yang dijamin akan membuat siapapun tersesat dan sekaligus
membuatnya tak terlihat oleh mata. Ketiga, markasnya ada di daerah
Amegakure, sedangkan hubungan Konoha dengan desa shinobi itu sedang
tegang-tegangnya. Menyusup sembarangan akan memicu perang dunia ninja
lagi."
"Berarti.." Shisui mikir. "...ia tak tersentuh?"
"Untuk saat ini, iya.
Tapi, aku punya cara untuk menghentikan Madara. Kali ini akan ku
pastikan ia mati. Untuk itulah aku butuh pemilik Mangekyo."
"Apa misinya?"
"Kalian tahu kuil Nakano?"
"Tahulah. Itu kuil klan kami." Obito.
"Tapi, apa kalian tahu rahasia yang tersembunyi dari kuil Nakano?"
Dahi Obito dan Shisui
sama mengerut tanda sedang berfikir keras. "Bukannya itu hanya kuil
biasa, tempat anggota klan Uchiha berkumpul?" Tanya Shisui pada Obito
yang dibalas dengan angkat bahu.
"Tidak. Kuil Nakano
menyimpan rahasia besar. Rahasia kuno yang bahkan lebih tua dari usia
desa Konoha." Jawab Minato sambil melirik Kushina yang tengah menidurkan
Naruto kembali.
"Bagaimana sensei tahu?"
"Kagami yang memberi
tahuku. Tapi, ia tak sempat mencari tahu isi rahasianya. Ia hanya tahu
di bagian mana rahasia itu disimpan."
"Dimana?" Tanya Shisui antusias. Matanya berkobar penuh semangat.
"Di aula utama di bawah
tikar tatami ketujuh bagian belakang sebelah kanan. Di bawahnya ada
ruang rahasia. Kagami berhasil memecahkan segel pembukanya, dan turun
untuk memeriksa. Di sana ada monumen batu tua yang diwariskan secara
turun temurun. Namun, ia tak berhasil membaca tulisan di monumen batu
itu dengan jelas. Dibutuhkan tingkatan doujutsu lebih lanjut untuk
membacanya."
Minato diam,
mengingat-ingat ucapan mendiang sahabatnya yang beda generasi.
"Sebentar. Kalau tak salah ia bilang, 'Mangenkyou membaca lebih baik
dari Sharingan.' Terus... akh, aku lupa. Intinya butuh Mangekyo
Sharingan untuk mengartikan tulisan di batu itu."
"Lalu, apa hubungannya
antara isi prasasti dengan Madara, Naruto, dan kita semua?" Tanya Obito
bingung. Ia satu-satunya Uchiha yang selain nyeleneh juga kurang cerdas.
Fugaku menyindirnya sebagai Uchiha yang tertukar. Kakashi lebih pantas
disebut Uchiha daripada Obito yang annoying, noisy, dan not smart
penghalusan bahasa untuk kata tulalit.
"Kagami bilang, 'Aku
memang tidak bisa mengartikannya dengan jelas. Tapi, aku yakin 100% jika
perubahan Madara dan kegilaannya berasal dari tulisan batu itu."
"Jangan bilang kalau Sensei ingin kami memusnahkan batu itu!" Obito menatap gurunya penuh selidik.
"Tepat. Itu misi kalian."
Wajah Shisui dan Obito
sama-sama ragu. Memusnahkan peninggalan leluhur itu misi yang sangat
berat. Dosa besar yang rasanya tidak dapat diampuni. "T-tapi..." protes
Shisui.
"Salin isinya dan
musnahkan! Agar kelak, tak ada lagi Madara kedua." Wajah Shisui dan
Obito sama-sama tegang, antara ingin menolak dan menerima. "Itu
berkaitan erat dengan doujutsu yang sangat berbahaya Shisui, Obito.
Lebih berbahaya dari doujutsu terlarang manapun jika analisisku benar."
Bujuk Minato.
"Maksud Hokage-sama?"
"Indikasinya mengarah ke sana."
"Apa sih maksudnya Sensei? Bisakah sensei menjelaskannya?"
"Ku rasa di batu itu tertulis doujutsu Rinnegan dan cara membangkitkannya."
"Rinnegan?"
"Ya. Rinnegan. Kata
sesepuh katak di gunung Myobokuzan, dulu manusia tidak memiliki cakra.
Yang punya pohon Shinju. Lalu seorang wanita yang dijuluki Dewi Kelinci
nekat memakan buah Shinju hingga cakra itu berpindah ke tubuhnya untuk
menciptakan perdamaian. Kemudian, ia berubah jadi sombong dan
sewenang-wenang karena merasa paling kuat."
"Jika ia memakan buah
dari seluruh cakra...." Obito mengusap-usap dagunya sok mikir biar
kelihatan pintar. "...ia sangat kuat dong. Lalu siapa yang menghentikan
kekejamannya?"
"Kedua anaknya. Mereka
mewarisi cakra dari ibunya. Dengan menyatukan kekuatan, mereka berdua
berhasil menyegel si Dewa Kelinci ke bulan. Salah satu anaknya diketahui
bernama Hogoromo Ootsuki atau yang kita kenal Rikudou Sennin."
"Jadi itu fakta bukan mitos? Dulu, ayah sering bercerita tentang beliau. Iya kan, Obito?"
"Hn." Jawabnya sok cool.
"Itu fakta. Rikudou
Sennin ini penganut aliran ninshu yang jadi cikal bakal ninjutsu. Ia
pemilik doujutsu Rinnegan dan sekaligus Jinchuuriki Juubi."
"Juubi? Aku belum pernah mendengar bijuu ekor sepuluh." Shisui.
"Wajar saja. Karena
sebelum meninggal, ia memecah Juubi menjadi sembilan ekor dengan
doujutsu Rinnegannya. Nah, sekarang kita sampai pada bagian horornya."
"A-apa?" Tanya Shisui dan Obito bersamaan.
"Sebelum meninggal dunia
karena usia, Rikudou Sennin menuliskan kisahnya, tentang doujutsu
Mangenkyo, Rinnegan, dan yang menakutkan Jutsu Mugen Tsukuyomi pada
sebuah monumen."
Jantung Obito dan Shisui
berdesir ngeri. Mereka tak tahu jika sesuatu yang sangat menakutkan
disimpan di kuil tempat ia dan klannya biasa berkumpul. "Apa bahayanya?"
"Jutsu itu akan membuat
seluruh shinobi jatuh dalam mimpi. Lalu mereka mati karena cakra mereka
diserap pohon shinju. Tapi, yang betul-betul mengerikan jika doujutsu
ini diaktifkan adalah..."
"Y-ya?" Shisui bertanya sambil meneguk ludah karena takut. Wajah Minato-sama tampak sangat mengerikan saat mengatakannya.
"Dewi Kelinci yang ada di bulan akan kembali ke bumi."
"Sensei yakin?"
"Ya. Cerita ini ku dapat
dari tetua katak yang mendapat cerita ini langsung dari mulut Rikudou
Sennin. Madara telah memiliki Rinnegan yang ia titipkan pada shinobi..."
"Dari klan Uzumaki yang tinggal di Amegakure. Namanya Nagato yang jadi salah satu pendiri Akatsuki." Potong Kushina.
DEG! Jantung Obito
berdetak kencang. "Dan Madara sudah memiliki tubuh luar Juubi. Ia hanya
perlu mengumpulkan seluruh bijuu untuk mem...membangkitkan Juubi dan
Pohon Shinju." Lanjutnya dengan wajah muram.
"Dengan kata lain, ia
sudah hampir menyelesaikan pekerjaannya?" Tanya Shisui dengan nafas
tercekik karena ngeri. Ini sih lebih mengerikan dari sejarah perang
dunia ninja digabung jadi satu. Mana nggak ada yang memiliki kemampuan
yang mendekati Madara pula. Alamat kiamat nih.
"Jangan putus asa! Kita masih bisa mencegahnya. Menyalin dan menghancurkan monumen batu itu salah satunya."
"Apa ada pengaruhnya?
Madara sudah membacanya dan pasti sudah menguasainya." Shisui tampak
gelisah. Dan ya, rasa putus asa menggelayuti benaknya.
"Tentu saja ada.
Pertama, untuk mencegah lahirnya Madara kedua. Dua, mungkin ada petunjuk
penting di sana untuk mengalahkan Madara. Dan ketiga, kalian lupa, di
Konoha ini akan lahir daun-daun muda yang jauh lebih hebat dari kita.
Misalnya Naruto dan Sasuke."
"Dua bayi tidak jelas itu?" Obito menyangsikan ucapan gurunya.
"Ya. Potensi bayi-bayi itu sangat luar biasa. Khususnya, SasuNaru. Mereka berdua istimewa."
"Apa istimewanya?" Komentar nyinyir Obito.
Minato mengangkat
pundaknya ke atas. "Hanya firasat. Tapi, aku percaya jika bayi-bayi itu,
dengan bimbingan yang tepat, akan bisa melampaui para pendahulunya."
Kata Minato memberi secercah harapan untuk dua Uchiha muda itu. "Jadi,
apa kalian bersedia mengemban misi ini?"
"Hai'k!" Seru Obito dan Shisui. "Kapan sensei?"
"Hari ini juga karena bulan sedang mati. Kegelapan mencapai puncaknya."
Obito mendengus. Dalam
hati tentunya. 'Sensei sinting.' Rutuknya dalam hati. Dimana-mana,
sesuatu yang penting dikerjakan saat bulan purnama. Katanya, pada masa
itu energi magis sedang berada dalam kondisi puncak. Lah ini kok malah
dikerjakan saat bulan sedang mati. Sinting nggak tuch.
"Tapi, sensei..."
"Cepatlah! Aku akan membuat pengalihan. Tinggalkan bunshinmu di sini untuk menghindari kecurigaan."
Tanpa banyak cing cong,
keduanya melakukan apa yang disuruh senseinya. Shishui dan Obito bekerja
sama untuk memasuki ruang rahasia di kuil Naka. Tidak begitu sulit
karena meski slengekan kemampuan Obito tidak bisa dipandang sebelah
mata. Shisui juga demikian. Shisui mengaktifkan Mangekyo untuk membaca
isi prasasti dan menjiplaknya dalam otaknya. Itu niatnya, tapi mereka
mendengan suara gaduh luar biasa di luar sana.
'Apa sih yang dilakukan Minato-sensei?' Pikir Obito sebal.
"Sekarang bagaimana?" Tanya Shisui.
"Kita bawa pakai Kamuiku. Terus nanti dijiplak."
"Nanti ketahuan. Uchiha bisa geger kalau tahu."
"Gunakan otakmu Shisui! Tak ada yang tahu ruangan ini selain kita. Tak mungkin kita ketahuan."
"Oke. Cepatlah!"
Obito mengaktifkan
Mangekyounya. Ia mengambil batu monumen itu dan memindahkannya di
dimensi lain. "Kita pergi sekarang. Kita lihat apa yang dilakukan
senseiku." Ajak Obito.
SKIP TIME
"Sensei! Apa rencana Sensei untuk membuat pengalihan?" Tanya bunshin Obito.
Minato tersenyum tipis,
penuh arti, sebagai jawaban. Ia lalu membuat segel tangan dan
memperbesar cakranya. Cakranya menyebar hingga keluar dari kediaman
Shisui. Bunshin Obito dan Shisui saling berpandangan, bertukar
pertanyaan lewat isyarat mata. Tapi, keduanya sama-sama tidak tahu
sehingga memilih pasrah. 'Wait and see sajalah.' pikir kedyanya.
Tak lama kemudian,
mereka mendengar suara Sreet! Sreeet! Sreet! Sesuatu sedang diseret di
lantai. Awalnya, suaranya terdengar jauh. Lalu, suaranya kian terdengar
jelas, seolah benda itu sedang menghampiri tempat mereka. Mereka
terkejut, hingga hampir lompat dari tempat mereka berdiri. Bagaimana
tidak? Di sana, mereka melihat seorang balita tengah merangkak melewati
pintu kamar dengan jumawanya. "SASUKE!" Pekik bunshin Obito dan Shisui
dengan kompaknya. Keduanya menatap horor Sasuke.
'Ngapain bayi suram itu ke sini?' Batin Bunshin Shisui.
'Pawang bayi kemana ya?
Kok monster cilik tukang ngecesnya dibiarin kelayapan malam-malam
seorang diri.' Pikir Obito. Ia merujuk pada dua bersaudara, anak
pasangan Mikoto-Fugaku.
Akan tetapi, bukan
kehadiran Sasuke di rumah Shisui, lebih tepatnya lagi kamar Naruto di
jam-jam mencurigakan, yakni tengah malam seperti ini yang membuat Shisui
dan Obito melotot horor. Melainkan sesuatu di tangan Sasuke.
"Gyaaa..!" Jerit bunshin Shisui dan Obito untuk terakhir kalinya, sebelum menghilang dalam kepulan asap.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar