Jumat, 19 April 2019

NARU BABY : RAHASIA NARUTO

Mulut Obito menganga lebar. Kalau saja dagunya tidak diikat oleh sendi temporomandibular, mungkin dagunya bakal terlepas dan jatuh ke tanah. Ia terkejut. Ah, bukan. Ia syok berat. B-b-bagaimana m-mungkin orang yang sudah meninggal dunia bisa terlihat begitu nyata, sedang berdiri tepat di depannya?"K-k-kau astfghrrgfdg..." ujar Obito tidak jelas. Syok. Takut. Ngeri. Dan, senang. Campur aduk jadi satu.
Obito meneguk air ludahnya dengan susah payah seolah-olah ia sedang menelan sebongkah batu. Terasa seret dan juga sakit di bagian kerongkongannya. Tubuhnya menggigil gemetar dengan bulu kuduk yang sudah berdiri sempurna. Lidahnya yang biasanya cerewet kini kelu. Pupil matanya membesar dan menonjol keluar hingga serabut syarafnya terlihat dengan jelas. Seolah tak ingin ketinggalan, kini jantungnya ikut berdegup kencang. "K-kau..! K-kenapa?" Obito bicara tak beraturan saking takutnya.
"Hai, Obito-kun!" Sapa salah satu dari dua bayangan itu. Ia berdiri tegap dengan tubuh menghadap.Obito. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman menawan dan tatapannya tetap teduh, seperti yang ada dalam ingatan Obito kala ia masih hidup dulu. Bayangan yang satunya lagi sedang menggendong dan mengayun-ayun Naru-chan. Obito tidak begitu yakin, karena tubuhnya membelakangi Obito, tapi kira-kira semacam itulah.
"K-kenapa.. ?" Obito membuka mulut dan lalu menutupnya lagi. Otaknya blank, kosong. Ia tak tahu harus ngomong darimana dan tak tak tahu harus bertanya apa? Semuanya terasa membingungkan dan mendadak hingga otaknya mengalami kram. "Apa..?"
"Kami belum mati, Obito-kun." Jawab bayangan itu yang kini semakin terlihat jelas wujudnya, berkat bantuan sinar rembulan yang menimpa tubuhnya.
"Bagaimana mungkin?" Pekik Obito dengan suara tercekik. "Aku memang tidak melihat acara pemakaman kalian, karena aku koma, tapi shinobi medis sudah memastikan kematian kalian. Tubuh kalian sudah terbenam di dasar tanah."
"Ceritanya panjang." Ujar pria itu. "Aku akan menceritakan semuanya. Tentang Naruto. Tentang Kyuubi. Dan tentang kematian kami. Pada kalian berdua."
"Berdua?" Kedua alis Obito naik ke atas, heran.
"Masuklah Shisui. Aku tahu kau menguping pembicaraan kami."
Deg! Jantung Obito berdetak lebih keras dari sebelumnya. 'Shisui! Kok aku tidak menyadarinya? Memang sudah sehebat apa Shisui hingga hawa keberadaannya tidak bisa ia deteksi?' Pikir Obito antara terkejut, takjub, dan juga bangga.
Dari balik bayangan muncullah.sosok Shisui. Dengan gestur malu-malu, ia masuk ke dalam kamar. Kepalanya sedikit tertunduk, menyembunyikan pipinya yang kini merona. "Hokage-sama. Kushina-obasan." Sapanya sopan. "Maaf, hokage-sama. Obasan. Aku bukannya ingin menguping. Tapi, aku mengkhawatirkan adikku. Maksudku Naru-chan. Aku tak ingin ia celaka. Aku merasakan cakra mencurigakan di kamar Naru-chan. Karena itu, aku buru-buru kemari." Ujarnya menjelaskan alasan kenapa ia menguping.
Minato tersenyum. Begitu pula Kushina. "Tak apa, Shisui-kun. Justru aku senang. Itu berarti kau tulus menyayangi Naru-chan. Kau telah menjadi kakak yang baik untuknya." Ujar Kushina penuh haru.
Shisui tersipu malu. Obito melihatnya. Mulutnya membuka hendak meledek Shisui, tapi tatapan serius senseinya membuatnya menelan kembali apa yang ingin ia ucapkan. Toh masih ada banyak waktu untuk menggoda Shisui. Ah, dan ia baru teringat apa yang ingin ia tanyakan pada Shisui, adik sepupu kesayangannya, sejak tadi. "Sejak kapan kau menguasai Mangekyo Sharingan, Shisui?"
Wajah Shisui berubah muram. Ada kesedihan membayangi matanya. "Di penghujung Perang Dunia Ketiga. Saat itu aku melihat sahabat baikku, anggota timku tewas tepat di depan mataku. Aku hanya bisa terdiam, melihat cahaya kehidupan di matanya perlahan-lahan menghilang. Aku...aku..."
Shisui terdiam. Tubuhnya gemetar, mengingat peristiwa pahit hari itu. Bulir-bulir air mata mengalir di pipinya. Shisui tak menghiraukannya. Ia larut dalam kesedihannya. Obito, Minato, dan Kushina juga turut diam. Hanya rangkulan di pundak yang bisa Obito berikan, sebagai bentuk kepeduliannya. Shisui tersentak saat sesuatu yang hangat, lembut, dan kecil menyentuh pipinya, mengusap air matanya. "Naru-chan!" Ujarnya tercekat.
"Na ang hyuu gaga jijiii.." Celoteh Naruto. Entah kapan Naruto membuka mata. Kini ia berdiri menghadap Shisui. Maksudnya, Kushina sambil menggendong Naruto dengan posisi duduk sedang berdiri di depan Shisui, Tangan mungil nya terus-menerus mengusap air mata Shisui. Matanya yang bulat dan lucu memandang Shisui.
"Naru-chan..ugh.." gumam Shisui menarik Naruto dalam gendongannya dan menguyel-uyelnya karena gemas, terharu, dan bahagia. Kepalanya tenggelam diantara ceruk leher dan kepala mungil Naruto. Ia mencium dengan rakus campuran aroma bedak, minyak telon, dan wangi citrus. Aroma Naruto itu seperti aromaterapi, memberinya ketenangan batin. Tangan Naruto dengan setia menepuk-nepuk punggung kakaknya (yang paling normal), tahu jika kakaknya membutuhkan hiburan.
"Naa uung dada.. nii." celoteh Naruto lagi. Entah apa yang hendak Bayi pirang embul itu sampaikan pada Shisui, tapi Shisui merasa hatinya plong. Lubang hitam dalam hatinya perlahan mulai menutup. Masih menyisakan sakit memang, karena bagaimana pun lukanya terlalu besar dan bernanah, namun setidaknya sudah mulai sembuh.
"Ehem!" Minato berdehem untuk menarik perhatian. "Maaf mengganggu kemesraan kalian, tapi ada hal penting yang ingin ku sampaikan. Waktu kami tidak banyak. Sebentar lagi matahari akan terbit."
"Jadi Anda betul-betul sudah mati dan ini wujud ugh..." Glekh! Obito kehilangan kata-kata. Tubuhnya mulai menunjukkan reaksi. Akibat rasa takut yang berlebihan. Rona di wajahnya menghilang. Kini, wajahnya sudah seputih kapas. "...h-ha..han..hantu s-sensei?" Suaranya gagap. Ia tidak takut pada musuh seperti apapun, sekuat apapun. Tapi, jika sudah berhubungan dengan makhluk astral...? Nyali Obito ciut seketika.
"Tidak bisa dibilang hantu juga sih." Kata Minato.
"Kalau bukan hantu, lalu apa?"
"Sebut saja aku ini roh."
"Roh?"  Shisui dan Obito kompak bertanya.
"Ya." Gumam Minato. "Setelah aku menggunakan Shiki Fuujin no jutsu dibantu Shina-chan, seharusnya aku dan istriku mati sebagai akibat penggunaan jutsu terlarang ini. Sayangnya, Dewa Shinigami tidak berkenan menerima kami karena alasan yang tidak kami ketahui. Tapi, berhubung jasad kami sudah hancur dimakan tanah, roh kami terjebak diantara hidup dan mati. Lalu, entah bagaimana, roh kami tersedot dalam wadah makhluk terdekat kami. Jadilah, kami hidup di dalam tubuh Naruto. Kami bisa muncul kapan pun. Akan tetapi, karena wujud kami berupa roh, tak ada satu pun yang bisa melihat kami. Hanya pemilik Mangekyo Sharingan yang bisa. Yang lainnya, hanya merasakan keberadaan kami."
"Apa itu berarti sensei bisa mengasuh Naruto sendiri?" Tanya Obito.
"Ya."
"Anda bisa bertarung menggunakan cakra?" Shisui yang bertanya.
"Iya."
"Berarti Anda bisa melindungi adikku? Mmm maksudku Naru-chan?"
Minato garuk-garuk kepala, sambil nyengir gaje. "Iya."
"Lalu, buat apa sensei/ hokage mencari pemilik Mangekyo Sharingan no jutsu sebagai pengasuh Naru-chan?" Tanya Obito dan Shisui bersamaan.
"Itu yang ingin aku bicarakan dari tadi." Jawab Minato. "Kalian sudah tahu bukan, jika pria bertopeng misterius yang mencuri Kyuubi dan mengendalikannya untuk menyerang Konoha adalah Uchiha?" Obito dan Shisui sama-sama mengangguk. "Lebih lengkapnya Madara Uchiha."
"Mustahil. Madara sudah mati. Semua orang tahu itu."
"Minato sensei benar Shisui. Madara masih hidup. Aku pernah bertemu dengannya. Ia lah yang menolongku saat aku sekarat tertimpa reruntuhan batu." Obito yang menjawab.
"Kenapa kamu diam saja? Kenapa..?"
"Aku sudah melaporkannya, Shisui. Minato sensei sudah mengirim tim untuk menyelidiki tempat itu, tapi..."
"Tapi, apa?" Potong Shisui.
"Tapi, tidak berhasil. Pertama, tempat itu dilindungi dengan banyak lapisan pelindung dan dipenuhi ranjau. Kedua, tempat itu juga dilengkapi tanaman beracun dan jutsu khusus yang dijamin akan membuat siapapun tersesat dan sekaligus membuatnya tak terlihat oleh mata. Ketiga, markasnya ada di daerah Amegakure, sedangkan hubungan Konoha dengan desa shinobi itu sedang tegang-tegangnya. Menyusup sembarangan akan memicu perang dunia ninja lagi."
"Berarti.." Shisui mikir. "...ia tak tersentuh?"
"Untuk saat ini, iya. Tapi, aku punya cara untuk menghentikan Madara. Kali ini akan ku pastikan ia mati. Untuk itulah aku butuh pemilik Mangekyo."
"Apa misinya?"
"Kalian tahu kuil Nakano?"
"Tahulah. Itu kuil klan kami." Obito.
"Tapi, apa kalian tahu rahasia yang tersembunyi dari kuil Nakano?"
Dahi Obito dan Shisui sama mengerut tanda sedang berfikir keras. "Bukannya itu hanya kuil biasa, tempat anggota klan Uchiha berkumpul?" Tanya Shisui pada Obito yang dibalas dengan angkat bahu.
"Tidak. Kuil Nakano menyimpan rahasia besar. Rahasia kuno yang bahkan lebih tua dari usia desa Konoha." Jawab Minato sambil melirik Kushina yang tengah menidurkan Naruto kembali.
"Bagaimana sensei tahu?"
"Kagami yang memberi tahuku. Tapi, ia tak sempat mencari tahu isi rahasianya. Ia hanya tahu di bagian mana rahasia itu disimpan."
"Dimana?" Tanya Shisui antusias. Matanya berkobar penuh semangat.
"Di aula utama di bawah tikar tatami ketujuh bagian belakang sebelah kanan. Di bawahnya ada ruang rahasia. Kagami berhasil memecahkan segel pembukanya, dan turun untuk memeriksa. Di sana ada monumen batu tua yang diwariskan secara turun temurun. Namun, ia tak berhasil membaca tulisan di monumen batu itu dengan jelas. Dibutuhkan tingkatan doujutsu lebih lanjut untuk membacanya."
Minato diam, mengingat-ingat ucapan mendiang sahabatnya yang beda generasi. "Sebentar. Kalau tak salah ia bilang, 'Mangenkyou membaca lebih baik dari Sharingan.' Terus... akh, aku lupa. Intinya butuh Mangekyo Sharingan untuk mengartikan tulisan di batu itu."
"Lalu, apa hubungannya antara isi prasasti dengan Madara, Naruto, dan kita semua?" Tanya Obito bingung. Ia satu-satunya Uchiha yang selain nyeleneh juga kurang cerdas. Fugaku menyindirnya sebagai Uchiha yang tertukar. Kakashi lebih pantas disebut Uchiha daripada Obito yang annoying, noisy, dan not smart penghalusan bahasa untuk kata tulalit.
"Kagami bilang, 'Aku memang tidak bisa mengartikannya dengan jelas. Tapi, aku yakin 100% jika perubahan Madara dan kegilaannya berasal dari tulisan batu itu."
"Jangan bilang kalau Sensei ingin kami memusnahkan batu itu!" Obito menatap gurunya penuh selidik.
"Tepat. Itu misi kalian."
Wajah Shisui dan Obito sama-sama ragu. Memusnahkan peninggalan leluhur itu misi yang sangat berat. Dosa besar yang rasanya tidak dapat diampuni. "T-tapi..." protes Shisui.
"Salin isinya dan musnahkan! Agar kelak, tak ada lagi Madara kedua." Wajah Shisui dan Obito sama-sama tegang, antara ingin menolak dan menerima. "Itu berkaitan erat dengan doujutsu yang sangat berbahaya Shisui, Obito. Lebih berbahaya dari doujutsu terlarang manapun jika analisisku benar." Bujuk Minato.
"Maksud Hokage-sama?"
"Indikasinya mengarah ke sana."
"Apa sih maksudnya Sensei? Bisakah sensei menjelaskannya?"
"Ku rasa di batu itu tertulis doujutsu Rinnegan dan cara membangkitkannya."
"Rinnegan?"
"Ya. Rinnegan. Kata sesepuh katak di gunung Myobokuzan, dulu manusia tidak memiliki cakra. Yang punya pohon Shinju. Lalu seorang wanita yang dijuluki Dewi Kelinci nekat memakan buah Shinju hingga cakra itu berpindah ke tubuhnya untuk menciptakan perdamaian. Kemudian, ia berubah jadi sombong dan sewenang-wenang karena merasa paling kuat."
"Jika ia memakan buah dari seluruh cakra...." Obito mengusap-usap dagunya sok mikir biar kelihatan pintar. "...ia sangat kuat dong. Lalu siapa yang menghentikan kekejamannya?"
"Kedua anaknya. Mereka mewarisi cakra dari ibunya. Dengan menyatukan kekuatan, mereka berdua berhasil menyegel si Dewa Kelinci ke bulan. Salah satu anaknya diketahui bernama Hogoromo Ootsuki atau yang kita kenal Rikudou Sennin."
"Jadi itu fakta bukan mitos? Dulu, ayah sering bercerita tentang beliau. Iya kan, Obito?"
"Hn." Jawabnya sok cool.
"Itu fakta. Rikudou Sennin ini penganut aliran ninshu yang jadi cikal bakal ninjutsu. Ia pemilik doujutsu Rinnegan dan sekaligus Jinchuuriki Juubi."
"Juubi? Aku belum pernah mendengar bijuu ekor sepuluh." Shisui.
"Wajar saja. Karena sebelum meninggal, ia memecah Juubi menjadi sembilan ekor dengan doujutsu Rinnegannya. Nah, sekarang kita sampai pada bagian horornya."
"A-apa?" Tanya Shisui dan Obito bersamaan.
"Sebelum meninggal dunia karena usia, Rikudou Sennin menuliskan kisahnya, tentang doujutsu Mangenkyo, Rinnegan, dan yang menakutkan Jutsu Mugen Tsukuyomi pada sebuah monumen."
Jantung Obito dan Shisui berdesir ngeri. Mereka tak tahu jika sesuatu yang sangat menakutkan disimpan di kuil tempat ia dan klannya biasa berkumpul. "Apa bahayanya?"
"Jutsu itu akan membuat seluruh shinobi jatuh dalam mimpi. Lalu mereka mati karena cakra mereka diserap pohon shinju. Tapi, yang betul-betul mengerikan jika doujutsu ini diaktifkan adalah..."
"Y-ya?" Shisui bertanya sambil meneguk ludah karena takut. Wajah Minato-sama tampak sangat mengerikan saat mengatakannya.
"Dewi Kelinci yang ada di bulan akan kembali ke bumi."
"Sensei yakin?"
"Ya. Cerita ini ku dapat dari tetua katak yang mendapat cerita ini langsung dari mulut Rikudou Sennin. Madara telah memiliki Rinnegan yang ia titipkan pada shinobi..."
"Dari klan Uzumaki yang tinggal di Amegakure. Namanya Nagato yang jadi salah satu pendiri Akatsuki." Potong Kushina.
DEG! Jantung Obito berdetak kencang. "Dan Madara sudah memiliki tubuh luar Juubi. Ia hanya perlu mengumpulkan seluruh bijuu untuk mem...membangkitkan Juubi dan Pohon Shinju." Lanjutnya dengan wajah muram.
"Dengan kata lain, ia sudah hampir menyelesaikan pekerjaannya?" Tanya Shisui dengan nafas tercekik karena ngeri. Ini sih lebih mengerikan dari sejarah perang dunia ninja digabung jadi satu. Mana nggak ada yang memiliki kemampuan yang mendekati Madara pula. Alamat kiamat nih.
"Jangan putus asa! Kita masih bisa mencegahnya. Menyalin dan menghancurkan monumen batu itu salah satunya."
"Apa ada pengaruhnya? Madara sudah membacanya dan pasti sudah menguasainya." Shisui tampak gelisah. Dan ya, rasa putus asa menggelayuti benaknya.
"Tentu saja ada. Pertama, untuk mencegah lahirnya Madara kedua. Dua, mungkin ada petunjuk penting di sana untuk mengalahkan Madara. Dan ketiga, kalian lupa, di Konoha ini akan lahir daun-daun muda yang jauh lebih hebat dari kita. Misalnya Naruto dan Sasuke."
"Dua bayi tidak jelas itu?" Obito menyangsikan ucapan gurunya.
"Ya. Potensi bayi-bayi itu sangat luar biasa. Khususnya, SasuNaru. Mereka berdua istimewa."
"Apa istimewanya?" Komentar nyinyir Obito.
Minato mengangkat pundaknya ke atas. "Hanya firasat. Tapi, aku percaya jika bayi-bayi itu, dengan bimbingan yang tepat, akan bisa melampaui para pendahulunya." Kata Minato memberi secercah harapan untuk dua Uchiha muda itu. "Jadi, apa kalian bersedia mengemban misi ini?"
"Hai'k!" Seru Obito dan Shisui. "Kapan sensei?"
"Hari ini juga karena bulan sedang mati. Kegelapan mencapai puncaknya."
Obito mendengus. Dalam hati tentunya. 'Sensei sinting.' Rutuknya dalam hati. Dimana-mana, sesuatu yang penting dikerjakan saat bulan purnama. Katanya, pada masa itu energi magis sedang berada dalam kondisi puncak. Lah ini kok malah dikerjakan saat bulan sedang mati. Sinting nggak tuch.
"Tapi, sensei..."
"Cepatlah! Aku akan membuat pengalihan. Tinggalkan bunshinmu di sini untuk menghindari kecurigaan."
Tanpa banyak cing cong, keduanya melakukan apa yang disuruh senseinya. Shishui dan Obito bekerja sama untuk memasuki ruang rahasia di kuil Naka. Tidak begitu sulit karena meski slengekan kemampuan Obito tidak bisa dipandang sebelah mata. Shisui juga demikian. Shisui mengaktifkan Mangekyo untuk membaca isi prasasti dan menjiplaknya dalam otaknya. Itu niatnya, tapi mereka mendengan suara gaduh luar biasa di luar sana.
'Apa sih yang dilakukan Minato-sensei?' Pikir Obito sebal.
"Sekarang bagaimana?" Tanya Shisui.
"Kita bawa pakai Kamuiku. Terus nanti dijiplak."
"Nanti ketahuan. Uchiha bisa geger kalau tahu."
"Gunakan otakmu Shisui! Tak ada yang tahu ruangan ini selain kita. Tak mungkin kita ketahuan."
"Oke. Cepatlah!"
Obito mengaktifkan Mangekyounya. Ia mengambil batu monumen itu dan memindahkannya di dimensi lain. "Kita pergi sekarang. Kita lihat apa yang dilakukan senseiku." Ajak Obito.
SKIP TIME
"Sensei! Apa rencana Sensei untuk membuat pengalihan?" Tanya bunshin Obito.
Minato tersenyum tipis, penuh arti, sebagai jawaban. Ia lalu membuat segel tangan dan memperbesar cakranya. Cakranya menyebar hingga keluar dari kediaman Shisui. Bunshin Obito dan Shisui saling berpandangan, bertukar pertanyaan lewat isyarat mata. Tapi, keduanya sama-sama tidak tahu sehingga memilih pasrah. 'Wait and see sajalah.' pikir kedyanya.
Tak lama kemudian, mereka mendengar suara Sreet! Sreeet! Sreet! Sesuatu sedang diseret di lantai. Awalnya, suaranya terdengar jauh. Lalu, suaranya kian terdengar jelas, seolah benda itu sedang menghampiri tempat mereka. Mereka terkejut, hingga hampir lompat dari tempat mereka berdiri. Bagaimana tidak? Di sana, mereka melihat seorang balita tengah merangkak melewati pintu kamar dengan jumawanya. "SASUKE!" Pekik bunshin Obito dan Shisui dengan kompaknya. Keduanya menatap horor Sasuke.
'Ngapain bayi suram itu ke sini?' Batin Bunshin Shisui.
'Pawang bayi kemana ya? Kok monster cilik tukang ngecesnya dibiarin kelayapan malam-malam seorang diri.' Pikir Obito. Ia merujuk pada dua bersaudara, anak pasangan Mikoto-Fugaku.
Akan tetapi, bukan kehadiran Sasuke di rumah Shisui, lebih tepatnya lagi kamar Naruto di jam-jam mencurigakan, yakni tengah malam seperti ini yang membuat Shisui dan Obito melotot horor. Melainkan sesuatu di tangan Sasuke.
"Gyaaa..!" Jerit bunshin Shisui dan Obito untuk terakhir kalinya, sebelum menghilang dalam kepulan asap.
TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar