Rabu, 17 April 2019

Naru Baby : Orang Tua Asuh

Orang Tua Asuh


Di ruang belajarnya, di dalam kediamannya yang ia huni lebih dari dua dasawarsa bersama sang istri, Hiruzen termenung seorang diri. Mata tuany7a tampak buram memandang pemandangan Desa Konoha di malam hari dari balik jendela yang terbuka lebar di lantai dua rumahnya. Hari ini pemandangannya tidak indah seperti biasanya. Tiada lampu warna-warni menghiasi. Tiada orang lalu lalang, apalagi tawa canda. Desa Konoha sunyi sepi dan gelap gulita tanpa secercah cahaya sedikitpun. Awan tebal menggantung di atas langit, menutupi rembulan malam dan sahabatnya bintang-bintang, menambah suramnya suasana desa pasca invasi Kyuubi di Konoha.

Jari keriput Hiruzen meraih pipa rokok yang selalu ia simpan di saku baju. Dengan terampil ia menata tembakau di atas pipa rokoknya, menyalakannya dan lalu menghisap asapnya yang memberi efek menenangkan syaraf. Ia butuh ketenangan ini karena besok mungkin ia tidak akan mendapatkannya. Tidak dalam waktu dekat.

SKIP TIME

Gedung hokage tampak hening, meski ruangan itu tidaklah kosong. Ada tiga orang yang menghuninya. Namun, ketiganya hanya diam seribu bahasa, enggan mengucapkan sepatah dua patah kata. Mereka tampak larut dalam lamunannya masing-masing. Ada berkas-berkas kesedihan membayangi wajah mereka, khususnya pak tua beruban yang mengenakan jubah warna putih dan sibuk mengepulkan asap rokok dari bibirnya.

"Sekarang bagaimana? Siapa yang akan merawat Naru-chan?" tanya Koharu lembut. Ada rasa sayang dan iba dari balik kata-katanya yang tegas dan dingin.

"Panti. Biarkan Panti Asuhan yang mengurusnya," jawab Homura.

"Aku tidak setuju," balas Koharu dengan mata berkilat. Homura menaikkan kedua alisnya. Ia bertanya dengan bahasa isyarat.

"Dia masih bayi dan ia masih membutuhkan ASI. Itu tidak bisa disediakan oleh Panti." Jelas Koharu.
"Kenapa harus repot? Bukankah masih ada susu botol?" Protes Homura.

Koharu memijit pangkal hidungnya. "Kau benar, tapi sayangnya Naru-chan alergi susu sapi."
Homura tercengang untuk sesaat. "Jadi begitu," gumamnya. "Kita harus mencari orang tua asuh?" Tanyanya setengah tidak yakin. Dengan kondisi sekarang, saat Konoha berduka akibat Kyuubi yang menyerang desa dan meluluh lantakkan separuh desa, rasanya sulit menemukan orang tua asuh untuk Naruto. Lebih-lebih setelah mereka tahu status Naruto sebagai jinchuuriki. Mereka pasti tidak mau mengasuhnya. 'Haaahh... Ini akan jadi masalah yang rumit,' batinnya.

"Untuk urusan orang tua asuh, kalian tidak perlu cemas," kata Hiruzen buka suara. "Minato sudah membuat wasiat untuk menitipkan Naru-chan pada Kagami Uchiha,"

Braakk! Danzo yang baru saja datang menggebrak meja di depan Hiruzen, hingga barang-barang yang ada di meja bergeser dari tempatnya. Matanya berkilat penuh amarah. "Jangan main-main!" Geramnya. "Kau gila kalau menyerahkan Jinchuuriki Kyuubi pada klan terkutuk itu,"

Hiruzen menghela nafas panjang, menata emosinya agar tidak terpancing. "Itu wasiat mendiang Minato," 

"Persetan dengan Minato. Dia tak bisa menyerahkan kunci keamanan desa pada gerombolan klan pengkhian..."

Hiruzen memicingkan matanya. "Jaga ucapanmu, Danzo! Jangan pernah berani menghina mereka di depanku," Hiruzen memberi tekanan pada tiap suku kata.

"Mereka klan terhormat. Salah satu klan yang berjasa besar pada Konoha. Apa aku harus mengingatkanmu akan sejarah Konoha? Apa kau lupa jika mereka juga termasuk klan yang membuat Konoha ini ada?"

"Aku tidak lupa," Danzo mengambil tempat duduk di sebelah Homura. Ia menumpukan kedua telapak tangannya pada kepala tongkat kayunya. "Aku hanya memaparkan fakta yang ada. Menurutmu siapa yang membocorkan info rahasia tentang Kushina yang akan melahirkan selain Uchiha?" Ujarnya sinis. 

"Apa maksudmu?" Tanya Hiruzen bingung.

"Anak buahku memberi laporan, sehari sebelum peristiwa naas itu, Kushina terlihat berbincang dengan Mikoto Uchiha. Mikoto pasti bisa menebak kalau Kushina akan melahirkan dari percakapan mereka dan lalu melaporkannya pada pria bertopeng misterius itu."

"Itu hanya persangkaanmu saja, Danzo. Uchiha tidak akan mengkhianati Konoha," kata Hiruzen.

Namun Danzo menangkap ketidak yakinannya. Bagaimanapun klan ini memang mencurigakan. Semua fakta yang ada menunjuk pada klan Uchiha. "Kenapa tidak? Apa kau lupa bagaimana Madara yang karena ambisinya untuk menjadi hokage memberontak pada Konoha? Kejadian yang sama bisa terulang lagi." Balas Danzo. 

Tubuh tuanya bergidik samar saat menyebut nama terlarang itu. Ia seolah-olah melihat neraka dunia hanya dengan menyebut namanya, tepat di depan matanya. Madara, sang hantu shinobi dari Konoha ini memang momok yang menakutkan bagi semua shinobi. Nama itu menghadirkan kengerian di tiap benak shinobi di seluruh dunia. Untunglah ia sudah tewas. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada dunia ini.

"Kenapa kau begitu bernafsu untuk menjatuhkan Uchiha, Danzo?" Tanya Koharu heran.

"Tanyakan pada Hiruzen siapa yang jadi dalang dibalik serangan Kyuubi 2 hari yang lalu!" Danzo melemparkan umpan. Ia tersenyum penuh arti, melihat Hiruzen melengos. "Dia Uchiha, bukan?"
Koharu menatap Hiruzen. "Apa itu benar?"

Hiruzen mengangguk lemah. "Ya. Aku melihat Kyuubi dikendalikan sharingan," jawabnya dengan enggan. "Tapi, itu bukan bukti yang cukup untuk menuduh Uchiha berkhianat. Para Uchiha juga ikut bertarung melindungi Konoha dari Kyuubi. Banyak dari mereka yang terluka parah. Bahkan Obito yang terus mendampingi Minato selama pertarungan melawan pria bertopeng itu sekarat. Itu adalah bukti loyalitas Uchiha pada Konoha."

"Bisa saja itu hanya sandiwara mereka," Danzo masih bersikukuh dengan pendapatnya.

"Sesuai asas praduga tak bersalah, sebelum ada bukti yang memberatkan, yang menunjuk langsung, mereka tidak bisa dinyatakan bersalah," putus Homura menengahi. "Jadi bagaimana dengan nasib Naru-chan?" Tanyanya mengalihkan topik. 

"Serahkan jinchuuriki itu padaku. Aku bisa mendidik..." kata Danzo. Nada bicaranya terdengar sangat antusias.

"Aku menolak. Naru-chan tidak akan ku serahkan padamu," tolak Hiruzen memotong kalimat Danzo. 

"Kenapa tidak boleh?" Tangan Danzo mengepal kaku karena emosi.

"Aku tak mau Naru-chan tumbuh tanpa emosi seperti para anbu ne, bawahanmu." Jelasnya. "Emosi manusia tetaplah penting karena emosilah yang mendorong manusia bergerak, mendobrak batas-batas kelemahannya." Tambahnya.

Danzo berfikir, 'Hiruzen ada benarnya,'. Jika ia memaksa, pasti akan ada klan yang menentang kekuasaannya. Itu tidak baik. Khususnya saat kondisinya serba tidak menguntungkan seperti ini. "Lalu, apa rencanamu. Kalau kau memilih Uchiha... Terlebih menyerahkannya pada bocah ingusan semacam Shisui dan Obito, jelas aku menolak." Katanya akhirnya.

Hiruzen kembali menghela nafas panjang. Dengan berat hati, ia terpaksa menganulir wasiat Minato. "Ada beberapa orang yang mengajukan diri sebagai orang tua asuh. Mereka sama-sama memiliki balita. Jadi untuk urusan susu, tidak jadi persoalan."

"Siapa saja?" Tanya Koharu.

Hiruzen membaca kertas-kertas berisi permohonan orang tua asuh. "Ada Tsume dari klan Inuzuka. Yoshino, istri Shikaku Nara. Dan, terakhir istri Chouza dari klan Akamichi. Ketiganya teman dekat orang tua Naruto. Sebetulnya istrinya Kagami yang sebulan lalu kehilangan anak keduanya yang berusia belum genap 2 tahun juga mengajukan permintaan, tapi karena ia Uchiha, kita bisa mengabaikannya."

Ketiga rekan Hiruzen berfikir, menimbang-nimbang baik buruknya, karena ini menyangkut masa depan Naruto dan Konoha. "Kita beri masing-masing dari mereka kesempatan untuk merawat Naru-chan, misalnya sebulan. Yang terbaiklah yang akan merawat Naru-chan hingga bocah itu cukup umur untuk hidup mandiri."usul Homura bijak.

"Aku setuju. Bagaimana kalau dimulai dari klan Nara?" Usul Koharu.

"Kenapa harus Nara yang pertama?" Tanya Danzo.

"Karena bayi mereka yang paling tenang. Jadi Yoshino tidak akan repot mengurus Naruto." Jawaban datang dari Hiruzen. "Giliran selanjutnya keluarga Chouza. Terus Tsume Inuzuka. Jika mereka gagal baru diserahkan pada keluarga Kagami sebagaimana wasiat Minato," putus Hiruzen yang disetujui ketiga rekannya.

Dan dimulailah hari Si kecil Naruto bersama para orang tua asuhnya.

TBC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar