Orang Tua Asuh
Di ruang belajarnya, di dalam kediamannya yang ia huni lebih dari dua dasawarsa bersama sang istri, Hiruzen termenung seorang diri. Mata tuany7a tampak buram memandang pemandangan Desa Konoha di malam hari dari balik jendela yang terbuka lebar di lantai dua rumahnya. Hari ini pemandangannya tidak indah seperti biasanya. Tiada lampu warna-warni menghiasi. Tiada orang lalu lalang, apalagi tawa canda. Desa Konoha sunyi sepi dan gelap gulita tanpa secercah cahaya sedikitpun. Awan tebal menggantung di atas langit, menutupi rembulan malam dan sahabatnya bintang-bintang, menambah suramnya suasana desa pasca invasi Kyuubi di Konoha.
Jari keriput Hiruzen meraih pipa rokok yang selalu ia simpan di saku baju. Dengan terampil ia menata tembakau di atas pipa rokoknya, menyalakannya dan lalu menghisap asapnya yang memberi efek menenangkan syaraf. Ia butuh ketenangan ini karena besok mungkin ia tidak akan mendapatkannya. Tidak dalam waktu dekat.
SKIP TIME
SKIP TIME
Gedung hokage tampak
hening, meski ruangan itu tidaklah kosong. Ada tiga orang yang
menghuninya. Namun, ketiganya hanya diam seribu bahasa, enggan
mengucapkan sepatah dua patah kata. Mereka tampak larut dalam lamunannya
masing-masing. Ada berkas-berkas kesedihan membayangi wajah mereka,
khususnya pak tua beruban yang mengenakan jubah warna putih dan sibuk
mengepulkan asap rokok dari bibirnya.
"Sekarang bagaimana?
Siapa yang akan merawat Naru-chan?" tanya Koharu lembut. Ada rasa sayang
dan iba dari balik kata-katanya yang tegas dan dingin.
"Panti. Biarkan Panti Asuhan yang mengurusnya," jawab Homura.
"Aku tidak setuju," balas Koharu dengan mata berkilat. Homura menaikkan kedua alisnya. Ia bertanya dengan bahasa isyarat.
"Dia masih bayi dan ia masih membutuhkan ASI. Itu tidak bisa disediakan oleh Panti." Jelas Koharu.
"Kenapa harus repot? Bukankah masih ada susu botol?" Protes Homura.
Koharu memijit pangkal hidungnya. "Kau benar, tapi sayangnya Naru-chan alergi susu sapi."
Homura tercengang untuk
sesaat. "Jadi begitu," gumamnya. "Kita harus mencari orang tua asuh?"
Tanyanya setengah tidak yakin. Dengan kondisi sekarang, saat Konoha
berduka akibat Kyuubi yang menyerang desa dan meluluh lantakkan separuh
desa, rasanya sulit menemukan orang tua asuh untuk Naruto. Lebih-lebih
setelah mereka tahu status Naruto sebagai jinchuuriki. Mereka pasti
tidak mau mengasuhnya. 'Haaahh... Ini akan jadi masalah yang rumit,'
batinnya.
"Untuk urusan orang tua
asuh, kalian tidak perlu cemas," kata Hiruzen buka suara. "Minato sudah
membuat wasiat untuk menitipkan Naru-chan pada Kagami Uchiha,"
Braakk! Danzo yang baru
saja datang menggebrak meja di depan Hiruzen, hingga barang-barang yang
ada di meja bergeser dari tempatnya. Matanya berkilat penuh amarah.
"Jangan main-main!" Geramnya. "Kau gila kalau menyerahkan Jinchuuriki
Kyuubi pada klan terkutuk itu,"
Hiruzen menghela nafas panjang, menata emosinya agar tidak terpancing. "Itu wasiat mendiang Minato,"
"Persetan dengan Minato. Dia tak bisa menyerahkan kunci keamanan desa pada gerombolan klan pengkhian..."
Hiruzen memicingkan
matanya. "Jaga ucapanmu, Danzo! Jangan pernah berani menghina mereka di
depanku," Hiruzen memberi tekanan pada tiap suku kata.
"Mereka klan terhormat.
Salah satu klan yang berjasa besar pada Konoha. Apa aku harus
mengingatkanmu akan sejarah Konoha? Apa kau lupa jika mereka juga
termasuk klan yang membuat Konoha ini ada?"
"Aku tidak lupa," Danzo
mengambil tempat duduk di sebelah Homura. Ia menumpukan kedua telapak
tangannya pada kepala tongkat kayunya. "Aku hanya memaparkan fakta yang
ada. Menurutmu siapa yang membocorkan info rahasia tentang Kushina yang
akan melahirkan selain Uchiha?" Ujarnya sinis.
"Apa maksudmu?" Tanya Hiruzen bingung.
"Anak buahku memberi
laporan, sehari sebelum peristiwa naas itu, Kushina terlihat berbincang
dengan Mikoto Uchiha. Mikoto pasti bisa menebak kalau Kushina akan
melahirkan dari percakapan mereka dan lalu melaporkannya pada pria
bertopeng misterius itu."
"Itu hanya persangkaanmu saja, Danzo. Uchiha tidak akan mengkhianati Konoha," kata Hiruzen.
Namun Danzo menangkap
ketidak yakinannya. Bagaimanapun klan ini memang mencurigakan. Semua
fakta yang ada menunjuk pada klan Uchiha. "Kenapa tidak? Apa kau lupa
bagaimana Madara yang karena ambisinya untuk menjadi hokage memberontak
pada Konoha? Kejadian yang sama bisa terulang lagi." Balas Danzo.
Tubuh
tuanya bergidik samar saat menyebut nama terlarang itu. Ia seolah-olah
melihat neraka dunia hanya dengan menyebut namanya, tepat di depan
matanya. Madara, sang hantu shinobi dari Konoha ini memang momok yang
menakutkan bagi semua shinobi. Nama itu menghadirkan kengerian di tiap
benak shinobi di seluruh dunia. Untunglah ia sudah tewas. Jika tidak,
entah apa yang akan terjadi pada dunia ini.
"Kenapa kau begitu bernafsu untuk menjatuhkan Uchiha, Danzo?" Tanya Koharu heran.
"Tanyakan pada Hiruzen
siapa yang jadi dalang dibalik serangan Kyuubi 2 hari yang lalu!" Danzo
melemparkan umpan. Ia tersenyum penuh arti, melihat Hiruzen melengos.
"Dia Uchiha, bukan?"
Koharu menatap Hiruzen. "Apa itu benar?"
Hiruzen mengangguk
lemah. "Ya. Aku melihat Kyuubi dikendalikan sharingan," jawabnya dengan
enggan. "Tapi, itu bukan bukti yang cukup untuk menuduh Uchiha
berkhianat. Para Uchiha juga ikut bertarung melindungi Konoha dari
Kyuubi. Banyak dari mereka yang terluka parah. Bahkan Obito yang terus
mendampingi Minato selama pertarungan melawan pria bertopeng itu
sekarat. Itu adalah bukti loyalitas Uchiha pada Konoha."
"Bisa saja itu hanya sandiwara mereka," Danzo masih bersikukuh dengan pendapatnya.
"Sesuai asas praduga tak
bersalah, sebelum ada bukti yang memberatkan, yang menunjuk langsung,
mereka tidak bisa dinyatakan bersalah," putus Homura menengahi. "Jadi
bagaimana dengan nasib Naru-chan?" Tanyanya mengalihkan topik.
"Serahkan jinchuuriki itu padaku. Aku bisa mendidik..." kata Danzo. Nada bicaranya terdengar sangat antusias.
"Aku menolak. Naru-chan tidak akan ku serahkan padamu," tolak Hiruzen memotong kalimat Danzo.
"Kenapa tidak boleh?" Tangan Danzo mengepal kaku karena emosi.
"Aku tak mau Naru-chan
tumbuh tanpa emosi seperti para anbu ne, bawahanmu." Jelasnya. "Emosi
manusia tetaplah penting karena emosilah yang mendorong manusia
bergerak, mendobrak batas-batas kelemahannya." Tambahnya.
Danzo berfikir, 'Hiruzen
ada benarnya,'. Jika ia memaksa, pasti akan ada klan yang menentang
kekuasaannya. Itu tidak baik. Khususnya saat kondisinya serba tidak
menguntungkan seperti ini. "Lalu, apa rencanamu. Kalau kau memilih
Uchiha... Terlebih menyerahkannya pada bocah ingusan semacam Shisui dan
Obito, jelas aku menolak." Katanya akhirnya.
Hiruzen kembali menghela
nafas panjang. Dengan berat hati, ia terpaksa menganulir wasiat Minato.
"Ada beberapa orang yang mengajukan diri sebagai orang tua asuh. Mereka
sama-sama memiliki balita. Jadi untuk urusan susu, tidak jadi
persoalan."
"Siapa saja?" Tanya Koharu.
Hiruzen membaca
kertas-kertas berisi permohonan orang tua asuh. "Ada Tsume dari klan
Inuzuka. Yoshino, istri Shikaku Nara. Dan, terakhir istri Chouza dari
klan Akamichi. Ketiganya teman dekat orang tua Naruto. Sebetulnya
istrinya Kagami yang sebulan lalu kehilangan anak keduanya yang berusia
belum genap 2 tahun juga mengajukan permintaan, tapi karena ia Uchiha,
kita bisa mengabaikannya."
Ketiga rekan Hiruzen
berfikir, menimbang-nimbang baik buruknya, karena ini menyangkut masa
depan Naruto dan Konoha. "Kita beri masing-masing dari mereka kesempatan
untuk merawat Naru-chan, misalnya sebulan. Yang terbaiklah yang akan
merawat Naru-chan hingga bocah itu cukup umur untuk hidup mandiri."usul
Homura bijak.
"Aku setuju. Bagaimana kalau dimulai dari klan Nara?" Usul Koharu.
"Kenapa harus Nara yang pertama?" Tanya Danzo.
"Karena bayi mereka yang
paling tenang. Jadi Yoshino tidak akan repot mengurus Naruto." Jawaban
datang dari Hiruzen. "Giliran selanjutnya keluarga Chouza. Terus Tsume
Inuzuka. Jika mereka gagal baru diserahkan pada keluarga Kagami
sebagaimana wasiat Minato," putus Hiruzen yang disetujui ketiga
rekannya.
Dan dimulailah hari Si kecil Naruto bersama para orang tua asuhnya.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar