Jumat, 19 April 2019

NARU BABY : ENDING

NGGAK SUKA? JANGAN BACA
Naruto © Masashi Kishimoto

Di ruang hokage. Dahi Hiruzen mengerut dalam menambah kerutan-kerutan di wajah tuanya. "Ada empat keluarga yang mengajukan hak asuh Naruto, yakni keluarga Shikaku Nara, Chouza Akamichi, Inuzuka, dan Shisui Uchiha. Masing-masing sudah diuji kelayakannya sebagai orang tua asuh. Sekarang saatnya penentuan."

"Menurutku itu tidak diperlukan lagi. Naruto sudah hampir setahun, sudah bisa disapih. Kita bisa menempatkannya di panti asuhan." Si tua licik Danzo buka suara.

"Aku tidak setuju. Itu terlalu dini. Aku khawatir ini berdampak pada fisik Naruto. Bayi biasanya disapih kurang lebih saat berumur 2 tahun." Tolak Koharu yang sudah berpengalaman mengurus bayi.

"Lebih berbahaya lagi dampak psikologisnya." Homura menghirup tehnya yang baru diseduh dengan tenang. Sesekali, lidahnya berdecak menikmati kelezatan seduhan teh. "Anak yang dibesarkan di keluarga kurang utuh, disirami kebencian, sebagian besar tumbuh menjadi orang berhati hitam dengan watak bengkok. Sulit dicerahkan. Apalagi diluruskan. Naruto adalah host Kyuubi. Secara alami, ia hidup dalam lautan emosi negatif. Tanpa keluarga yang hangat, Naruto hanya akan jadi kegelapan sejati. Ditambah lagi dengan klan Uchiha yang juga beraura gelap, Konoha hanya akan memanen bencana di masa depan."

Itu fakta. Kebenaran dengan tingkat 99.99%. Kemungkinan melesetnya 0,01%. Tapi, adakah orang yang mau bertaruh untuk 0,01% disaat yang 99,99% lebih mudah diraih? Hanya idiot sejati yang akan melakukannya dan para tetua Konoha jelas bukan orang idiot.

Danzo menarik nafas. Meski ingin menangis hingga us karena tidak suka, ia hanya bisa pasrah menelan ketidak sukaannya. "Keluarga Tsume Inuzuka pantas dicoret. Meski para anjing ninja itu tidak lagi menunjukkan aktivitas agresif, tapi peluangnya masih ada hingga tingkat di atas 50%." Ia tanpa ragu menyobek nama Tsume Inuzuka, diikuti para rekannya. Bukti, jika mereka sepakat dengannya.

"Keluarga Chouza Akamichi cukup bagus. Lingkungan sosialnya lebih ramah pada Naruto. Tapi..." Koharu menggeleng kepalanya lemah, menunjukkan kalau ia tidak  merestui hak asuh Naruto jatuh pada keluarga ini. Dengan perilaku abnormal bayi mereka, dikhawatirkan -sangat khawatir- Naruto juga akan mengikuti jejak keabnormalan Choji. Nama Chouza menyusul nama Tsume.

Alis Danzo mengeriting, saling bertautan. Dua nama yang tersisa sama-sama tidak disukainya. Yang satu berkarakter 'Pemalas', sedangkan yang satunya lagi berwatak 'Gelap.' "Ini...ini... agak sulit." Desahnya mengeluh.

"Keluarga Nara cukup berpotensi, tapi keluarga ini memiliki kekurangan besar. Satu malas. Dua, minus ambisi. Ketiga, salah didikan. Rasanya berat memberikan Naruto padanya." Ucap Koharu seolah bisa membaca isi pikiran Danzo."Tapi..., jika dibandingkan dengan keluarga Uchiha...???" Imbuhnya penuh sesal.

"Memang kenapa dengan Uchiha? Shisui, ibunya, dan Obito cakap dalam mengasuh Naruto. Mereka bisa mendidik dan memberi Naruto lingkungan sosial yang sehat." Sambar Homura tidak setuju.
"Kau lupa? Dengan peristiwa hancurnya rumah Shisui?" Tanya Koharu mengingatkan. Bibirnya berkedut. "Shisui tidak layak mengasuh Naruto karena ia terbukti tidak bisa melindungi Naruto."

Danzo mendesis dalam hati. Di luar wajahnya tetap tenang. "Kau mengerdilkan persoalan Koharu. Shisui tidak hanya gagal melindungi, tapi ia juga membahayakan keselamatan Naruto."

"Kalian berdua sama berlebihannya." Hiruzen yang dari tadi diam mendengarkan pendapat rekannya ikut nimbrung. 

"Bagian mananya?" Sembur Koharu tidak terima yang diamini Danzo dalam hati.

"Shisui tidak gagal dalam melindungi Naruto. Perlindungannya justru yang terbaik."

"Omong kosong!" Dengus Koharu.

"Apa kau tak melihatnya? Walaupun rumah Shisui hancur total, namun kamar Naruto utuh. Tidak ada bau asap apalagi hangus. Tidak ada retakan. Semuanya utuh."

"Tapi itu tidak menihilkan kesalahannya. Terus terang kesalahannya fatal. Tidak bisa ditolerir." 
Koharu membuang muka, menatap atap rumah penduduk yang dibasuh oleh cahaya sang Dewi Malam. "Ia terlalu gegabah. Seharusnya, ia memanggil kita atau minimal memberi tahu anbu. Bukannya sok jagoan membuka segel Naruto hanya dengan ditemani Obito."

Homura melirik Koharu tajam. Wajahnya tak sedap dipandang. Ia bukanlah pemuja klan Uchiha, tapi juga tidak membenci klan ini. Bisa dibilang ia netral. Tapi, ia akan meludahkan darah dan ususnya berubah hijau jika Obito disebut.....  "Hanya?" Desisnya.
  "Orang yang kau sebut hanya ini seorang pemilik Mangenkyo Sharingan." Tukasnya tajam menusuk. Alisnya terentang, mencuat ke atas bak bilah pedang. "Orang yang memiliki anugerah bisa bertarung melawannya yakni Kyuubi di Konoha ini tidak banyak. Selain hokage pertama, Madara, dan Minato, tidak ada satu pun yang layak. Meski tahu kemampuannya lebih lemah dari Kyuubi, Obito dan Kagamilah yang dengan gagah mendampingi Minato saat bertarung dengan Kyuubi. Sedangkan kita? Bahkan dengan jumlah yang sangat banyak dan ratusan shinobi elit dan veteran, tubuh kita hanya bisa menggigil gemetar di bawah tekanan Kyuubi. Dan, kau sebut itu hanya? Obito sudah hampir setara dengan semua pasukan anbu. Dengan adanya Obito, Shisui tidak butuh kita."

(Kagami dan Obito tidak memiliki ambisi sebagai ketua klan. Keduanya lebih suka hidup damai. Karena itu, mereka menolak menjadi ketua klan.)

Wajah Koharu pias. Ia lupa kehebatan pemilik doujutsu Mangenkyo Sharingan mengingat ia hanya pernah satu kali melihatnya, yakni saat Izuna Uchiha membangkitkan Mangenkyo Sharingannya."

"Menurut penyelidikan timku, terbukanya segel Naruto bukan karena Shisui atau Obito sengja membukanya, melainkan faktor luar. Ada indikasi cakra asing di sekitar tempat itu." Hiruzen memaparkan hasil investigasinya.

"Mata-mata musuh? Siapa? Musuh Konoha atau musuh Minato?" Tanya Danzo dengan nada tenang. Tapi riak di matanya mengkhianatinya.

"Aku tidak tahu. Musuh pintar menyembunyikan jejaknya."

"Jadi, intinya, kau tidak berniat menghapus nama Shisui sebagai keluarga asuh?" Tembak Danzo. Matanya menyipit, mengirimkan silau peringatan pada mantan rekan timnya dahulu.

"Tepat." Hiruzen tidak menyangkal sesuatu yang sudah tampak jelas di permukaan. Ia menarik berkasnya lagi. "Dengan mencoret nama Tsume Inuzuka dan nilai yang rendah pada Chouza Akamichi, sekarang kita tinggal memilih diantara keluarga Shikaku dan Shisui." Ia memberikan nilai untuk Shisui. Tertera angka tujuh pada kotak nilai. Menurutnya, Shisui sempurna sebagai keluarga asuh.

Koharu memberikan nilai lima. Shisui memang pandai merawat seorang bayi, tapi kebakaran besar di rumahnya telah menurunkan nilainya secara signifikan.

Homura memberi nilai moderat enam. Dengan nilai dari Homura, otomatis hak asuh Naruto jatuh pada Shisui tak perduli meskipun Danzo memberi nilai nol besar. Ia menggeleng lemah dan pasrah. Ia hanya bisa berdoa semoga Naruto mendapatkan yang terbaik di keluarga Shisui dan semoga Naruto bisa mencerahkan klan Uchiha agar tidak terlalu emo. Dengan demikian klan ini bisa diselamatkan.
Beberapa hari kemudian, hasil diumumkan. Naruto resmi menjadi adik Shisui. Ia bahagia sekali akhirnya impiannya.

SKIP TIME

Setelah setahun penuh dicekam oleh duka yang mendalam pasca invasi Kyuubi, Konoha akhirnya menemukan kedamaiannya. Idiom bahwa 'Waktu bisa menyembuhkan luka' itu berlaku. Para penduduk Konoha mulai menata kembali hati dan hidupnya demi menyongsong masa depan nanti. Mereka sadar larut dalam duka tidak akan mengubah keadaan. Yang pergi tidak akan pernah kembali. Hidup akan terus berputar dan yang masih hidup masih harus berjuang sampai kematian datang menjemput.

Sama halnya dengan para penduduk Konoha lainnya, klan Uchiha pun hidup dengan damai. Mereka melanjutkan hari-hari mereka dalam kesunyian yang lengang sesuai dengan tipikal karakter para Uchiha yang cool.

Di salah satu rumah klan Uchiha, tampak seorang bocah laki-laki calon pria ganteng dengan style rambut panjangnya sedang bingung. Ia tampak mencari-cari sesuatu, menggeledah berbagai tempat. Di atas ranjang. Kolong. Lemari. Sampai laci. Semua tidak ada yang lolos dari tangan jahatnya. "Kok tidak ada." Gumamnya lembut. Dahi cantiknya mengerut. "Kemana Sasuke?" 

Tap tap tap. Langkah kaki sembrono terdengar ke seluruh penjuru rumah. Graakk.! Suara pintu-pintu ditarik paksa. "Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Di sini juga tidak ada. Sasuke. Kamu...?"

"Itachi! Jangan berisik!" Ujar Fugaku memperingati putra sulungnya yang pagi-pagi sekali sudah berisik. Sangat tidak Uchiha. Bibirnya mendesis. 

"Otou san!" Pekik Itachi dengan wajah panik. Nafasnya terengah-engah. Keringatnya bercucuran membasahi dahinya. "Sasuke...! Hah hah hah... Sasuke is gone. Hilang. Sasuke hilang."
Bruss..! 

Tidak tepat waktu atau mungkin tempat waktu. Tergantung sudut pandang. Itachi mengatakan berita buruk ini dalam satu napas pada saat Fugaku sedang menyesap tehnya. Akibatnya jelas memalukan. Sangat memalukan. Ia dengan tidak berperi ke-Uchiha-an menyemburkan tehnya. Uhuk... uhuk... "Apa? Tadi kau bilang apa?" Tanyanya diantara transnya. Ini masih pagi sekali. Matahari saja belum terbit. Namun, ia sudah mendapat kejutan tak terduga.

"Sasuke is gone. Hilang."

"Bagaimana bisa hilang?" Teriak Fugaku panik. Putra bungsunya yang ganteng dan digadang-gadang berpotensi melebihi kegantengan Madara Uchiha, hilang. Bagaimana mungkin ia tidak panik? 

Dan dimulailah keributan di keluarga itu. Semua orang dibangunkan. Semua tempat digeledah. Dan, semuanya berteriak panik, menjadi noda pada kelengangan kompleks perumahan klan Uchiha. 

Di sisi lain. Di sebelah rumah Fugaku, Shisui tengah bersenandung kecil. Tangannya menenteng botol susu. Ini adalah waktunya Naru-chan minum susu. "Astaganaga!" Jeritnya kaget hingga nyaris menjatuhkan botol susunya, mendapati sang dedek didesak agresor hingga ke ujung ranjang. Hatinya pilu melihat posisi dedeknya yang menyedihkan. Tampak seperti korban intimidasi.

"Woy! Anak ayam. Sedang apa di sini?" Tanyanya.  Tangannya dengan gemas memaksa Sasuke bangun. Hatinya seperti dicubit menyaksikan barang-barang kesayangan Naruto -bantal, guling, boneka, dan selimut- diambil paksa Sasuke. 'Dasar tak tahu diri! Sudah numpang. Nyerobot barang orang lain. Nendang yang punya pula. Dasar bajingan cilik.' Pikirnya geram. 

"Ga ga bu bu Na Na.."

"Aku nggak butuh gaga bubumu. Cepat pergi dari sini! Pergi ke tempat kamu berasal." Usirnya, mengabaikan fakta aneh di depannya. Sasuke ini baru setahun lebih. Tapi, ia berhasil menyerbu dan menduduki kamar orang lain. Tanpa ketahuan pula. Apa nggak hebat itu namanya?

Sasuke menelengkan kepalanya, memasang ekspresi imut. Dia tahu Shisui lemah dengan makhluk imut. Sayangnya taktik Sasuke tidak mempan. Sasuke meski jungkir balik seperti apapun tidak akan pernah disebut imut oleh Shisui. Kenapa? Karena Sasuke itu Uchiha dan Uchiha adalah suram, suram, dan suram. Titik tidak pakai koma.

"Tunggu apalagi?" Dengan tidak masuk akal, Shisui menyuruh Sasuke pergi. Si abang mungkin lupa ingatan jika yang dimarahinya hanyalah bayi umur setahun jalan 2 bulan. Jadi, secara normalnya Sasuke tidak bisa pulang ke rumahnya sendiri, jikalau tidak ada yang mengantarnya. Sederhananya, terima bongkar, tidak terima pasang. Bisa ngelayap, nggak tahu jalan pulang.

Sasuke memberi Shisui bahu dingin. Ia justru sibuk mencari posisi 'wuenaknya'. Shisui terbakar amarah. Ia dengan tidak sabaran, menyentakkan tubuh mungil Sasuke. Saat itulah Naruto bangun, memperlihatkan mata biru cantiknya.

"Ngg.. Ca ca cu?" Gumamnya lirih sambil mengucek-ucek cantik kelopak matanya.

Ctarrr! Shisui seperti habis disambar petir di siang bolong. Tubuh dan hatinya hangus. Gosong. Ia menangis mencakari hatinya, tapi tanpa air mata. "N-Naru-chan.. My sweat heart..!" Panggilnya dengan suara gemetar diliputi emosi. Kenapa? Kenapa Tuhan? Aku yang berdarah-darah membesarkannya, tapi kenapa namanya yang pertama kali ia sebut dan ia hafal? Ini tidak adil. Sangat tidak adil. Shisui bermonolog protes pada Tuhannya.

Duh si abang beneran lupa daratan. Dedek Naru kan masih balita umur setahun kurang seminggu. Jadi, kosa kata yang ia bisa tidak banyak. Umumnya hanya kata-kata sederhana seperti Cucu, haha, dan mamam. Kebetulan nama Cacu mirip dengan kata Cucu. Jadi, Naruto bisa. Apalagi Sasuke melakulan treatment khusus pada Naruto agar ia hafal hingga ke tulang sumsumnya. Ia boleh lupa namanya sendiri. Namun nama Cacu akan terpatri dalam otaknya. Sedangkan Shisui? Itu kata yang sulit. Kecuali, ia mau dipanggil 'Cuu'. Baru Naru bisa.

Merasa dipanggil, Sasuke pun mendekat. Ia menepuk-nepuk kepala Naruto sok dewasa. "Aa. Dada gaga buubu pa?"

Naruto tidak menjawab. Ia menguap lebih lebar dengan mata menggantung sayu. Mulutnya mengenyot tiga jari gemuknya. Sasuke yang paham melemparkan silau kejam pada Shisui. 

"Chuchu..!" Nadanya terdengar bossy. Seperti disihir, Shisui memberikan botol susunya pada Sasuke. Bocah suram itu menjejalkannya ke mulut Naruto setelah mencobai suhunya. Ia dengan telaten merebahkan tubuh Naruto di ranjang, membetulkan posisi tidurnya hingga Naruto kembali tidur.

Kratak..! Kratak..! Kratak..! Hati Shisui retak. Jari-jarinya mencakari sisa-sisa dinding hatinya. 'Itu harusnya bagianku. Harusnya aku yang menina bobokkan Naru-chan. Kenapa kamu merampok peranku? Kenapa?' Batin Shisui menangis sambil meludahkan darah tiga liter karena marah. Dengan tangan Naruto yang menggengam erat baju Sasuke, Shisui tidak bisa melemparkan bocah suram itu ke luar.

Hati Shisui sudah compang-camping seperti lap, tinggal dipakai lap, ketika sayup-sayup ia mendengar suara Itachi yang dengan panik memanggil adiknya. Ia dengan kecepatan yang mengesankan -mumpung Naruto melepas genggamannya- mengangkat tubuh Sasuke dan mengempitnya di bawah ketiak seperti sedang menggendong kayu bakar. "Kamu nyari adikmu, Chi?" Katanya pada Itachi.

Itachi hampir berseru bahagia menghampiri sahabatnya, namun ekspresi mencurigakan di wajah Shisui membuatnya terhenti di tengah jalan. Itachi seperti sedang berhadapan dengan ular kobra yang sedang mengincar mangsanya. Diam-diam ganas dan mematikan. Saking takutnya ia sampai kehilangan kata-kata.

"Nih!" Ia memberikan Sasuke pada Itachi yang diterimanya dengan kaku. Sasuke di lain pihak tidak membuat ulah, tahu jika saat ini Shisui tidak bisa diprovokasi. Fatal akibatnya. "Aku tidak marah jika adikmu ingin menginap di rumahku. Rumahku terbuka lebar." 

Itachi dan Sasuke masih menatap Shisui dengan ekspresi takut. Tubuh keduanya gemetar, menantikan datangnya ledakan.

"Tapi, aku akan lebih senang. Jika... kalian minta ijin dulu." Ia melemparkan silau mematikannya yang diam-diam sudah ia tabung selama belasan tahun. Tubuh ItaSasu menggigil gemetar. "Kalian anggap apa rumahku? HOTEL? Seenaknya datang."omelnya panjang lebar dengan suara keras.

"JANGAN BERISIK SHISUI!" Balas Fugaku dengan suara lebih keras. Terdengar menggelegar hingga melingkupi seluruh desa. Yang masih tidur, jadi terbangun. Yang ngantuk mendadak tersadar. Teriakan Fugaku di luar kesadarannya menjadi seperti lonceng yang mengawali hari.

Bibir Itachi dan Shisui bergetar. 'Ia bilang jangan berisik. Tapi, ia sendiri lima kali lipat lebih berisik,' pikir keduanya masam.

Di luar insiden pagi itu di kompleks perumahan Uchiha, secara keseluruhan Konoha hidup dalam damai. Hari-hari mereka diliputi oleh keceriaan dan optimisme. Oh, tambahan lagi. Karena insiden sebelumnya terulang hingga puluhan kali, yakni diawali teriakan panik Itachi ditengahi omelan panjang Shisui, dan diakhiri teriakan legendaris Fugaku, pada akhirnya penduduk Konoha sepakat, secara aklamasi mengangkat Fugaku sebagai lonceng waktu.

Dan cerita ini diakhiri dengan kata.... (Q_Q)

The End

1 komentar: