NGGAK SUKA? JANGAN BACA
Naruto © Masashi Kishimoto
Di ruang hokage. Dahi
Hiruzen mengerut dalam menambah kerutan-kerutan di wajah tuanya. "Ada
empat keluarga yang mengajukan hak asuh Naruto, yakni keluarga Shikaku
Nara, Chouza Akamichi, Inuzuka, dan Shisui Uchiha. Masing-masing sudah
diuji kelayakannya sebagai orang tua asuh. Sekarang saatnya penentuan."
"Menurutku itu tidak
diperlukan lagi. Naruto sudah hampir setahun, sudah bisa disapih. Kita
bisa menempatkannya di panti asuhan." Si tua licik Danzo buka suara.
"Aku tidak setuju. Itu
terlalu dini. Aku khawatir ini berdampak pada fisik Naruto. Bayi
biasanya disapih kurang lebih saat berumur 2 tahun." Tolak Koharu yang
sudah berpengalaman mengurus bayi.
"Lebih berbahaya lagi
dampak psikologisnya." Homura menghirup tehnya yang baru diseduh dengan
tenang. Sesekali, lidahnya berdecak menikmati kelezatan seduhan teh.
"Anak yang dibesarkan di keluarga kurang utuh, disirami kebencian,
sebagian besar tumbuh menjadi orang berhati hitam dengan watak bengkok.
Sulit dicerahkan. Apalagi diluruskan. Naruto adalah host Kyuubi. Secara
alami, ia hidup dalam lautan emosi negatif. Tanpa keluarga yang hangat,
Naruto hanya akan jadi kegelapan sejati. Ditambah lagi dengan klan
Uchiha yang juga beraura gelap, Konoha hanya akan memanen bencana di
masa depan."
Itu fakta. Kebenaran
dengan tingkat 99.99%. Kemungkinan melesetnya 0,01%. Tapi, adakah orang
yang mau bertaruh untuk 0,01% disaat yang 99,99% lebih mudah diraih?
Hanya idiot sejati yang akan melakukannya dan para tetua Konoha jelas
bukan orang idiot.
Danzo menarik nafas.
Meski ingin menangis hingga us karena tidak suka, ia hanya bisa pasrah
menelan ketidak sukaannya. "Keluarga Tsume Inuzuka pantas dicoret. Meski
para anjing ninja itu tidak lagi menunjukkan aktivitas agresif, tapi
peluangnya masih ada hingga tingkat di atas 50%." Ia tanpa ragu menyobek
nama Tsume Inuzuka, diikuti para rekannya. Bukti, jika mereka sepakat
dengannya.
"Keluarga Chouza
Akamichi cukup bagus. Lingkungan sosialnya lebih ramah pada Naruto.
Tapi..." Koharu menggeleng kepalanya lemah, menunjukkan kalau ia tidak
merestui hak asuh Naruto jatuh pada keluarga ini. Dengan perilaku
abnormal bayi mereka, dikhawatirkan -sangat khawatir- Naruto juga akan
mengikuti jejak keabnormalan Choji. Nama Chouza menyusul nama Tsume.
Alis Danzo mengeriting,
saling bertautan. Dua nama yang tersisa sama-sama tidak disukainya. Yang
satu berkarakter 'Pemalas', sedangkan yang satunya lagi berwatak
'Gelap.' "Ini...ini... agak sulit." Desahnya mengeluh.
"Keluarga Nara cukup
berpotensi, tapi keluarga ini memiliki kekurangan besar. Satu malas.
Dua, minus ambisi. Ketiga, salah didikan. Rasanya berat memberikan
Naruto padanya." Ucap Koharu seolah bisa membaca isi pikiran
Danzo."Tapi..., jika dibandingkan dengan keluarga Uchiha...???" Imbuhnya
penuh sesal.
"Memang kenapa dengan
Uchiha? Shisui, ibunya, dan Obito cakap dalam mengasuh Naruto. Mereka
bisa mendidik dan memberi Naruto lingkungan sosial yang sehat." Sambar
Homura tidak setuju.
"Kau lupa? Dengan
peristiwa hancurnya rumah Shisui?" Tanya Koharu mengingatkan. Bibirnya
berkedut. "Shisui tidak layak mengasuh Naruto karena ia terbukti tidak
bisa melindungi Naruto."
Danzo mendesis dalam
hati. Di luar wajahnya tetap tenang. "Kau mengerdilkan persoalan Koharu.
Shisui tidak hanya gagal melindungi, tapi ia juga membahayakan
keselamatan Naruto."
"Kalian berdua sama berlebihannya." Hiruzen yang dari tadi diam mendengarkan pendapat rekannya ikut nimbrung.
"Bagian mananya?" Sembur Koharu tidak terima yang diamini Danzo dalam hati.
"Shisui tidak gagal dalam melindungi Naruto. Perlindungannya justru yang terbaik."
"Omong kosong!" Dengus Koharu.
"Apa kau tak melihatnya?
Walaupun rumah Shisui hancur total, namun kamar Naruto utuh. Tidak ada
bau asap apalagi hangus. Tidak ada retakan. Semuanya utuh."
"Tapi itu tidak
menihilkan kesalahannya. Terus terang kesalahannya fatal. Tidak bisa
ditolerir."
Koharu membuang muka, menatap atap rumah penduduk yang
dibasuh oleh cahaya sang Dewi Malam. "Ia terlalu gegabah. Seharusnya, ia
memanggil kita atau minimal memberi tahu anbu. Bukannya sok jagoan
membuka segel Naruto hanya dengan ditemani Obito."
Homura melirik Koharu
tajam. Wajahnya tak sedap dipandang. Ia bukanlah pemuja klan Uchiha, tapi juga tidak membenci klan ini. Bisa
dibilang ia netral. Tapi, ia akan meludahkan darah dan ususnya berubah hijau
jika Obito disebut..... "Hanya?" Desisnya.
"Orang yang kau sebut hanya
ini seorang pemilik Mangenkyo Sharingan." Tukasnya tajam menusuk.
Alisnya terentang, mencuat ke atas bak bilah pedang. "Orang yang
memiliki anugerah bisa bertarung melawannya yakni Kyuubi di Konoha ini tidak banyak.
Selain hokage pertama, Madara, dan Minato, tidak ada satu pun yang layak. Meski tahu kemampuannya lebih lemah dari Kyuubi, Obito dan Kagamilah yang dengan gagah mendampingi Minato saat bertarung dengan Kyuubi. Sedangkan kita? Bahkan dengan jumlah yang sangat banyak dan ratusan shinobi elit dan veteran, tubuh kita hanya bisa menggigil gemetar di bawah tekanan Kyuubi. Dan, kau sebut
itu hanya? Obito sudah hampir setara dengan semua pasukan anbu. Dengan
adanya Obito, Shisui tidak butuh kita."
(Kagami dan Obito tidak memiliki
ambisi sebagai ketua klan. Keduanya lebih suka hidup damai. Karena itu,
mereka menolak menjadi ketua klan.)
Wajah Koharu pias. Ia
lupa kehebatan pemilik doujutsu Mangenkyo Sharingan mengingat ia hanya
pernah satu kali melihatnya, yakni saat Izuna Uchiha membangkitkan
Mangenkyo Sharingannya."
"Menurut penyelidikan
timku, terbukanya segel Naruto bukan karena Shisui atau Obito sengja
membukanya, melainkan faktor luar. Ada indikasi cakra asing di sekitar
tempat itu." Hiruzen memaparkan hasil investigasinya.
"Mata-mata musuh? Siapa? Musuh Konoha atau musuh Minato?" Tanya Danzo dengan nada tenang. Tapi riak di matanya mengkhianatinya.
"Aku tidak tahu. Musuh pintar menyembunyikan jejaknya."
"Jadi, intinya, kau
tidak berniat menghapus nama Shisui sebagai keluarga asuh?" Tembak
Danzo. Matanya menyipit, mengirimkan silau peringatan pada mantan rekan
timnya dahulu.
"Tepat." Hiruzen tidak
menyangkal sesuatu yang sudah tampak jelas di permukaan. Ia menarik
berkasnya lagi. "Dengan mencoret nama Tsume Inuzuka dan nilai yang
rendah pada Chouza Akamichi, sekarang kita tinggal memilih diantara
keluarga Shikaku dan Shisui." Ia memberikan nilai untuk Shisui. Tertera
angka tujuh pada kotak nilai. Menurutnya, Shisui sempurna sebagai
keluarga asuh.
Koharu memberikan nilai
lima. Shisui memang pandai merawat seorang bayi, tapi kebakaran besar di
rumahnya telah menurunkan nilainya secara signifikan.
Homura memberi nilai
moderat enam. Dengan nilai dari Homura, otomatis hak asuh Naruto jatuh
pada Shisui tak perduli meskipun Danzo memberi nilai nol besar. Ia
menggeleng lemah dan pasrah. Ia hanya bisa berdoa semoga Naruto
mendapatkan yang terbaik di keluarga Shisui dan semoga Naruto bisa
mencerahkan klan Uchiha agar tidak terlalu emo. Dengan demikian klan ini
bisa diselamatkan.
Beberapa hari kemudian, hasil diumumkan. Naruto resmi menjadi adik Shisui. Ia bahagia sekali akhirnya impiannya.
SKIP TIME
Setelah
setahun penuh dicekam oleh duka yang mendalam pasca invasi Kyuubi,
Konoha akhirnya menemukan kedamaiannya. Idiom bahwa 'Waktu bisa
menyembuhkan luka' itu berlaku. Para penduduk Konoha mulai menata
kembali hati dan hidupnya demi menyongsong masa depan nanti. Mereka
sadar larut dalam duka tidak akan mengubah keadaan. Yang pergi tidak
akan pernah kembali. Hidup akan terus berputar dan yang masih hidup
masih harus berjuang sampai kematian datang menjemput.
Sama
halnya dengan para penduduk Konoha lainnya, klan Uchiha pun hidup
dengan damai. Mereka melanjutkan hari-hari mereka dalam kesunyian yang
lengang sesuai dengan tipikal karakter para Uchiha yang cool.
Di
salah satu rumah klan Uchiha, tampak seorang bocah laki-laki calon pria
ganteng dengan style rambut panjangnya sedang bingung. Ia tampak
mencari-cari sesuatu, menggeledah berbagai tempat. Di atas ranjang.
Kolong. Lemari. Sampai laci. Semua tidak ada yang lolos dari tangan
jahatnya. "Kok tidak ada." Gumamnya lembut. Dahi cantiknya mengerut.
"Kemana Sasuke?"
Tap tap tap. Langkah kaki sembrono terdengar ke seluruh
penjuru rumah. Graakk.! Suara pintu-pintu ditarik paksa. "Tidak ada.
Tidak ada. Tidak ada. Di sini juga tidak ada. Sasuke. Kamu...?"
"Itachi!
Jangan berisik!" Ujar Fugaku memperingati putra sulungnya yang
pagi-pagi sekali sudah berisik. Sangat tidak Uchiha. Bibirnya mendesis.
"Otou
san!" Pekik Itachi dengan wajah panik. Nafasnya terengah-engah.
Keringatnya bercucuran membasahi dahinya. "Sasuke...! Hah hah hah...
Sasuke is gone. Hilang. Sasuke hilang."
Bruss..!
Tidak
tepat waktu atau mungkin tempat waktu. Tergantung sudut pandang. Itachi
mengatakan berita buruk ini dalam satu napas pada saat Fugaku sedang
menyesap tehnya. Akibatnya jelas memalukan. Sangat memalukan. Ia dengan
tidak berperi ke-Uchiha-an menyemburkan tehnya. Uhuk... uhuk... "Apa?
Tadi kau bilang apa?" Tanyanya diantara transnya. Ini masih pagi sekali.
Matahari saja belum terbit. Namun, ia sudah mendapat kejutan tak
terduga.
"Sasuke is gone. Hilang."
"Bagaimana
bisa hilang?" Teriak Fugaku panik. Putra bungsunya yang ganteng dan
digadang-gadang berpotensi melebihi kegantengan Madara Uchiha, hilang.
Bagaimana mungkin ia tidak panik?
Dan
dimulailah keributan di keluarga itu. Semua orang dibangunkan. Semua
tempat digeledah. Dan, semuanya berteriak panik, menjadi noda pada
kelengangan kompleks perumahan klan Uchiha.
Di
sisi lain. Di sebelah rumah Fugaku, Shisui tengah bersenandung kecil.
Tangannya menenteng botol susu. Ini adalah waktunya Naru-chan minum
susu. "Astaganaga!" Jeritnya kaget hingga nyaris menjatuhkan botol
susunya, mendapati sang dedek didesak agresor hingga ke ujung ranjang.
Hatinya pilu melihat posisi dedeknya yang menyedihkan. Tampak seperti
korban intimidasi.
"Woy!
Anak ayam. Sedang apa di sini?" Tanyanya. Tangannya dengan gemas
memaksa Sasuke bangun. Hatinya seperti dicubit menyaksikan barang-barang
kesayangan Naruto -bantal, guling, boneka, dan selimut- diambil paksa
Sasuke. 'Dasar tak tahu diri! Sudah numpang. Nyerobot barang orang lain.
Nendang yang punya pula. Dasar bajingan cilik.' Pikirnya geram.
"Ga ga bu bu Na Na.."
"Aku
nggak butuh gaga bubumu. Cepat pergi dari sini! Pergi ke tempat kamu
berasal." Usirnya, mengabaikan fakta aneh di depannya. Sasuke ini baru
setahun lebih. Tapi, ia berhasil menyerbu dan menduduki kamar orang
lain. Tanpa ketahuan pula. Apa nggak hebat itu namanya?
Sasuke
menelengkan kepalanya, memasang ekspresi imut. Dia tahu Shisui lemah
dengan makhluk imut. Sayangnya taktik Sasuke tidak mempan. Sasuke meski jungkir balik
seperti apapun tidak akan pernah disebut imut oleh Shisui. Kenapa?
Karena Sasuke itu Uchiha dan Uchiha adalah suram, suram, dan suram.
Titik tidak pakai koma.
"Tunggu
apalagi?" Dengan tidak masuk akal, Shisui menyuruh Sasuke pergi. Si
abang mungkin lupa ingatan jika yang dimarahinya hanyalah bayi umur
setahun jalan 2 bulan. Jadi, secara normalnya Sasuke tidak bisa pulang
ke rumahnya sendiri, jikalau tidak ada yang mengantarnya. Sederhananya,
terima bongkar, tidak terima pasang. Bisa ngelayap, nggak tahu jalan
pulang.
Sasuke
memberi Shisui bahu dingin. Ia justru sibuk mencari posisi 'wuenaknya'.
Shisui terbakar amarah. Ia dengan tidak sabaran, menyentakkan tubuh
mungil Sasuke. Saat itulah Naruto bangun, memperlihatkan mata biru
cantiknya.
"Ngg.. Ca ca cu?" Gumamnya lirih sambil mengucek-ucek cantik kelopak matanya.
Ctarrr!
Shisui seperti habis disambar petir di siang bolong. Tubuh dan hatinya
hangus. Gosong. Ia menangis mencakari hatinya, tapi tanpa air mata.
"N-Naru-chan.. My sweat heart..!" Panggilnya dengan suara gemetar
diliputi emosi. Kenapa? Kenapa Tuhan? Aku yang berdarah-darah
membesarkannya, tapi kenapa namanya yang pertama kali ia sebut dan ia
hafal? Ini tidak adil. Sangat tidak adil. Shisui bermonolog protes pada
Tuhannya.
Duh
si abang beneran lupa daratan. Dedek Naru kan masih balita umur setahun
kurang seminggu. Jadi, kosa kata yang ia bisa tidak banyak. Umumnya
hanya kata-kata sederhana seperti Cucu, haha, dan mamam. Kebetulan nama
Cacu mirip dengan kata Cucu. Jadi, Naruto bisa. Apalagi Sasuke melakulan
treatment khusus pada Naruto agar ia hafal hingga ke tulang sumsumnya.
Ia boleh lupa namanya sendiri. Namun nama Cacu akan terpatri dalam
otaknya. Sedangkan Shisui? Itu kata yang sulit. Kecuali, ia mau
dipanggil 'Cuu'. Baru Naru bisa.
Merasa dipanggil, Sasuke pun mendekat. Ia menepuk-nepuk kepala Naruto sok dewasa. "Aa. Dada gaga buubu pa?"
Naruto
tidak menjawab. Ia menguap lebih lebar dengan mata menggantung sayu.
Mulutnya mengenyot tiga jari gemuknya. Sasuke yang paham melemparkan
silau kejam pada Shisui.
"Chuchu..!" Nadanya terdengar bossy. Seperti
disihir, Shisui memberikan botol susunya pada Sasuke. Bocah suram itu
menjejalkannya ke mulut Naruto setelah mencobai suhunya. Ia dengan
telaten merebahkan tubuh Naruto di ranjang, membetulkan posisi tidurnya
hingga Naruto kembali tidur.
Kratak..!
Kratak..! Kratak..! Hati Shisui retak. Jari-jarinya mencakari sisa-sisa
dinding hatinya. 'Itu harusnya bagianku. Harusnya aku yang menina
bobokkan Naru-chan. Kenapa kamu merampok peranku? Kenapa?' Batin Shisui
menangis sambil meludahkan darah tiga liter karena marah. Dengan tangan
Naruto yang menggengam erat baju Sasuke, Shisui tidak bisa melemparkan
bocah suram itu ke luar.
Hati
Shisui sudah compang-camping seperti lap, tinggal dipakai lap, ketika
sayup-sayup ia mendengar suara Itachi yang dengan panik memanggil
adiknya. Ia dengan kecepatan yang mengesankan -mumpung Naruto melepas
genggamannya- mengangkat tubuh Sasuke dan mengempitnya di bawah ketiak
seperti sedang menggendong kayu bakar. "Kamu nyari adikmu, Chi?" Katanya
pada Itachi.
Itachi
hampir berseru bahagia menghampiri sahabatnya, namun ekspresi
mencurigakan di wajah Shisui membuatnya terhenti di tengah jalan. Itachi
seperti sedang berhadapan dengan ular kobra yang sedang mengincar
mangsanya. Diam-diam ganas dan mematikan. Saking takutnya ia sampai
kehilangan kata-kata.
"Nih!"
Ia memberikan Sasuke pada Itachi yang diterimanya dengan kaku. Sasuke
di lain pihak tidak membuat ulah, tahu jika saat ini Shisui tidak bisa
diprovokasi. Fatal akibatnya. "Aku tidak marah jika adikmu ingin
menginap di rumahku. Rumahku terbuka lebar."
Itachi dan Sasuke masih menatap Shisui dengan ekspresi takut. Tubuh keduanya gemetar, menantikan datangnya ledakan.
"Tapi,
aku akan lebih senang. Jika... kalian minta ijin dulu." Ia melemparkan
silau mematikannya yang diam-diam sudah ia tabung selama belasan tahun.
Tubuh ItaSasu menggigil gemetar. "Kalian anggap apa rumahku? HOTEL?
Seenaknya datang."omelnya panjang lebar dengan suara keras.
"JANGAN
BERISIK SHISUI!" Balas Fugaku dengan suara lebih keras. Terdengar
menggelegar hingga melingkupi seluruh desa. Yang masih tidur, jadi
terbangun. Yang ngantuk mendadak tersadar. Teriakan Fugaku di luar
kesadarannya menjadi seperti lonceng yang mengawali hari.
Bibir
Itachi dan Shisui bergetar. 'Ia bilang jangan berisik. Tapi, ia sendiri
lima kali lipat lebih berisik,' pikir keduanya masam.
Di
luar insiden pagi itu di kompleks perumahan Uchiha, secara keseluruhan
Konoha hidup dalam damai. Hari-hari mereka diliputi oleh keceriaan dan
optimisme. Oh, tambahan lagi. Karena insiden sebelumnya terulang hingga
puluhan kali, yakni diawali teriakan panik Itachi ditengahi omelan
panjang Shisui, dan diakhiri teriakan legendaris Fugaku, pada akhirnya
penduduk Konoha sepakat, secara aklamasi mengangkat Fugaku sebagai
lonceng waktu.
Dan cerita ini diakhiri dengan kata.... (Q_Q)
The End
menarik banget buat dibaca
BalasHapussindonews internasional