Jumat, 19 April 2019

NARUTO DAN KELUARGA KAGAMI UCHIHA

Sejak dulu, Shisui sangat menginginkan seorang adik. Semua orang tahu itu. Shisui ingin sekali menggendong makhluk mungil nan menggemaskan yang kelak akan memanggilnya Aniki. Dipanggil onii chan juga boleh.
Baginya, tak masalah adik laki-laki atau perempuan. Yang penting, adik bayinya tidak seperti adiknya Itachi, teman baiknya yang beda usia 2 tahun darinya. Kau tahu kenapa ia tak suka adiknya Itachi? Karena adiknya Itachi yang bernama Sasuke itu suram. Dan, Shisui benci dengan yang berbau suram.
Oke, jujur. Sebagai bayi, adiknya Itachi cukup imut. Tubuhnya montok. Pipinya gembil dan agak kemerah-merahan. Model rambutnya unik, seperti bokong ayam jago jika dilihat dari belakang. Bokongnya semok dan menggoda untuk dicubit. Tingkahnya lucu menggemaskan layaknya bayi. Tapi -di mata Shisui- tetap saja suram.
Kau tahu arti suram bagi Shisui? Apa suram itu seperti juteknya tampang Shikamaru saat matanya terjaga, tidak tidur? Atau, suram berarti tampang hopelessnya Kakashi yang memiliki moto 'hidup tak mau mati pun segan'? Atau, suram bermakna wajah madesunya Danzo gara-gara impian-tak-kesampaian? Ternyata bukan.
Bagi Shisui, suram itu gelap. Gelap itu suram. Dengan kata lain, semua Uchiha itu suram karena mereka gelap. Rambutnya gelap. Matanya gelap. Auranya gelap. Bajunya gelap. Aksesoris yang dipakainya gelap. Cat rumahnya pun gelap. Yang tidak gelap hanya kulit mereka saja. Sayangnya, warna putih pada kulit mereka tidak mengurangi kesuramannya, tapi justru semakin menegaskan.
Black and white -menurut Shisui- bukanlah kombinasi yang bagus. Kenapa? Karena Shisui merasa anggota klannya seperti kawanan mafia di era modern. Biasanya kan para mafia pakai jas hitam dan kemeja putih. Dan, yang namanya mafia pastilah identik dengan yang namanya suram. Jadi, tak salah bukan jika Shisui menyebut klannya suram? Sasuke termasuk diantaranya.

Untuk mencegah agar adiknya kelak tidak suram seperti Sasuke, Shisui sudah melakukan banyak persiapan, sebelum adiknya lahir. Ia membeli sendiri semua perlengkapan adik bayi. Ia mengecat sendiri kamar adik bayinya. Ia bahkan menyiapkan cat rambut ramah bayi. Jaga-jaga jika rambut adiknya hitam, sepertinya.
Warnanya...? Tentu saja yang dipilihnya yang berwarna ngejreng, cerah, berkilau, seperti warna oranyenya Kyuubi. Kenapa? Karena, Shisui ini penggemar warna yang mencolok mata. Semakin mencolok semakin bagus. Dengan membuang semua yang berunsur hitam, Shisui berharap adik bayinya tidak akan tertular aura kelam para Uchiha.
Sayang seribu kali sayang, harapan Shisui harus pupus di tengah jalan. Adik yang ditunggu-ditunggunya selama berbulan-bulan, meninggal seminggu setelah lahir ke dunia. Kata dokter, adiknya tak sanggup bertahan hidup karena lahir prematur.
Shisui sangat kehilangan. Ia berduka, menangisi adik bayinya yang tidak berusia panjang. Dukanya kian bertambah dengan kepergian sang ayah tercinta seminggu kemudian. Itu saat-saat paling menyedihkan dalam hidupnya.
Lalu, datanglah surat itu. Surat dari mendiang Yondaime yang berisi pengalihan hak asuh Naruto pada keluarganya. Hati Shisui bengkak karena bahagia. Ia kehilangan adik, tapi kini ia mendapat gantinya. Seorang adik bayi yang lucu menggemaskan seperti yang diimpikannya selama ini. Seorang adik bayi yang tidak suram seperti Sasuke.
Ia sudah melihat rupa Naru-chan saat menjenguk sepupunya Obito yang terbaring sakit di rumah sakit. Ia langsung jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Naruto itu memiliki semua yang ia inginkan dari adiknya. Ia memiliki warna mata paling indah sedunia -di mata Shisui-. Warnanya biru, sebiru langit nan cerah. Rambutnya serupa warna matahari, kuning keemasan dengan nuansa merah di bagian ujungnya. Warna kulitnya eksotis alami, tan kecoklatan tanpa harus repot-repot berjemur di bawah matahari. Sungguh, Naruto itu bayi paling cantik se Konoha. Well, menurut Shisui.
Dari segi pembawaan pun, Naruto itu bayi yang hangat dan menyenangkan hati. Naruto itu berkebalikan dengan Sasuke. Sasuke itu gelap. Naruto cerah. Sasuke malam bin suram. Naruto seperti siang yang terang benderang. Sasuke dingin menjengkelkan. Wajahnya datar tidak ekspresif. Beda dengan Naruto yang mudah tersenyum dan senyumnya menyejukkan hati setiap orang, termasuk paman Fugaku.
Ia jadi berfikir. Paman Fugaku yang keras hati saja bisa dibuat lumer, apalagi yang lainnya. Ia jadi takut para orang tua se Konoha berniat merebut hak asuh Naruto darinya, dengan dalih Shisui masih bocah dan ia juga tidak berayah, yang tak mungkin sanggup mengasuh Naruto. Ketakutannya kian bertambah dari hari ke hari, hingga terbawa ke alam mimpi.
Rasa takutnya, membawa Shisui menyatroni (baca meneror) gedung hokage secara rutin. Tiap hari, ia selalu bertanya pada hokage ketiga. "Hokage-sama. Kapan aku bisa membawa adik bayiku pulang? Maksudku Naru-chan," dengan harapan mendapat jawaban positif.
Tapi, ia selalu mendapat jawaban yang sama pula, "Nanti, setelah semuanya siap,"
Shisui tidak puas dengan jawaban hokage-sama. Ia pun mendatangi Fugaku, ketua klannya. "Fugaku ji-sama. Tolong desak hokage-sama untuk segera membuat keputusan. Aku mau adik bayiku."
Katanya dengan nada yang manis, berharap bisa meluluhkan hati ketua klannya yang masih saudara jauhnya.
Fugaku mengangkat kepalanya, menatap langsung mata Shisui. Ia melihat tatapan polos Shisui. Diam-diam, Fugaku merasa iba dengan nasib bocah malang itu. Shisui sangat ingin Naruto menjadi adiknya. Sayangnya, impiannya yang ini pun terpaksa harus kandas di tangan para tetua yang kolot dan curigaan.
Apapun alasannya, para tetua tak akan pernah memberikan Naruto pada Shisui. Mereka tak perduli, meski Shisui memegang surat hak asuh Naruto dari mendiang Minato, ayah kandung Naruto. Kenapa? Karena Shisui bermarga Uchiha dan Uchiha terlanjur dicap sebagai pengkhianat, penyebab Kyuubi mengamuk di Konoha.
Tapi, ia tak sanggup mengatakannya secara gamblang pada Shisui. Kasihan dia. Terlebih ia baru saja kehilangan sang adik dan ayah dalam rentang waktu yang singkat. Shisui pasti kecewa berat jika mengetahuinya. Fugaku pun memilih berbohong, demi kebaikan Shisui. "Ikuti saja prosedurnya Shisui!"
"Tapi, aku sudah tak sabar, ingin cepat-cepat menggendong Naru-chan. Aku ingin memakaikannya baju-baju lucu.."
'Baju-baju lucu? Emang Naruto itu boneka barbie? Seenaknya saja,' Batin Fugaku geleng-geleng kepala.
Shisui masih nyerocos dengan gayanya yang kekanakan, "bla..bla..blaa... Naru-chan pasti suka dengan boneka rubahnya. Aku membuatnya sendiri. Ukurannya gedhe. Segedheee..." Shisui memberi isyarat dengan tangannya. "...ini," lanjutnya dengan bangga. Gigi gerahamnya terlihat saat ia tertawa, senang dengan rencana hebatnya untuk mengasuh Naruto nanti.
Wajah Fugaku tetap datar, tapi bulir-bulir keringat menggantung di pelipis Fugaku. Ia berkeringat dingin. 'Ni bocil (bocah kecil) ngerti nggak sih yang namanya mengasuh? Apa jangan-jangan ia mikir sedang main rumah-rumahan?' Pikir Fugaku sangsi dengan kemampuan Shisui. Genius sih genius. Tapi, tetap saja gayanya kekanakan.
"...seperti Itachi," pungkas Shisui, tak menyadari jika pemimpinnya ngacangin dia dari tadi karena sibuk melamun.
Fugaku menghela nafas panjang, memijat keningnya yang mendadak terserang migrain. "Kau bisa berlatih dengan Sasuke. Ia kan juga masih bayi, seperti Naruto. Sambil nunggu Naru-chan diberikan padamu. Aku yakin Itachi tak akan keberatan berbagi denganmu," usul Fugaku memberi solusi.
"Sasuke? Sasuke yang itu?" Mata Shisui agak menyipit, terlihat tidak suka.
"Memangnya yang namanya Sasuke di Konoha ini ada berapa?" Fugaku mulai jengah.
"Kalau yang itu, aku tak mau," jawab Shisui spontan.
Kini giliran Fugaku yang menyipit tajam. "Kenapa tak mau?" Nada bicaranya memperlihatkan kalau ia tersinggung. Secara tak langsung, Shisui sudah menghina anak bungsunya.
"Dia Uchiha,"
"Memangnya kenapa dengan Uchiha?"
"Uchiha itu kan Uchiha,"
"Haah...???"
"Uchiha itu tidak imut. Tidak lucu. Mereka itu hitam. Mereka itu suram. Jelmaan Shinigami,"
"Kau juga Uchiha. Dasar bocah!" Geram Fugaku mulai terbawa emosi.
"Aku tahu," balas Shisui tak terpengaruh dengan ledakan amarah Fugaku. "Tapi, aku mau adik bayiku lucu, imut, menggemaskan..." Pipi Shisui merona saat mengatakannya, terbawa dengan lamunannya sendiri. "...yang seperti Naru-chan. Tidak seperti Sasuke. Suram," hinanya.
Shisui memang tidak sayang nyawa. Ia sadar nggak sih, jika tangan Fugaku sudah mengepal sejak tadi, tak sabar untuk menjitak kepalanya. "Daripada ngoceh tidak jelas, lebih baik kau berlatih. Tingkatkan kemampuanmu. Kau mau jadi Chuunin kan?"
"Aku tidak mau jadi Chuunin. Aku mau adik bayiku.." rengek Shisui membuat Fugaku kepalanya berdenyut, pusing.
"Nanti juga, Naru-chan diberikan padamu. Pada akhirnya. Tunggu saja!" Kata Fugaku berniat mengakhiri percakapan.
"Ji-sama..." Shisui memasang ekspresi memelas, seperti anak kucing di dalam kardus yang diletakkan di persimpangan jalan, minta dipungut.
"Ikuti presedurnya, Shisui!" Ujar Fugaku, mengulangi jawaban pertamanya. "Kalo tak ada urusan lain. Lekas keluar dari kantorku. Kau mengganggu," usirnya terdengar kejam. Padahal sungguh, ia tak bermaksud demikian.
Dengan lemah lunglai, Shisui keluar dari kantor Fugaku, meninggalkan ketua klannya sibuk sendiri. Ketua klannya tak bisa membantunya. Kini, ia hanya bisa pasrah, menunggu kepastian dari Hokage sama.
"Maaf Shisui, maaf. Aku tak bisa membantumu," gumamnya. Matanya terpejam. Ekspresinya tampak muram. Kepalanya penuh dengan persoalan yang membelit klannya. Pikirannya kalut. Ia pun larut dalam lamunan muramnya.
Terkadang, ia berharap tidak terlahir dalam klan Uchiha. Terkadang pula ia tak ingin terpilih jadi pemimpin klan ini. Ia ingin jadi shinobi dari keluarga yang tak terkenal seperti Minato, agar ia bebas, lepas dari beban berat ini. Namun yang pasti, ia tak menyesal terlahir sebagai Fugaku, karena sebagai Fugaku Kami-sama telah memberinya dua orang anak yang amat ia cintai.
Fugaku kembali menghela nafas panjang, mengusir beban pikiran yang membelenggunya ini. Ia harus fokus dengan pekerjaannya, menyelesaikan berkas-berkas -sialan- penyelidikan ini. Ia tak mau memberi alasan para tetua bangkotan itu untuk mendongkel jabatannya, satu-satunya kebanggaannya yang tersisa sekaligus penghubung klannya dengan Konoha.
Apa yang Shisui takuti terjadi. Mereka memang berniat merebut hak Shisui. Setidaknya, Shisui harus berebut dengan tiga orang dewasa lainnya, atas Naruto. Yang membuatnya terluka, ia kalah. Ia terpaksa harus merelakan Shikaku membawa adik bayinya pergi. Ia hanya bisa memantau perkembangan Naruto dari jauh. "Well, setidaknya, keluarga Shikaku memperlakukan Naruto dengan baik dan aku masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Naruto kembali," katanya pada dirinya sendiri, membesarkan hatinya.
Hari berganti menjadi minggu. Minggu jadi bulan. Tak terasa, kini Naruto sudah berusia 5 bulan lebih 2 minggu. Ia telah tumbuh dari bayi merah menjadi balita dengan tubuh semok menggemaskan. Setelah melalui berbagai insiden dengan keluarga asuh terdahulu, akhirnya Naruto jatuh ke tangan Shisui. Shisui senang sekali. Sepanjang jalan, ia jalan berjinjit seperti sedang menari balet. Bibirnya mengulum sebuah senyuman.
Kebahagiaannya bertambah, karena Obito sepupunya dinyatakan sehat dan bisa kembali ke rumah. Meski sepupunya itu annoying dan sering bertingkah memalukan, tapi Shisui tetap senang dengan kehadirannya. Rumahnya pasti ramai dengan kehadiran dua orang itu, Naruto dan Obito. Rumahnya tidak akan sepi dan suram seperti kuburan lagi.
"Itu siapa yang sedang kau gendong, Shui?" Tegur Itachi yang tengah asyik menggendong Sasuke di punggungnya. Tangannya yang bebas memutar-mutar mainan Sasuke.
"Adik bayiku. Lucu kan ia?" Kata Shisui dengan bangga.
Itachi memanjangkan lehernya, melongok ke dalam gendongan Shisui. Oniksnya bertemu denga safir bulat yang menatapnya polos. Tanpa ia sadari, pipi Itachi merona merah. 'Ia lucu. Adiknya Shisui comel,' akunya dalam hati. "Hn," gumam Itachi datar, tidak mau jujur dengan perasaannya sendiri.
Shisui terkekeh geli, menertawakan tingkah Itachi yang malu-malu kucing. "Nanti, kita main adik-adikan bersama. Biar SasuNaru akrab seperti kita," Shisui menekankan pada kata kita. "Aku pergi dulu. Jaa!" Pamitnya.
"Sampai ketemu nanti," balas Itachi. Ia kini beralih pada adiknya. "Nah, Sas. Yang tadi itu calon temanmu. Karena kau lebih tua tiga bulan darinya, maka kau yang jadi kakaknya. Jaga dia baik-baik ya! Jangan dinakalin! Jangan diusilin! Dan, yang utama jangan dibikin nangis," petuah Itachi.
Tapi, Sasuke masihlah bayi. Ia belum paham dengan perkataan kakaknya. Karena itu, ia mengabaikannya. Selama berteman dengan Naruto, entah sudah berapa kali ia membuat Naruto mewek. Naruto bahkan sampai trauma, takut melihat Sasuke.
Pertama kali SasuNaru bermain bersama tuch, seminggu setelah Shisui resmi mendapat giliran mengasuh Naruto. Waktu itu, Shisui mendapat bersama timnya. Begitu pula dengan Obito. Sedangkan, ibunya Shisui memeriksakan dirinya ke rumah sakit sebagai kelanjutan tahapan pengobatan yang sedang dijalaninya. Naruto tidak diajak karena ia masih bayi. Tak baik membawa bayi ke rumah sakit. Jadilah Naruto dititipkan pada Mikoto-Fugaku sementara waktu.
Awalnya semua berjalan baik. Naruto sudah mandi dan didandani ibunya. Ia mengenakan baju bayi warna oranye dengan empeng warna serupa mengganjal mulutnya. Ia duduk, tepatnya didudukkan ibunya dengan dikelilingi bantal karena Naruto belum bisa duduk sendiri. Di tangannya, Naruto menggenggam kaki boneka kodoknya. Sesekali, menggoyangkannya gemas.
Sasuke juga ada di ruangan yang sama, tapi beda sudut. Ia sibuk bermain dengan tumpukan mainan kayunya yang telah disusunnya, dibantu sang kakak sebelum berangkat ke sekolah. Tangan kanannya menggenggam shuriken mainan yang jadang ia gigit dan kadang ia lempar ke tumpukan mainannya. Mulutnya sama seperti Naruto, disumpal dengan empeng.
Lalu, Mikoto yang menunggui SasuNaru bermain pergi meninggalkan ruangan itu untuk mengambil susu Naruto yang tadi dia simpan di dalam kulkas. Cos, sekarang jamnya Naruto minum susu. Sekalian mengambil bubur milik Sasuke, 'Mumpung mereka lagi anteng.' Pikirnya.
Sepeninggal ibunya, Sasuke berpaling pada makhluk bertubuh orange alias Naruto. Ia merangkak mendekati Naruto. Oniksnya dengan tajam meneliti benda itu. Sasuke tak tahu jika benda yang dimaksud itu bayi sepertinya. Ia merangkak, memutari Naruto. Terkadang, ia mengikik senang, karena benda itu memperhatikannya. Ia suka melihat mata safir bulat lucu itu mengikuti pergerakannya. Benda paling indah yang pernah dilihatnya. Sasuke berputar lagi. Kini ia di belakang benda itu.
Oniksnya berkilat, menemukan sesuatu yang membuatnya senang. Ia berceloteh dengan hebohnya. "Gaga.. gugu...kyaa.." Entah apa maksudnya. Ia merangkak mendekati benda yang ia klaim boneka mainannya.
Hidung bangirnya mengendus-endus aroma yang disukainya. Aromanya menggiurkan, lebih menyenangkan daripada aroma ibunya yang campuran rempah-rempah, susu, asam dan melati. Kadang-kadang, Sasuke mual saat menciumnya. Sasuke menasbihkan jika aroma bonekanya yang terdiri dari campuran bedak bayi, minyak telon, dan jeruk sebagai yang nomer satu. Nomor duanya ditempati kakaknya yang beraroma cemara maskulin.
Perhatian Sasuke beralih pada bongkahan padat di bawah. Itu pantat Naruto yang sedang pakai pampers. Tangannya menjulur ke depan menowel-nowel bagian itu. "Uung..." benda itu mengeluarkan suara. Sasuke mendengarnya dan darahnya berdesir menyenangkan. Pipinya berbercak merah. Terlihat jelas di atas kulit putih susunya. Ia kembali mengulangi perbuatannya karena menurutnya itu menyenangkan.
Lama-kelamaan, ia pun penasaran dengan bonekanya. Ia ingin meneliti benda itu. Kenapa ia memiliki bola mata yang sangat indah? Kenapa ia bisa mengeluarkan suara yang merdu dan enak didengar? Dan pertanyaan lainnya. Sasuke berniat membalikkannya mencari baterai atau tombol on/offnya. Sasuke mengira Naruto itu boneka atau robot yang bisa ia bongkar pasang seperti mainan lainnya. Tapi karena bendanya berat, ia tak bisa melakukannya. Tak kekurangan akal, ia pun mencongkelnya dengan menggunakan kepalanya.
Rambut Sasuke yang lumayan tajam menusuk tubuh Naruto, membuat balita 5 bulan itu menggeliat karena kegelian. Naruto tak tahan menahan geli. Lalu, tubuhnya pun oleng dan jatuh terjengkang ke belakang. Kepalanya langsung kejedot lantai kayu dengan suara mengerikan, karena bantal-bantal yang tadi mengelilingi Naruto sudah disingkirkan Sasuke saat mencongkel Naruto. "Kraak! Duaakk! Hek hek hek huwee...!" Jerit tangis Naruto terdengar membahana.
Tepat di waktu bersamaan Shisui yang baru pulang dari misi tiba diiringi Itachi di belakangnya. Wajah Shisui memucat. Dengan buru-buru, ia meraih Naruto dalam gendongannya. Ia menimang-nimang Naruto dalam gendongannya sambil mengelilingi ruangan. Tubuhnya berayun-ayun. Bibirnya bersenandung, "Cup cup cup sayang. Jangan nangis!" Tangannya yang bebas mengusap benjolan di kepala.
"Huwee....huwe..." Naruto masih terisak-isak, merasakan nyeri di kepala. Air matanya mengalir, membasahi pipi tembennya. Tapi, sakitnya agak berkurang dengan buaian lembut sang kakak.
Itachi yang baru pulang dari sekolah berdiri dengan wajah bengong. Syok mungkin. Soalnya -setahunya Itachi- Sasuke itu manis, alim, anteng, dan tidak suka bikin rusuh. Ini kali pertama, Sasuke membuat anak orang nangis. Jadi, wajar jika Itachi terkejut.
Mata Itachi menyipit. Dahinya mengerut dalam. 'Sekarang, apalagi?' Batinnya heran dengan tingkah Sasuke yang aneh. Adiknya menggeram rendah. Wajahnya memerah karena marah. Matanya tajam, menatap Shisui penuh dendam.
Rupanya, Sasuke marah karena Shisui sahabat kakaknya mengambil mainannya. Ia pun merangkak mendekati Shisui. Shisui menatapnya sejenak. Bulir keringat dingin menghiasi pelipisnya. Entah kenapa firasatnya mengatakan, jika Sasuke punya niat buruk. Tanpa aba-aba, sekonyong-konyong Sasuke mengigit kaki Shisui. Karena terkejut, tak menyangka mendapat serangan dari si Sasuke, Shisui refleks menyepak Sasuke. Sasuke yang tak siap terjengkang kebelakang. "Hwaaa..." jerit tangis Sasuke.
"Eh," gumam Itachi ikut terkejut. Kini ruangan itu ramai oleh isak tangis bayi. Itachi meraih Sasuke yang terisak-isak membuainya.
Mikoto yang datang belakangan, menatap terkejut. Baru setengah jam ditinggal, eh dua balita itu sudah nangis. "Apa yang terjadi? Kenapa mereka nangis?" Tanya Mikoto seraya memberikan botol susunya Naruto. Ia sendiri mengambil Sasuke dari Itachi.
"Sasuke mendorong Naru-chan hingga terjengkang ke belakang. Lalu, ia menggigit Shisui yang tengah menggendong Naru-chan. Karena kaget, Shisui menyepak Sasuke hingga jatuh terjengkang juga," adu Itachi.
Mikoto menatap Sasuke. "Benar kata anikimu?" Tanyanya pada Sasuke.
"Gaga gugu gyaaa dada...aigh," cerita Sasuke.
"Oh, gitu." Gumam Mikoto sok ngerti. "Tapi, jangan diulangi lagi ya. Kasihan Naru-chan. Ia pasti sakit digituin," tambahnya.
Sasuke menatap ibunya lalu beralih pada makhluk orange bernama Naruto. Ia masih terisak-isak dalam gendongan kakaknya. Punggung kecilnya terlihat bergetar. Sasuke merasa iba pada si mungil. Ada perasaan menyesal menyusup dalam hatinya. Matanya beralih pada Shisui. Mata itu kini memicing, menatap tajam pada Shisui yang dengan seenaknya menepuk- nepuk bokong dan punggung Naruto.
'Tapi, tidak pada dia,' batin Sasuke merujuk pada Shisui. Masih dendam rupanya. Mana dia sekarang dengan lancang menarik-narik rambut anikinya pula. 'Tidak ada ampun untuknya,' batinnya menyimpan dendam pada Shisui. "Grrr..graooo...graooo.." geramnya.
"Apaan, sih. Kenapa kau tarik-tarik rambutku?" Protes Itachi sebal.
"Habis rambutku pendek. Mana bisa dipakai buat ngusap benjolan Naru-chan." Dalih Shisui.
"Apa hubungannya?"
"Biar benjolannya kempes. Kaa sanku suka pakai rambutnya yang panjang, untuk mengusap benjolan di kepala karena terbentur," jelas Shisui. Itachi bergumam tidak jelas, tapi ia membiarkan Shisui memanfaatkan rambutnya. Anggap saja sebagai ganti permintaan maaf.
Naruto sudah tidak menangis, setelah nyerinya mereda. Kini, ia sibuk menghabiskan susunya. Shisui masih membuainya, mengayun-ayunnya hingga Naruto merasa nyaman. Perlahan mata Naruto jadi berat dan ia lalu menutup kelopak matanya. Ia pun tertidur setelah susunya habis.
"Akh, ia sudah tidur," ujar Shisui lirih. Ia mengambil botol susunya dari mulut Naruto secara perlahan dan meletakkannya di atas meja. Ia membetulkan gendongannya, agar Naruto semakin nyaman. "Kami permisi dulu ba-san," pamit Shisui sopan.
"Iya. Salam ya untuk ibumu dan maaf untuk yang tadi."
"Nggak apa-apa ba-san. Namanya juga balita." Kata Shisui maklum, sebelum pergi. Ia tak menyadari ada sepasang oniks yang menatapnya tajam, penuh dendam.
Semenjak itu, Naruto tak lagi diajak main ke rumah Itachi dikarenakan kesibukan keluarga Shisui. Banyak yang harus mereka kerjakan. Naruto sih asyik-asyik aja. Ia malah senang karena jujur ia takut pada Sasuke. Soalnya tingkah Sasuke agak aneh kalau dekat-dekat Naruto. Matanya sering melotot seram pada Naruto saat mereka kebetulan bertemu pandang. Naruto tak tahu, jika Sasuke itu sedang memelototi Shisui yang sedang nenggendong Naruto dan bukannya Naruto sendiri.
Seminggu kemudian, Naruto diajak ibunya Shisui main ke rumahnya Sasuke. Kedua balita itu dibiarkan main berdua di ruang anak biar akrab. Sedangkan, para ibu sibuk berdiskusi sendiri. Baca, bergosip.
Di ruang anak, Naruto sedang main seorang diri dengan boneka Dinosaurusnya. Tangan mungilnya menepuk-nepuk kepala Dino. Bibir mungilnya bersenandung lucu, meniru lagu yang sering Shisui-nii chan nyanyikan untuknya. "Na..ang..kaa... Na..ang...nii.." maksudnya.Naru sayang kaa-san. Naru sayang onii-chan.
Sasuke di sudut yang lain membuka-buka buku gambar pemberian ayahnya. Oniksnya berbinar-binar menatap gambar-gambar makanan. Ada ice cream. Ada dango. Ada sushi. Ada okonomiyaki. Ada ramen. Dan, yang membuat pipinya menggembung bahagia adalah gambar bakpao yang berisi daging dicampur buah tomat. Air liurnya keluar, sambil membelai gambar bakpao itu penuh perasaan.
"Ungg... Na..angg...kaa kaa..." Suara lirih masuk ke indera pendengarannya. Sasuke menoleh. Oniksnya melihat teman sepermainannya yang sibuk bermain dengan boneka Dino-nya. Sesekali, pipinya menggembung lucu. Sasuke melihatnya seperti bakpou berjalan. "Uachh..." pekiknya senang. Matanya lurus menatap pipi Naruto.
Tanpa Naruto sadari, Sasuke merangkak menghampiri Naruto. Gerakannya terburu-buru, menimbulkan suara gaduh. "Srett...srett..srett.." Tapi, Naruto mengabaikannya karena sibuk bermain. Ia tak menyadari kehadiran monster aka Sasuke dengan wajah mupeng dan air liur menetes dimana-mana di dekatnya. Tahu-tahu... Nyutt..nyutt..nyutt..., ia merasakan nyeri di pipinya.

Air mata Naruto menggenang, tapi belum nangis

Air mata Naruto menggenang, tapi belum nangis. Ia menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang mencubit pipinya. Betapa terkejutnya dia melihat ayam jadi-jadian dengan wajah angker dan iler mengalir deras diantara belahan bibirnya, tepat berada di belakangnya. Matanya melotot horor dan bulu kuduknya berdiri sempurna.
"Nguerr..." Tangis Naruto melengking tinggi, melolong seperti suara anak anjing yang baru saja bertemu singa lapar dan ganas. Tepat di waktu yang sama, Shisui datang.
"ASTAGA! Naru-chan," pekik Shisui terkejut. Ia buru-buru menolong Naruto, melepas paksa tangan Sasuke dari pipi Naruto. Ia lalu menggendong Naruto dan mengayun-ayunkan tubuh mungilnya, maju mundur kanak kiri. Tangannya yang bebas menepuk-nepuk punggung Naruto. "Cup cup cup, Sayang. Jangan nangis! Ini aniki sudah datang.
"Uungg...niii...ut," maknanya aniki, takut.
"Iya. Cup ya. Aniki akan melindungi Naru. Jadi, tidak usah takut," bujuknya. Tangisan Naruto mereda, menyisakan isakan lirih. Shisui kini menoleh pada Sasuke yang sejak tadi menggerung marah dan berusaha menggigit kaki Shisui. "Kau itu punya masalah apa sih dengan Naruto, hah? Kenapa kau selalu menjahati Naru-chan?"
"Pou Pou.. Cuke," balas Sasuke.
"Pou Pou? Apa maksudnya? Kau itu ngomong apaan, sich?" Tanya Shisui balik, lupa jika yang dihadapinya ini bayi umur 8 bulan, yang belum bisa diajak ngomong.
"Pou Pou. Cuke," kata Sasuke dengan mata tetap terpancang pada Naruto. Ia melihat Naruto menguap, membuat pipinya tertarik mengembang. Pipi Sasuke merona. Oniksnya berkilat tertarik.

"Waa.. Pou Pou,"gumamnya. Ia menjilat bibirnya dan mengikik. Tubuh Shisui mengejang kaku. Firasatnya mengatakan ini buruk, tapi ia tetap menunggu, melihat tindakan Sasuke selanjutnya.
Shisui mengangkat kedua alisnya bingung, melihat Sasuke merangkak dengan penuh semangat, menghampirinya. Sasuke menjadikan tubuhnya pegangan. 'Ia mau ngapain,' pikirnya masih menunggu. Sasuke mengangkat bokong berpampersnya. Dengan berpegangan pada kaki Shisui, Sasuke berhasil berdiri di atas kedua kakinya sendiri. Lalu, ia mencengkram erat tubuh Shisui, dan mulai memanjat.
"Uwaaach...!" Pekik Shisui terkejut, merasakan geli ketika tubuh Sasuke menggesek tubuhnya, dan juga nyeri di waktu yang sama ketika kuku Sasuke menusuk kulitnya. Ia ingin menyepaknya, untuk memberi pelajaran pada ayam jadi-jadian ini, agar tidak menjahati Naruto lagi. Tapi, kewarasannya menahannya. 'Sabar Shisui, sabar. Ia cuman bayi,' batinnya.
Naruto terbangun merasakan aura yang tidak nenyenangkan. Ia membuka matanya dan mengucek-uceknya. Tanpa sengaja, ia melihat Sasuke sedang menggelayuti kaki Shisui dan tubuhnya langsung bergetar. "Ngg..." isaknya ketakutan. Ia menyembunyikan wajahnya ke dada Shisui.
"Sstt... tenang ya. Aniki akan selalu menjagamu. Tak akan ada satu orang pun yang bisa menyakitimu selama aku masih hidup," bisik Shisui.
Sasuke melihatnya dan ia tak suka dengan kedekatan ShisuiNaru, seolah ada monster yang sedang memilin perutnya. "Grrr... Pou Pou. Cuke," gumamnya. Ia marah. Ia benci dengan orang yang mengambil miliknya. Graukk. Sasuke pun menggigit Shisui, lagi.
"Gyaa!" Jerit Shisui merasakan nyeri di kakinya. Tubuhnya oleng, sempoyongan, membuat Naruto yang ada dalam gendongannya menangis ketakutan, "Huwee..huwee.."  Shisui berusaha mati-matian menjaga keseimbangan tubuhnya dan juga menjaga agar Naruto tetap aman. "Apa yang kau lakukan, Bocah? Kau mau membunuhku?" Bentak Shisui kesal. "Lepas! Lepasin!" Tambahnya memerintah yang diabaikan Sasuke dengan senang hati.
Keinginan untuk menyepak Sasuke kembali lagi. Untunglah, saat ia sudah tidak tahan, Itachi datang.

"Uwach!" Pekik Itachi. Ia dengan tergesa-gesa menolong Shisui, menjauhkan Sasuke darinya.

"Astaga Sasuke. Kau itu mau ngapain? Tadi itu bahaya. Bagaimana kalau Shisui tadi sampai jatuh? Kau bisa membuat Shisui, Naru-chan, dan kau sendiri celaka." Tutur Itachi lembut menasehati.
"Naru-chan akan marah padamu dan tak mau berteman lagi denganmu. Itu yang kau inginkan?"
Sasuke menatap kakaknya, mencari makna kata-katanya. "Ngg.. Pou Pou," katanya terdengar sedih.
"Nanti, ku belikan. Ia itu Naru-chan, adiknya Shisui, teman bermainmu. Bukan Pou Pou. Mengerti," Sasuke mengangguk. "Sekarang minta maaf padanya,"
Sasuke melihat Shisui dan Naruto. Wajahnya merona malu, merasa bersalah saat ia melihat Naruto terisak-isak di balik pelukan kakaknya. "M-ma..ap.. Cuke. m-ma..ap," kata Sasuke.
Naruto melirik Sasuke sekilas lalu menyembunyikan wajahnya lagi dalam gendongan Shisui. Ia masih takut pada Sasuke. Mata Sasuke berkaca-kaca, merasa bersalah. "M-ma..ap,"
Shisui tersenyum tipis. Ia mengangkat wajah Naruto dan membuat Naruto melihat Sasuke. "Sayang, dengarkan Aniki. Aku tahu kau marah padanya, karena ia telah menyakitimu. Tapi, ia kan sudah minta maaf. Dan lihatlah dia. Lihat penyesalan di mata Sasu-chan!"
"Nggg?"
"Saat seseorang menyakiti kita, dan ia lalu menyesal. Terus minta maaf. Maka tugas kita selanjutnya adalah memaafkan. Kau tahu kenapa? Karena tiap manusia berhak mendapat kesempatan kedua. Ingat tiap manusia itu pasti pernah berbuat salah. Begitu pun Naru-chan. Saat itu terjadi minta maaflah. Seperti yang dilakukan Sasu-chan. Itu baru hebat namanya," Shisui menasehati Naruto. Ini salah satu pelajaran penting yang diajarkan orang tua pada anaknya. "Naru-chan mau memaafkan Sasuke, kan?"
"Ngg.." gumam Naru-chan.
"Pintar. Ini baru adikku. Sekarang salaman ya. Berbaikan," Shisui mengajari Naruto bersalaman dengan Sasuke. Naruto tertawa sampai gusinya kelihatan. Sasuke tersenyum tipis, merasa lega karena sudah dimaafkan.
"Hah, senangnya. Akhirnya mereka berbaikan." Kata Itachi. "Ingat Sasuke! Jangan ulangi yang tadi! Jangan menjahati Naruto!"
Setelah itu, mereka berteman lagi. Naruto sudah melupakan kejadian dimana Sasuke menjahatinya. Dan, kini mereka sering bermain bersama. Tapi, itu hanya sementara saja. Sasuke lagi-lagi mengulanginya. Kali ini, bahkan lebih parah.
Ketika itu, Sasuke baru saja diajari nama-nama buah. "Ini namanya durian. Ciri-cirinya bentuknya bulat, berduri, dan berwarna kuning. Baunya hmm harum. Dagingnya lezat. Kau harus coba," Sasuke mengangguk-angguk. Jika durian itu memang  selezat tomat, buah kesukaannya, ia harus mencoba.

Sasuke melihat sekelilingnya, mencari ibunya. Ia ingin dibelikan durian, tapi ibunya tengah sibuk berbincang-bincang dengan ibunya Shisui di ruangan lain meninggalkan Sasuke di ruang anak. Sasuke mendesah kecewa. Padahal ia ingin banget makan durian. Lalu, tak sengaja melihat sesuatu yang menarik perhatiannya di atas futon.
Bulat? Checklist. Kuning? Checklist. Berduri? Checklist. Berarti kesimpulannya, sesuatu di atas futonnya itu buah durian.
"Hm.." gumam Sasuke dengan pipi merona. Air liurnya menetes. "He he he.." kekehnya senang. Ia pikir itu durian yang dibeli ibunya untuknya seorang. Sasuke pun dengan semangat, merangkak menghampiri futon.
Ia langsung duduk di samping sesuatu itu yang setelah didekati tidak bulat sempurna seperti durian. Dari belakang bulat penuh, tapi dari depan datar, agak bergelombang, tidak berduri. Ia kembali mengingat-ingat ucapan kakaknya. Bulat, kuning, berduri, dan harum. Sasuke mendekatkan hidungnya, mengendus-endus, 'harum,' pikirnya. Jadi, betul ini yang dikatakan durian.
Sasuke menjulurkan lidahnya menjilat durinya yang kuning. 'Halus,' pikirnya. '..dan lembut, ' tambahnya dalam hati usai menggigiti durinya. Benar-benar lezat seperti kata kakaknya. Sasuke jadi tak sabar mencoba. Ia membuka mulutnya lebar dan 'Kraukk..' menggigitnya sekuat tenaga.
"Nguerrr...huwee...huwe..." jerit sesuatu yang baru saja digigit Sasuke. Rupa-rupanya, bulat kuning berduri yang dikira Sasuke durian itu ternyata kepalanya Naru-chan. Ia tengah bobok siang di atas futon saat Sasuke menggigitnya. Makanya itu ia menangis sekuat tenaga. Pertama, karena terkejut. Kedua, karena merasakan nyeri di kepala. "Huwee.. huwee.. " jeritnya. Kedua kakinyaa menendang-nendang, sedangkan tangannya menjambak seseorang yang menggigit kepalanya. Dasar Sasuke. Bukannya melepas gigitanya, ia justru memperdalamnya membuat tangisan Naruto semakin kencang.
 "Huwaaa..huwaa.."
Langkah kaki terburu- buru terdengar semakin kencang. Sraakk! Suara pintu kayu digeser dengan kasar. "ASTAGA!" Pekik orang itu yang ternyata Shisui.Matanya melotot horor, menatap Sasuke dengan pandangan aneh. 'Ya Tuhan!' Tambahnya dalam hati ngeri.
Shisui tergesa-gesa memisahkan SasuNaru dan lalu menimang-nimang Naruto penuh sayang untuk meredakan tangisnya. Ia membuai Naruto, memberinya rasa aman. "Cup cup cup, Sayang. Jangan nangis lagi. Kakak kan di sini," ujarnya. Tangisan Naruto mereda, menyisakan isakan lirih. "Naru bobok ya. Naru masih ngantuk, kan?"
"Nggg.." balas Naruto. Sebetulnya, ia ingin cerita pada kakaknya bahwa, tadi ada orang jahat yang mengigitnya saat ia tidur. Tapi, karena ia masih mengantuk, perlahan kelopak matanya tertutup dan lalu terdengar suara nafasnya yang naik turun dengan teratur.
"Demi Tuhan, Sasuke!" Geram Shisui terdengar rendah dan serak karena menahan amarah. Ia memelototi Sasuke. "Serius! Kau itu punya dendam apa sih sama Naru-chan? Kenapa kamu selalu saja menjahati Naru-chan? Apa kau itu tak bisa berteman baik dengannya? Padahal dengan anak-anak yang lain kau selalu baik, tapi kenapa dengan Naru-chan kau selalu membuat masalah?"
Sasuke mendongak, menatap Shisui. Oniksnya menunjukkan jika ia tak mengerti. Tadi kan ia menggigit buah duriannya, tapi kenapa saat ia membuka mata, ia melihat Naruto sedang menangis? Lalu dimana buah duriannya? Siapa yang mengambilnya? Sungguh ia tak mengerti. "Dulll..lli...ann. Cuke,"
Shisui tersenyum tipis, akhirnya ia paham duduk perkaranya. Dengan sabar, ia memberi Sasuke pengertian. "Durian berbentuk bulat dan seluruh tubuhnya berduri tajam, seperti jarum. Tidak seperti ini!" Shisui menunjuk kepala Naruto. "Ini kepala Naru-chan. Lihat hanya bagian belakang yang kuning, depannya coklat. Durinya tidak tajam dan lepek jika terkena air. Dan, yang utama durian tidak punya dua alis, dua mata, satu hidung, dan satu mulut, seperti ini. Ingat baik-baik ya!"
Sasuke melihat Shisui, masih bingung. Ia pun memiringkan kepalanya, bertanya dengan bahasa isyarat.

"Yang kamu gigit tadi kepalanya Naru-chan, bukan durian. Nih lihat! Ini bekas gigimu," Shisui menunjuk bekas gigi Sasuke di dahi Naruto. Cukup dalam untuk ukuran gigi yang baru tumbuh seminggu yang lalu. 'Itu gigi manusia apa gigi ikan piranha ya?' Pikir Shisui antara ngeri dan kagum.

Sasuke sekarang mengerti, jika dia lah yang membuat Naruto menangis. Ia lagi-lagi menyakiti Naruto. Tubuh kecilnya bergetar. Mulut mungilnya terisak-isak. "Maap. Hik hik hiks. Maap. Nalu," katanya. Namun Naruto mengacuhkannya. Ia lebih memilih menyembunyikan wajahnya ke dalam dada Shisui mencari perlindungan. Sasuke sedih diacuhkan temannya. Maka pecahlah tangisnya.
"Sasuke kenapa?" tanya Itachi yang baru datang. Ia mendudukkan dirinya tak jauh dari Shisui. Ia lalu memangku Sasuke yang terisak-isak. Itachi mengusap air mata adiknya dan juga ingusnya dengan telaten. Itachi kan tipikal kakak yang baik. "Kenapa Sasuke nangis?" tanyanya lagi.
"Ia nangis karena ingin Naru-chan memaafkannya," kata Shisui membetulkan letak gendongannya, biar Naruto lebih nyaman. "Naru-chan tadi dijahati Sasuke."
Itachi menghela nafas. "Kau itu kenapa nakal sih, Sas? Kenapa kau selalu membuat Naru-chan menangis?" tanya Itachi yang dibalas Sasuke dengan tatapan sendu. Itachi geleng-geleng kepala dan lalu memandang Shisui lagi. "Kali ini, apalagi yang dilakukannya?"
"Ia menggigit kepala Naru-chan,"
"Hah? Serius?"
Shisui mengangguk. "Ia mengira kepala Naru-chan buah durian. Itu lho buah yang bulat, kuning, berduri dan harum itu." Shisui memandang Itachi serius. "Makanya Chi. Kalau ngajarin Sasuke itu yang benar. Yang tuntas. Jangan setengah-setengah. Sasuke itu sebetulnya anak yang pintar. Ia punya rasa ingin tahu yang tinggi. Tapi, kau salah dalam mengajarinya. Jadi kayak gini nih, akibatnya. Akhirnya, Naru-chan yang jadi korbannya. Korban malpraktek ngajarmu yang buruk itu, " sindir Shisui pedas.
Itachi merenung, mengingat-ingat yang lalu-lalu. Setelah dipikir, ditimbang, dan dianalisis Shisui ada benarnya. Ia kurang lengkap dalam memberi informasi pada Sasuke. Terus berakibat pada Sasuke yang salah paham. Dan, Narutolah yang jadi korbannya karena kebetulan Naruto yang ada di dekat Sasuke. "Iya, aku ngaku salah. Maaf dech!"
"Jangan sama aku! Tapi sana! Sama Sasuke dan Naruto."
Itachi pun meminta maaf pada SasuNaru. Kemudian, Sasuke dan Naruto berteman lagi setelah Sasuke menyanyi untuk Naruto. Suaranya –sumpah- sumbang dan jelek banget, tapi berhubung Naruto itu penggemar nyanyian, jadi itu dimaafkan. Naruto bahkan memberi applous yang meriah untuk Sasuke, yang mana membuat Shisui menatap heran keduanya.
'Sasuke nyanyi apaan ya?' pikirnya heran. Udah suaranya sumbang, liriknya nggak jelas pula. Di telinganya, Sasuke seperti sedang mengoceh, "Gaa Gaga..Papa..Dudu.." begitu. Tapi, kenapa Naruto kelihatan senang banget ya? 'Apa bagusnya sih?' tambahnya dalam hati iri. Ia juga sering menyanyikan lagu untuk Naruto, tapi tak pernah Naruto bertepuk tangan seheboh ini. Meski demikian, Shisui senang-senang saja, mumpung keduanya akur. Ia berharap hubungan SasuNaru akan tetap akrab seperti ini, seperti hubungan persahabatannya dengan Itachi.
Semenjak hari itu, Itachi jadi lebih berhati-hati dalam mengajari Sasuke. Ia memastikan Sasuke menerima seluruh informasi dengan lengkap dan utuh, berikut contoh bendanya agar Sasuke tidak salah paham dan menjadikan Naruto sebagai bahan percobaannya.
Hubungan SasuNaru kembali normal. Terkadang keduanya akur hingga sulit dipisahkan. Tapi, terkadang mereka bertengkar hebat. Kadang-kadang, Sasuke membuat Naruto mewek. Tapi, tak pernah ada ceritanya Naruto membuat Sasuke menangis. Kalau ada isu yang mengatakan demikian, sekali lagi Itachi katakan, 'Itu fitnah dan fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan,'
Shisui senang dan lega, akhirnya orang-orang menerima status Naruto sebagai adik Shisui. Meskipun, hanya status sementara. Namun, Shisui tak pernah kehilangan harapan. Ia percaya suatu saat Naruto akan resmi, sah di depan hukum sebagai adiknya, bagian dari anggota keluarganya.
Kedamaian Shisui juga dirasakan oleh dua bayangan yang tiap tengah malam selalu keluar dari tubuh Naruto. "Aku lega dan juga bahagia. Keputusanmu untuk menyerahkan hak asuh Naruto pada Kagami terbukti tepat. Shisui sesuai dugaanku. Ia seorang kakak, guru, dan pembimbing yang luar biasa untuk Naruto. Aku percaya di bawah asuhannya, Naruto kelak akan menjadi shinobi yang hebat melebihi kedua orang tuanya,"

 Aku percaya di bawah asuhannya, Naruto kelak akan menjadi shinobi yang hebat melebihi kedua orang tuanya,"

"Jangan senang dulu, anata! Ini bukan akhir segalanya,"
"Maksudnya?"
"Ini masih masa percobaan. Jika pada masa itu Shisui membuat kesalahan, haknya pasti dicabut. Tidak menutup kemungkinan Naru-chan dilempar ke panti asuhan. Toch Naruto sekarang sudah tidak bergantung pada ASI,"
"Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Aku tak akan membiarkan Naruto masuk panti. Tidak akan pernah,"
"Itulah sebabnya kita di sini. Kita harus menjaga Naruto dalam radius kompleks Uchiha. Naruto harus bersama Uchiha. Itu takdirnya."
"Ya."

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar