Sejak
dulu, Shisui sangat menginginkan seorang adik. Semua orang tahu itu.
Shisui ingin sekali menggendong makhluk mungil nan menggemaskan yang
kelak akan memanggilnya Aniki. Dipanggil onii chan juga boleh.
Baginya,
tak masalah adik laki-laki atau perempuan. Yang penting, adik bayinya
tidak seperti adiknya Itachi, teman baiknya yang beda usia 2 tahun
darinya. Kau tahu kenapa ia tak suka adiknya Itachi? Karena adiknya
Itachi yang bernama Sasuke itu suram. Dan, Shisui benci dengan yang
berbau suram.
Oke,
jujur. Sebagai bayi, adiknya Itachi cukup imut. Tubuhnya montok.
Pipinya gembil dan agak kemerah-merahan. Model rambutnya unik, seperti
bokong ayam jago jika dilihat dari belakang. Bokongnya semok dan
menggoda untuk dicubit. Tingkahnya lucu menggemaskan layaknya bayi. Tapi
-di mata Shisui- tetap saja suram.
Kau
tahu arti suram bagi Shisui? Apa suram itu seperti juteknya tampang
Shikamaru saat matanya terjaga, tidak tidur? Atau, suram berarti tampang
hopelessnya Kakashi yang memiliki moto 'hidup tak mau mati pun
segan'? Atau, suram bermakna wajah madesunya Danzo gara-gara
impian-tak-kesampaian? Ternyata bukan.
Bagi Shisui, suram itu
gelap. Gelap itu suram. Dengan kata lain, semua Uchiha itu suram karena
mereka gelap. Rambutnya gelap. Matanya gelap. Auranya gelap. Bajunya
gelap. Aksesoris yang dipakainya gelap. Cat rumahnya pun gelap. Yang
tidak gelap hanya kulit mereka saja. Sayangnya, warna putih pada kulit
mereka tidak mengurangi kesuramannya, tapi justru semakin menegaskan.
Black and white -menurut
Shisui- bukanlah kombinasi yang bagus. Kenapa? Karena Shisui merasa
anggota klannya seperti kawanan mafia di era modern. Biasanya kan para
mafia pakai jas hitam dan kemeja putih. Dan, yang namanya mafia pastilah
identik dengan yang namanya suram. Jadi, tak salah bukan jika Shisui
menyebut klannya suram? Sasuke termasuk diantaranya.
Untuk mencegah agar
adiknya kelak tidak suram seperti Sasuke, Shisui sudah melakukan banyak
persiapan, sebelum adiknya lahir. Ia membeli sendiri semua perlengkapan
adik bayi. Ia mengecat sendiri kamar adik bayinya. Ia bahkan menyiapkan
cat rambut ramah bayi. Jaga-jaga jika rambut adiknya hitam, sepertinya.
Warnanya...?
Tentu saja yang dipilihnya yang berwarna ngejreng, cerah, berkilau,
seperti warna oranyenya Kyuubi. Kenapa? Karena, Shisui ini penggemar
warna yang mencolok mata. Semakin mencolok semakin bagus. Dengan
membuang semua yang berunsur hitam, Shisui berharap adik bayinya tidak
akan tertular aura kelam para Uchiha.
Sayang
seribu kali sayang, harapan Shisui harus pupus di tengah jalan. Adik
yang ditunggu-ditunggunya selama berbulan-bulan, meninggal seminggu
setelah lahir ke dunia. Kata dokter, adiknya tak sanggup bertahan hidup
karena lahir prematur.
Shisui
sangat kehilangan. Ia berduka, menangisi adik bayinya yang tidak
berusia panjang. Dukanya kian bertambah dengan kepergian sang ayah
tercinta seminggu kemudian. Itu saat-saat paling menyedihkan dalam
hidupnya.
Lalu,
datanglah surat itu. Surat dari mendiang Yondaime yang berisi
pengalihan hak asuh Naruto pada keluarganya. Hati Shisui bengkak karena
bahagia. Ia kehilangan adik, tapi kini ia mendapat gantinya. Seorang
adik bayi yang lucu menggemaskan seperti yang diimpikannya selama ini.
Seorang adik bayi yang tidak suram seperti Sasuke.
Ia
sudah melihat rupa Naru-chan saat menjenguk sepupunya Obito yang
terbaring sakit di rumah sakit. Ia langsung jatuh cinta padanya pada
pandangan pertama. Naruto itu memiliki semua yang ia inginkan dari
adiknya. Ia memiliki warna mata paling indah sedunia -di mata Shisui-.
Warnanya biru, sebiru langit nan cerah. Rambutnya serupa warna matahari,
kuning keemasan dengan nuansa merah di bagian ujungnya. Warna kulitnya
eksotis alami, tan kecoklatan tanpa harus repot-repot berjemur di bawah
matahari. Sungguh, Naruto itu bayi paling cantik se Konoha. Well,
menurut Shisui.
Dari
segi pembawaan pun, Naruto itu bayi yang hangat dan menyenangkan hati.
Naruto itu berkebalikan dengan Sasuke. Sasuke itu gelap. Naruto cerah.
Sasuke malam bin suram. Naruto seperti siang yang terang benderang.
Sasuke dingin menjengkelkan. Wajahnya datar tidak ekspresif. Beda dengan
Naruto yang mudah tersenyum dan senyumnya menyejukkan hati setiap
orang, termasuk paman Fugaku.
Ia
jadi berfikir. Paman Fugaku yang keras hati saja bisa dibuat lumer,
apalagi yang lainnya. Ia jadi takut para orang tua se Konoha berniat
merebut hak asuh Naruto darinya, dengan dalih Shisui masih bocah dan ia
juga tidak berayah, yang tak mungkin sanggup mengasuh Naruto.
Ketakutannya kian bertambah dari hari ke hari, hingga terbawa ke alam
mimpi.
Rasa
takutnya, membawa Shisui menyatroni (baca meneror) gedung hokage secara
rutin. Tiap hari, ia selalu bertanya pada hokage ketiga. "Hokage-sama.
Kapan aku bisa membawa adik bayiku pulang? Maksudku Naru-chan," dengan
harapan mendapat jawaban positif.
Tapi, ia selalu mendapat jawaban yang sama pula, "Nanti, setelah semuanya siap,"
Shisui
tidak puas dengan jawaban hokage-sama. Ia pun mendatangi Fugaku, ketua
klannya. "Fugaku ji-sama. Tolong desak hokage-sama untuk segera membuat
keputusan. Aku mau adik bayiku."
Katanya dengan nada yang manis, berharap bisa meluluhkan hati ketua klannya yang masih saudara jauhnya.
Katanya dengan nada yang manis, berharap bisa meluluhkan hati ketua klannya yang masih saudara jauhnya.
Fugaku
mengangkat kepalanya, menatap langsung mata Shisui. Ia melihat tatapan
polos Shisui. Diam-diam, Fugaku merasa iba dengan nasib bocah malang
itu. Shisui sangat ingin Naruto menjadi adiknya. Sayangnya, impiannya
yang ini pun terpaksa harus kandas di tangan para tetua yang kolot dan
curigaan.
Apapun
alasannya, para tetua tak akan pernah memberikan Naruto pada Shisui.
Mereka tak perduli, meski Shisui memegang surat hak asuh Naruto dari
mendiang Minato, ayah kandung Naruto. Kenapa? Karena Shisui bermarga
Uchiha dan Uchiha terlanjur dicap sebagai pengkhianat, penyebab Kyuubi
mengamuk di Konoha.
Tapi,
ia tak sanggup mengatakannya secara gamblang pada Shisui. Kasihan dia.
Terlebih ia baru saja kehilangan sang adik dan ayah dalam rentang waktu
yang singkat. Shisui pasti kecewa berat jika mengetahuinya. Fugaku pun
memilih berbohong, demi kebaikan Shisui. "Ikuti saja prosedurnya
Shisui!"
"Tapi, aku sudah tak sabar, ingin cepat-cepat menggendong Naru-chan. Aku ingin memakaikannya baju-baju lucu.."
'Baju-baju lucu? Emang Naruto itu boneka barbie? Seenaknya saja,' Batin Fugaku geleng-geleng kepala.
Shisui
masih nyerocos dengan gayanya yang kekanakan, "bla..bla..blaa...
Naru-chan pasti suka dengan boneka rubahnya. Aku membuatnya sendiri.
Ukurannya gedhe. Segedheee..." Shisui memberi isyarat dengan tangannya.
"...ini," lanjutnya dengan bangga. Gigi gerahamnya terlihat saat ia
tertawa, senang dengan rencana hebatnya untuk mengasuh Naruto nanti.
Wajah
Fugaku tetap datar, tapi bulir-bulir keringat menggantung di pelipis
Fugaku. Ia berkeringat dingin. 'Ni bocil (bocah kecil) ngerti nggak sih
yang namanya mengasuh? Apa jangan-jangan ia mikir sedang main
rumah-rumahan?' Pikir Fugaku sangsi dengan kemampuan Shisui. Genius sih
genius. Tapi, tetap saja gayanya kekanakan.
"...seperti Itachi," pungkas Shisui, tak menyadari jika pemimpinnya ngacangin dia dari tadi karena sibuk melamun.
Fugaku
menghela nafas panjang, memijat keningnya yang mendadak terserang
migrain. "Kau bisa berlatih dengan Sasuke. Ia kan juga masih bayi,
seperti Naruto. Sambil nunggu Naru-chan diberikan padamu. Aku yakin
Itachi tak akan keberatan berbagi denganmu," usul Fugaku memberi solusi.
"Sasuke? Sasuke yang itu?" Mata Shisui agak menyipit, terlihat tidak suka.
"Memangnya yang namanya Sasuke di Konoha ini ada berapa?" Fugaku mulai jengah.
"Kalau yang itu, aku tak mau," jawab Shisui spontan.
Kini
giliran Fugaku yang menyipit tajam. "Kenapa tak mau?" Nada bicaranya
memperlihatkan kalau ia tersinggung. Secara tak langsung, Shisui sudah
menghina anak bungsunya.
"Dia Uchiha,"
"Memangnya kenapa dengan Uchiha?"
"Uchiha itu kan Uchiha,"
"Haah...???"
"Uchiha itu tidak imut. Tidak lucu. Mereka itu hitam. Mereka itu suram. Jelmaan Shinigami,"
"Kau juga Uchiha. Dasar bocah!" Geram Fugaku mulai terbawa emosi.
"Aku
tahu," balas Shisui tak terpengaruh dengan ledakan amarah Fugaku.
"Tapi, aku mau adik bayiku lucu, imut, menggemaskan..." Pipi Shisui
merona saat mengatakannya, terbawa dengan lamunannya sendiri. "...yang
seperti Naru-chan. Tidak seperti Sasuke. Suram," hinanya.
Shisui
memang tidak sayang nyawa. Ia sadar nggak sih, jika tangan Fugaku sudah
mengepal sejak tadi, tak sabar untuk menjitak kepalanya. "Daripada
ngoceh tidak jelas, lebih baik kau berlatih. Tingkatkan kemampuanmu. Kau
mau jadi Chuunin kan?"
"Aku tidak mau jadi Chuunin. Aku mau adik bayiku.." rengek Shisui membuat Fugaku kepalanya berdenyut, pusing.
"Nanti juga, Naru-chan diberikan padamu. Pada akhirnya. Tunggu saja!" Kata Fugaku berniat mengakhiri percakapan.
"Ji-sama..."
Shisui memasang ekspresi memelas, seperti anak kucing di dalam kardus
yang diletakkan di persimpangan jalan, minta dipungut.
"Ikuti
presedurnya, Shisui!" Ujar Fugaku, mengulangi jawaban pertamanya. "Kalo
tak ada urusan lain. Lekas keluar dari kantorku. Kau mengganggu,"
usirnya terdengar kejam. Padahal sungguh, ia tak bermaksud demikian.
Dengan
lemah lunglai, Shisui keluar dari kantor Fugaku, meninggalkan ketua
klannya sibuk sendiri. Ketua klannya tak bisa membantunya. Kini, ia
hanya bisa pasrah, menunggu kepastian dari Hokage sama.
"Maaf
Shisui, maaf. Aku tak bisa membantumu," gumamnya. Matanya terpejam.
Ekspresinya tampak muram. Kepalanya penuh dengan persoalan yang membelit
klannya. Pikirannya kalut. Ia pun larut dalam lamunan muramnya.
Terkadang,
ia berharap tidak terlahir dalam klan Uchiha. Terkadang pula ia tak
ingin terpilih jadi pemimpin klan ini. Ia ingin jadi shinobi dari
keluarga yang tak terkenal seperti Minato, agar ia bebas, lepas dari
beban berat ini. Namun yang pasti, ia tak menyesal terlahir sebagai
Fugaku, karena sebagai Fugaku Kami-sama telah memberinya dua orang anak
yang amat ia cintai.
Fugaku
kembali menghela nafas panjang, mengusir beban pikiran yang
membelenggunya ini. Ia harus fokus dengan pekerjaannya, menyelesaikan
berkas-berkas -sialan- penyelidikan ini. Ia tak mau memberi alasan para
tetua bangkotan itu untuk mendongkel jabatannya, satu-satunya
kebanggaannya yang tersisa sekaligus penghubung klannya dengan Konoha.
Apa
yang Shisui takuti terjadi. Mereka memang berniat merebut hak Shisui.
Setidaknya, Shisui harus berebut dengan tiga orang dewasa lainnya, atas
Naruto. Yang membuatnya terluka, ia kalah. Ia terpaksa harus merelakan
Shikaku membawa adik bayinya pergi. Ia hanya bisa memantau perkembangan
Naruto dari jauh. "Well, setidaknya, keluarga Shikaku memperlakukan
Naruto dengan baik dan aku masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan
Naruto kembali," katanya pada dirinya sendiri, membesarkan hatinya.
Hari
berganti menjadi minggu. Minggu jadi bulan. Tak terasa, kini Naruto
sudah berusia 5 bulan lebih 2 minggu. Ia telah tumbuh dari bayi merah
menjadi balita dengan tubuh semok menggemaskan. Setelah melalui berbagai
insiden dengan keluarga asuh terdahulu, akhirnya Naruto jatuh ke tangan
Shisui. Shisui senang sekali. Sepanjang jalan, ia jalan berjinjit
seperti sedang menari balet. Bibirnya mengulum sebuah senyuman.
Kebahagiaannya bertambah, karena Obito sepupunya dinyatakan sehat dan bisa kembali ke rumah. Meski sepupunya itu annoying
dan sering bertingkah memalukan, tapi Shisui tetap senang dengan
kehadirannya. Rumahnya pasti ramai dengan kehadiran dua orang itu,
Naruto dan Obito. Rumahnya tidak akan sepi dan suram seperti kuburan
lagi.
"Itu
siapa yang sedang kau gendong, Shui?" Tegur Itachi yang tengah asyik
menggendong Sasuke di punggungnya. Tangannya yang bebas memutar-mutar
mainan Sasuke.
"Adik bayiku. Lucu kan ia?" Kata Shisui dengan bangga.
Itachi
memanjangkan lehernya, melongok ke dalam gendongan Shisui. Oniksnya
bertemu denga safir bulat yang menatapnya polos. Tanpa ia sadari, pipi
Itachi merona merah. 'Ia lucu. Adiknya Shisui comel,' akunya dalam hati.
"Hn," gumam Itachi datar, tidak mau jujur dengan perasaannya sendiri.
Shisui
terkekeh geli, menertawakan tingkah Itachi yang malu-malu kucing.
"Nanti, kita main adik-adikan bersama. Biar SasuNaru akrab seperti
kita," Shisui menekankan pada kata kita. "Aku pergi dulu. Jaa!"
Pamitnya.
"Sampai
ketemu nanti," balas Itachi. Ia kini beralih pada adiknya. "Nah, Sas.
Yang tadi itu calon temanmu. Karena kau lebih tua tiga bulan darinya,
maka kau yang jadi kakaknya. Jaga dia baik-baik ya! Jangan dinakalin!
Jangan diusilin! Dan, yang utama jangan dibikin nangis," petuah Itachi.
Tapi,
Sasuke masihlah bayi. Ia belum paham dengan perkataan kakaknya. Karena
itu, ia mengabaikannya. Selama berteman dengan Naruto, entah sudah
berapa kali ia membuat Naruto mewek. Naruto bahkan sampai trauma, takut
melihat Sasuke.
Pertama
kali SasuNaru bermain bersama tuch, seminggu setelah Shisui resmi
mendapat giliran mengasuh Naruto. Waktu itu, Shisui mendapat bersama
timnya. Begitu pula dengan Obito. Sedangkan, ibunya Shisui memeriksakan
dirinya ke rumah sakit sebagai kelanjutan tahapan pengobatan yang sedang
dijalaninya. Naruto tidak diajak karena ia masih bayi. Tak baik membawa
bayi ke rumah sakit. Jadilah Naruto dititipkan pada Mikoto-Fugaku
sementara waktu.
Awalnya
semua berjalan baik. Naruto sudah mandi dan didandani ibunya. Ia
mengenakan baju bayi warna oranye dengan empeng warna serupa mengganjal
mulutnya. Ia duduk, tepatnya didudukkan ibunya dengan dikelilingi bantal
karena Naruto belum bisa duduk sendiri. Di tangannya, Naruto
menggenggam kaki boneka kodoknya. Sesekali, menggoyangkannya gemas.
Sasuke juga ada di
ruangan yang sama, tapi beda sudut. Ia sibuk bermain dengan tumpukan
mainan kayunya yang telah disusunnya, dibantu sang kakak sebelum
berangkat ke sekolah. Tangan kanannya menggenggam shuriken mainan yang
jadang ia gigit dan kadang ia lempar ke tumpukan mainannya. Mulutnya
sama seperti Naruto, disumpal dengan empeng.
Lalu, Mikoto yang
menunggui SasuNaru bermain pergi meninggalkan ruangan itu untuk
mengambil susu Naruto yang tadi dia simpan di dalam kulkas. Cos,
sekarang jamnya Naruto minum susu. Sekalian mengambil bubur milik
Sasuke, 'Mumpung mereka lagi anteng.' Pikirnya.
Sepeninggal ibunya,
Sasuke berpaling pada makhluk bertubuh orange alias Naruto. Ia merangkak
mendekati Naruto. Oniksnya dengan tajam meneliti benda itu. Sasuke tak
tahu jika benda yang dimaksud itu bayi sepertinya. Ia merangkak,
memutari Naruto. Terkadang, ia mengikik senang, karena benda itu
memperhatikannya. Ia suka melihat mata safir bulat lucu itu mengikuti
pergerakannya. Benda paling indah yang pernah dilihatnya. Sasuke
berputar lagi. Kini ia di belakang benda itu.
Oniksnya berkilat,
menemukan sesuatu yang membuatnya senang. Ia berceloteh dengan hebohnya.
"Gaga.. gugu...kyaa.." Entah apa maksudnya. Ia merangkak mendekati
benda yang ia klaim boneka mainannya.
Hidung bangirnya
mengendus-endus aroma yang disukainya. Aromanya menggiurkan, lebih
menyenangkan daripada aroma ibunya yang campuran rempah-rempah, susu,
asam dan melati. Kadang-kadang, Sasuke mual saat menciumnya. Sasuke
menasbihkan jika aroma bonekanya yang terdiri dari campuran bedak bayi,
minyak telon, dan jeruk sebagai yang nomer satu. Nomor duanya ditempati
kakaknya yang beraroma cemara maskulin.
Perhatian Sasuke beralih
pada bongkahan padat di bawah. Itu pantat Naruto yang sedang pakai
pampers. Tangannya menjulur ke depan menowel-nowel bagian itu. "Uung..."
benda itu mengeluarkan suara. Sasuke mendengarnya dan darahnya berdesir
menyenangkan. Pipinya berbercak merah. Terlihat jelas di atas kulit
putih susunya. Ia kembali mengulangi perbuatannya karena menurutnya itu
menyenangkan.
Lama-kelamaan, ia pun
penasaran dengan bonekanya. Ia ingin meneliti benda itu. Kenapa ia
memiliki bola mata yang sangat indah? Kenapa ia bisa mengeluarkan suara
yang merdu dan enak didengar? Dan pertanyaan lainnya. Sasuke berniat
membalikkannya mencari baterai atau tombol on/offnya. Sasuke mengira
Naruto itu boneka atau robot yang bisa ia bongkar pasang seperti mainan
lainnya. Tapi karena bendanya berat, ia tak bisa melakukannya. Tak
kekurangan akal, ia pun mencongkelnya dengan menggunakan kepalanya.
Rambut Sasuke yang
lumayan tajam menusuk tubuh Naruto, membuat balita 5 bulan itu
menggeliat karena kegelian. Naruto tak tahan menahan geli. Lalu,
tubuhnya pun oleng dan jatuh terjengkang ke belakang. Kepalanya langsung
kejedot lantai kayu dengan suara mengerikan, karena bantal-bantal yang
tadi mengelilingi Naruto sudah disingkirkan Sasuke saat mencongkel
Naruto. "Kraak! Duaakk! Hek hek hek huwee...!" Jerit tangis Naruto
terdengar membahana.
Tepat di waktu bersamaan
Shisui yang baru pulang dari misi tiba diiringi Itachi di belakangnya.
Wajah Shisui memucat. Dengan buru-buru, ia meraih Naruto dalam
gendongannya. Ia menimang-nimang Naruto dalam gendongannya sambil
mengelilingi ruangan. Tubuhnya berayun-ayun. Bibirnya bersenandung, "Cup
cup cup sayang. Jangan nangis!" Tangannya yang bebas mengusap benjolan
di kepala.
"Huwee....huwe..."
Naruto masih terisak-isak, merasakan nyeri di kepala. Air matanya
mengalir, membasahi pipi tembennya. Tapi, sakitnya agak berkurang dengan
buaian lembut sang kakak.
Itachi yang baru pulang
dari sekolah berdiri dengan wajah bengong. Syok mungkin. Soalnya
-setahunya Itachi- Sasuke itu manis, alim, anteng, dan tidak suka bikin
rusuh. Ini kali pertama, Sasuke membuat anak orang nangis. Jadi, wajar
jika Itachi terkejut.
Mata Itachi menyipit.
Dahinya mengerut dalam. 'Sekarang, apalagi?' Batinnya heran dengan
tingkah Sasuke yang aneh. Adiknya menggeram rendah. Wajahnya memerah
karena marah. Matanya tajam, menatap Shisui penuh dendam.
Rupanya, Sasuke marah
karena Shisui sahabat kakaknya mengambil mainannya. Ia pun merangkak
mendekati Shisui. Shisui menatapnya sejenak. Bulir keringat dingin
menghiasi pelipisnya. Entah kenapa firasatnya mengatakan, jika Sasuke
punya niat buruk. Tanpa aba-aba, sekonyong-konyong Sasuke mengigit kaki
Shisui. Karena terkejut, tak menyangka mendapat serangan dari si Sasuke,
Shisui refleks menyepak Sasuke. Sasuke yang tak siap terjengkang
kebelakang. "Hwaaa..." jerit tangis Sasuke.
"Eh," gumam Itachi ikut
terkejut. Kini ruangan itu ramai oleh isak tangis bayi. Itachi meraih
Sasuke yang terisak-isak membuainya.
Mikoto yang datang
belakangan, menatap terkejut. Baru setengah jam ditinggal, eh dua balita
itu sudah nangis. "Apa yang terjadi? Kenapa mereka nangis?" Tanya
Mikoto seraya memberikan botol susunya Naruto. Ia sendiri mengambil
Sasuke dari Itachi.
"Sasuke mendorong
Naru-chan hingga terjengkang ke belakang. Lalu, ia menggigit Shisui yang
tengah menggendong Naru-chan. Karena kaget, Shisui menyepak Sasuke
hingga jatuh terjengkang juga," adu Itachi.
Mikoto menatap Sasuke. "Benar kata anikimu?" Tanyanya pada Sasuke.
"Gaga gugu gyaaa dada...aigh," cerita Sasuke.
"Oh, gitu." Gumam Mikoto sok ngerti. "Tapi, jangan diulangi lagi ya. Kasihan Naru-chan. Ia pasti sakit digituin," tambahnya.
Sasuke menatap ibunya
lalu beralih pada makhluk orange bernama Naruto. Ia masih terisak-isak
dalam gendongan kakaknya. Punggung kecilnya terlihat bergetar. Sasuke
merasa iba pada si mungil. Ada perasaan menyesal menyusup dalam hatinya.
Matanya beralih pada Shisui. Mata itu kini memicing, menatap tajam pada
Shisui yang dengan seenaknya menepuk- nepuk bokong dan punggung Naruto.
'Tapi, tidak pada dia,'
batin Sasuke merujuk pada Shisui. Masih dendam rupanya. Mana dia
sekarang dengan lancang menarik-narik rambut anikinya pula. 'Tidak ada
ampun untuknya,' batinnya menyimpan dendam pada Shisui.
"Grrr..graooo...graooo.." geramnya.
"Apaan, sih. Kenapa kau tarik-tarik rambutku?" Protes Itachi sebal.
"Habis rambutku pendek. Mana bisa dipakai buat ngusap benjolan Naru-chan." Dalih Shisui.
"Apa hubungannya?"
"Biar benjolannya
kempes. Kaa sanku suka pakai rambutnya yang panjang, untuk mengusap
benjolan di kepala karena terbentur," jelas Shisui. Itachi bergumam
tidak jelas, tapi ia membiarkan Shisui memanfaatkan rambutnya. Anggap
saja sebagai ganti permintaan maaf.
Naruto sudah tidak
menangis, setelah nyerinya mereda. Kini, ia sibuk menghabiskan susunya.
Shisui masih membuainya, mengayun-ayunnya hingga Naruto merasa nyaman.
Perlahan mata Naruto jadi berat dan ia lalu menutup kelopak matanya. Ia
pun tertidur setelah susunya habis.
"Akh, ia sudah tidur,"
ujar Shisui lirih. Ia mengambil botol susunya dari mulut Naruto secara
perlahan dan meletakkannya di atas meja. Ia membetulkan gendongannya,
agar Naruto semakin nyaman. "Kami permisi dulu ba-san," pamit Shisui
sopan.
"Iya. Salam ya untuk ibumu dan maaf untuk yang tadi."
"Nggak apa-apa ba-san.
Namanya juga balita." Kata Shisui maklum, sebelum pergi. Ia tak
menyadari ada sepasang oniks yang menatapnya tajam, penuh dendam.
Semenjak itu, Naruto tak
lagi diajak main ke rumah Itachi dikarenakan kesibukan keluarga Shisui.
Banyak yang harus mereka kerjakan. Naruto sih asyik-asyik aja. Ia malah
senang karena jujur ia takut pada Sasuke. Soalnya tingkah Sasuke agak
aneh kalau dekat-dekat Naruto. Matanya sering melotot seram pada Naruto
saat mereka kebetulan bertemu pandang. Naruto tak tahu, jika Sasuke itu
sedang memelototi Shisui yang sedang nenggendong Naruto dan bukannya
Naruto sendiri.
Seminggu kemudian,
Naruto diajak ibunya Shisui main ke rumahnya Sasuke. Kedua balita itu
dibiarkan main berdua di ruang anak biar akrab. Sedangkan, para ibu
sibuk berdiskusi sendiri. Baca, bergosip.
Di ruang anak, Naruto
sedang main seorang diri dengan boneka Dinosaurusnya. Tangan mungilnya
menepuk-nepuk kepala Dino. Bibir mungilnya bersenandung lucu, meniru
lagu yang sering Shisui-nii chan nyanyikan untuknya. "Na..ang..kaa...
Na..ang...nii.." maksudnya.Naru sayang kaa-san. Naru sayang onii-chan.
Sasuke di sudut yang
lain membuka-buka buku gambar pemberian ayahnya. Oniksnya berbinar-binar
menatap gambar-gambar makanan. Ada ice cream. Ada dango. Ada sushi. Ada
okonomiyaki. Ada ramen. Dan, yang membuat pipinya menggembung bahagia
adalah gambar bakpao yang berisi daging dicampur buah tomat. Air liurnya
keluar, sambil membelai gambar bakpao itu penuh perasaan.
"Ungg... Na..angg...kaa
kaa..." Suara lirih masuk ke indera pendengarannya. Sasuke menoleh.
Oniksnya melihat teman sepermainannya yang sibuk bermain dengan boneka
Dino-nya. Sesekali, pipinya menggembung lucu. Sasuke melihatnya seperti
bakpou berjalan. "Uachh..." pekiknya senang. Matanya lurus menatap pipi
Naruto.
Tanpa Naruto sadari,
Sasuke merangkak menghampiri Naruto. Gerakannya terburu-buru,
menimbulkan suara gaduh. "Srett...srett..srett.." Tapi, Naruto
mengabaikannya karena sibuk bermain. Ia tak menyadari kehadiran monster
aka Sasuke dengan wajah mupeng dan air liur menetes dimana-mana di
dekatnya. Tahu-tahu... Nyutt..nyutt..nyutt..., ia merasakan nyeri di
pipinya.
Air mata Naruto
menggenang, tapi belum nangis. Ia menoleh ke belakang untuk melihat
siapa yang mencubit pipinya. Betapa terkejutnya dia melihat ayam
jadi-jadian dengan wajah angker dan iler mengalir deras diantara belahan
bibirnya, tepat berada di belakangnya. Matanya melotot horor dan bulu
kuduknya berdiri sempurna.
"Nguerr..." Tangis
Naruto melengking tinggi, melolong seperti suara anak anjing yang baru
saja bertemu singa lapar dan ganas. Tepat di waktu yang sama, Shisui
datang.
"ASTAGA! Naru-chan,"
pekik Shisui terkejut. Ia buru-buru menolong Naruto, melepas paksa
tangan Sasuke dari pipi Naruto. Ia lalu menggendong Naruto dan
mengayun-ayunkan tubuh mungilnya, maju mundur kanak kiri. Tangannya yang
bebas menepuk-nepuk punggung Naruto. "Cup cup cup, Sayang. Jangan
nangis! Ini aniki sudah datang.
"Uungg...niii...ut," maknanya aniki, takut.
"Iya. Cup ya. Aniki akan
melindungi Naru. Jadi, tidak usah takut," bujuknya. Tangisan Naruto
mereda, menyisakan isakan lirih. Shisui kini menoleh pada Sasuke yang
sejak tadi menggerung marah dan berusaha menggigit kaki Shisui. "Kau itu
punya masalah apa sih dengan Naruto, hah? Kenapa kau selalu menjahati
Naru-chan?"
"Pou Pou.. Cuke," balas Sasuke.
"Pou Pou? Apa maksudnya?
Kau itu ngomong apaan, sich?" Tanya Shisui balik, lupa jika yang
dihadapinya ini bayi umur 8 bulan, yang belum bisa diajak ngomong.
"Pou Pou. Cuke," kata
Sasuke dengan mata tetap terpancang pada Naruto. Ia melihat Naruto
menguap, membuat pipinya tertarik mengembang. Pipi Sasuke merona.
Oniksnya berkilat tertarik.
"Waa.. Pou Pou,"gumamnya. Ia menjilat bibirnya dan mengikik. Tubuh Shisui mengejang kaku. Firasatnya mengatakan ini buruk, tapi ia tetap menunggu, melihat tindakan Sasuke selanjutnya.
"Waa.. Pou Pou,"gumamnya. Ia menjilat bibirnya dan mengikik. Tubuh Shisui mengejang kaku. Firasatnya mengatakan ini buruk, tapi ia tetap menunggu, melihat tindakan Sasuke selanjutnya.
Shisui mengangkat kedua
alisnya bingung, melihat Sasuke merangkak dengan penuh semangat,
menghampirinya. Sasuke menjadikan tubuhnya pegangan. 'Ia mau ngapain,'
pikirnya masih menunggu. Sasuke mengangkat bokong berpampersnya. Dengan
berpegangan pada kaki Shisui, Sasuke berhasil berdiri di atas kedua
kakinya sendiri. Lalu, ia mencengkram erat tubuh Shisui, dan mulai
memanjat.
"Uwaaach...!" Pekik
Shisui terkejut, merasakan geli ketika tubuh Sasuke menggesek tubuhnya,
dan juga nyeri di waktu yang sama ketika kuku Sasuke menusuk kulitnya.
Ia ingin menyepaknya, untuk memberi pelajaran pada ayam jadi-jadian ini,
agar tidak menjahati Naruto lagi. Tapi, kewarasannya menahannya. 'Sabar
Shisui, sabar. Ia cuman bayi,' batinnya.
Naruto terbangun
merasakan aura yang tidak nenyenangkan. Ia membuka matanya dan
mengucek-uceknya. Tanpa sengaja, ia melihat Sasuke sedang menggelayuti
kaki Shisui dan tubuhnya langsung bergetar. "Ngg..." isaknya ketakutan.
Ia menyembunyikan wajahnya ke dada Shisui.
"Sstt... tenang ya.
Aniki akan selalu menjagamu. Tak akan ada satu orang pun yang bisa
menyakitimu selama aku masih hidup," bisik Shisui.
Sasuke melihatnya dan ia
tak suka dengan kedekatan ShisuiNaru, seolah ada monster yang sedang
memilin perutnya. "Grrr... Pou Pou. Cuke," gumamnya. Ia marah. Ia benci
dengan orang yang mengambil miliknya. Graukk. Sasuke pun menggigit
Shisui, lagi.
"Gyaa!" Jerit Shisui
merasakan nyeri di kakinya. Tubuhnya oleng, sempoyongan, membuat Naruto
yang ada dalam gendongannya menangis ketakutan, "Huwee..huwee.." Shisui
berusaha mati-matian menjaga keseimbangan tubuhnya dan juga menjaga
agar Naruto tetap aman. "Apa yang kau lakukan, Bocah? Kau mau
membunuhku?" Bentak Shisui kesal. "Lepas! Lepasin!" Tambahnya memerintah
yang diabaikan Sasuke dengan senang hati.
Keinginan untuk menyepak
Sasuke kembali lagi. Untunglah, saat ia sudah tidak tahan, Itachi
datang.
"Uwach!" Pekik Itachi. Ia dengan tergesa-gesa menolong Shisui, menjauhkan Sasuke darinya.
"Astaga Sasuke. Kau itu mau ngapain? Tadi itu bahaya. Bagaimana kalau Shisui tadi sampai jatuh? Kau bisa membuat Shisui, Naru-chan, dan kau sendiri celaka." Tutur Itachi lembut menasehati.
"Naru-chan akan marah padamu dan tak mau berteman lagi denganmu. Itu yang kau inginkan?"
"Uwach!" Pekik Itachi. Ia dengan tergesa-gesa menolong Shisui, menjauhkan Sasuke darinya.
"Astaga Sasuke. Kau itu mau ngapain? Tadi itu bahaya. Bagaimana kalau Shisui tadi sampai jatuh? Kau bisa membuat Shisui, Naru-chan, dan kau sendiri celaka." Tutur Itachi lembut menasehati.
"Naru-chan akan marah padamu dan tak mau berteman lagi denganmu. Itu yang kau inginkan?"
Sasuke menatap kakaknya, mencari makna kata-katanya. "Ngg.. Pou Pou," katanya terdengar sedih.
"Nanti, ku belikan. Ia
itu Naru-chan, adiknya Shisui, teman bermainmu. Bukan Pou Pou.
Mengerti," Sasuke mengangguk. "Sekarang minta maaf padanya,"
Sasuke melihat Shisui
dan Naruto. Wajahnya merona malu, merasa bersalah saat ia melihat Naruto
terisak-isak di balik pelukan kakaknya. "M-ma..ap.. Cuke. m-ma..ap,"
kata Sasuke.
Naruto melirik Sasuke
sekilas lalu menyembunyikan wajahnya lagi dalam gendongan Shisui. Ia
masih takut pada Sasuke. Mata Sasuke berkaca-kaca, merasa bersalah.
"M-ma..ap,"
Shisui tersenyum tipis.
Ia mengangkat wajah Naruto dan membuat Naruto melihat Sasuke. "Sayang,
dengarkan Aniki. Aku tahu kau marah padanya, karena ia telah
menyakitimu. Tapi, ia kan sudah minta maaf. Dan lihatlah dia. Lihat
penyesalan di mata Sasu-chan!"
"Nggg?"
"Saat seseorang
menyakiti kita, dan ia lalu menyesal. Terus minta maaf. Maka tugas kita
selanjutnya adalah memaafkan. Kau tahu kenapa? Karena tiap manusia
berhak mendapat kesempatan kedua. Ingat tiap manusia itu pasti pernah
berbuat salah. Begitu pun Naru-chan. Saat itu terjadi minta maaflah.
Seperti yang dilakukan Sasu-chan. Itu baru hebat namanya," Shisui
menasehati Naruto. Ini salah satu pelajaran penting yang diajarkan orang
tua pada anaknya. "Naru-chan mau memaafkan Sasuke, kan?"
"Ngg.." gumam Naru-chan.
"Pintar. Ini baru
adikku. Sekarang salaman ya. Berbaikan," Shisui mengajari Naruto
bersalaman dengan Sasuke. Naruto tertawa sampai gusinya kelihatan.
Sasuke tersenyum tipis, merasa lega karena sudah dimaafkan.
"Hah, senangnya. Akhirnya mereka berbaikan." Kata Itachi. "Ingat Sasuke! Jangan ulangi yang tadi! Jangan menjahati Naruto!"
Setelah itu, mereka
berteman lagi. Naruto sudah melupakan kejadian dimana Sasuke
menjahatinya. Dan, kini mereka sering bermain bersama. Tapi, itu hanya
sementara saja. Sasuke lagi-lagi mengulanginya. Kali ini, bahkan lebih
parah.
Ketika itu, Sasuke baru
saja diajari nama-nama buah. "Ini namanya durian. Ciri-cirinya bentuknya
bulat, berduri, dan berwarna kuning. Baunya hmm harum. Dagingnya lezat.
Kau harus coba," Sasuke mengangguk-angguk. Jika durian itu memang
selezat tomat, buah kesukaannya, ia harus mencoba.
Sasuke melihat sekelilingnya, mencari ibunya. Ia ingin dibelikan durian, tapi ibunya tengah sibuk berbincang-bincang dengan ibunya Shisui di ruangan lain meninggalkan Sasuke di ruang anak. Sasuke mendesah kecewa. Padahal ia ingin banget makan durian. Lalu, tak sengaja melihat sesuatu yang menarik perhatiannya di atas futon.
Bulat? Checklist. Kuning? Checklist. Berduri? Checklist. Berarti kesimpulannya, sesuatu di atas futonnya itu buah durian.
"Hm.." gumam Sasuke
dengan pipi merona. Air liurnya menetes. "He he he.." kekehnya senang.
Ia pikir itu durian yang dibeli ibunya untuknya seorang. Sasuke pun
dengan semangat, merangkak menghampiri futon.
Ia langsung duduk di
samping sesuatu itu yang setelah didekati tidak bulat sempurna seperti
durian. Dari belakang bulat penuh, tapi dari depan datar, agak
bergelombang, tidak berduri. Ia kembali mengingat-ingat ucapan kakaknya.
Bulat, kuning, berduri, dan harum. Sasuke mendekatkan hidungnya,
mengendus-endus, 'harum,' pikirnya. Jadi, betul ini yang dikatakan
durian.
Sasuke menjulurkan
lidahnya menjilat durinya yang kuning. 'Halus,' pikirnya. '..dan lembut,
' tambahnya dalam hati usai menggigiti durinya. Benar-benar lezat
seperti kata kakaknya. Sasuke jadi tak sabar mencoba. Ia membuka
mulutnya lebar dan 'Kraukk..' menggigitnya sekuat tenaga.
"Nguerrr...huwee...huwe..."
jerit sesuatu yang baru saja digigit Sasuke. Rupa-rupanya, bulat kuning
berduri yang dikira Sasuke durian itu ternyata kepalanya Naru-chan. Ia
tengah bobok siang di atas futon saat Sasuke menggigitnya. Makanya itu
ia menangis sekuat tenaga. Pertama, karena terkejut. Kedua, karena
merasakan nyeri di kepala. "Huwee.. huwee.. " jeritnya. Kedua kakinyaa
menendang-nendang, sedangkan tangannya menjambak seseorang yang
menggigit kepalanya. Dasar Sasuke. Bukannya melepas gigitanya, ia justru
memperdalamnya membuat tangisan Naruto semakin kencang.
"Huwaaa..huwaa.."
"Huwaaa..huwaa.."
Langkah kaki terburu-
buru terdengar semakin kencang. Sraakk! Suara pintu kayu digeser dengan
kasar. "ASTAGA!" Pekik orang itu yang ternyata Shisui.Matanya melotot
horor, menatap Sasuke dengan pandangan aneh. 'Ya Tuhan!' Tambahnya dalam
hati ngeri.
Shisui tergesa-gesa
memisahkan SasuNaru dan lalu menimang-nimang Naruto penuh sayang untuk
meredakan tangisnya. Ia membuai Naruto, memberinya rasa aman. "Cup cup
cup, Sayang. Jangan nangis lagi. Kakak kan di sini," ujarnya. Tangisan
Naruto mereda, menyisakan isakan lirih. "Naru bobok ya. Naru masih
ngantuk, kan?"
"Nggg.." balas Naruto.
Sebetulnya, ia ingin cerita pada kakaknya bahwa, tadi ada orang jahat
yang mengigitnya saat ia tidur. Tapi, karena ia masih mengantuk,
perlahan kelopak matanya tertutup dan lalu terdengar suara nafasnya yang
naik turun dengan teratur.
"Demi Tuhan, Sasuke!"
Geram Shisui terdengar rendah dan serak karena menahan amarah. Ia
memelototi Sasuke. "Serius! Kau itu punya dendam apa sih sama Naru-chan?
Kenapa kamu selalu saja menjahati Naru-chan? Apa kau itu tak bisa
berteman baik dengannya? Padahal dengan anak-anak yang lain kau selalu
baik, tapi kenapa dengan Naru-chan kau selalu membuat masalah?"
Sasuke mendongak,
menatap Shisui. Oniksnya menunjukkan jika ia tak mengerti. Tadi kan ia
menggigit buah duriannya, tapi kenapa saat ia membuka mata, ia melihat
Naruto sedang menangis? Lalu dimana buah duriannya? Siapa yang
mengambilnya? Sungguh ia tak mengerti. "Dulll..lli...ann. Cuke,"
Shisui tersenyum tipis,
akhirnya ia paham duduk perkaranya. Dengan sabar, ia memberi Sasuke
pengertian. "Durian berbentuk bulat dan seluruh tubuhnya berduri tajam,
seperti jarum. Tidak seperti ini!" Shisui menunjuk kepala Naruto. "Ini
kepala Naru-chan. Lihat hanya bagian belakang yang kuning, depannya
coklat. Durinya tidak tajam dan lepek jika terkena air. Dan, yang utama
durian tidak punya dua alis, dua mata, satu hidung, dan satu mulut,
seperti ini. Ingat baik-baik ya!"
Sasuke melihat Shisui,
masih bingung. Ia pun memiringkan kepalanya, bertanya dengan bahasa
isyarat.
"Yang kamu gigit tadi kepalanya Naru-chan, bukan durian. Nih lihat! Ini bekas gigimu," Shisui menunjuk bekas gigi Sasuke di dahi Naruto. Cukup dalam untuk ukuran gigi yang baru tumbuh seminggu yang lalu. 'Itu gigi manusia apa gigi ikan piranha ya?' Pikir Shisui antara ngeri dan kagum.
"Yang kamu gigit tadi kepalanya Naru-chan, bukan durian. Nih lihat! Ini bekas gigimu," Shisui menunjuk bekas gigi Sasuke di dahi Naruto. Cukup dalam untuk ukuran gigi yang baru tumbuh seminggu yang lalu. 'Itu gigi manusia apa gigi ikan piranha ya?' Pikir Shisui antara ngeri dan kagum.
Sasuke sekarang mengerti, jika dia lah yang membuat Naruto menangis. Ia lagi-lagi menyakiti Naruto. Tubuh kecilnya bergetar. Mulut mungilnya terisak-isak. "Maap. Hik hik hiks. Maap. Nalu," katanya. Namun Naruto mengacuhkannya. Ia lebih memilih menyembunyikan wajahnya ke dalam dada Shisui mencari perlindungan. Sasuke sedih diacuhkan temannya. Maka pecahlah tangisnya.
"Sasuke kenapa?" tanya
Itachi yang baru datang. Ia mendudukkan dirinya tak jauh dari Shisui. Ia
lalu memangku Sasuke yang terisak-isak. Itachi mengusap air mata
adiknya dan juga ingusnya dengan telaten. Itachi kan tipikal kakak yang
baik. "Kenapa Sasuke nangis?" tanyanya lagi.
"Ia nangis karena ingin
Naru-chan memaafkannya," kata Shisui membetulkan letak gendongannya,
biar Naruto lebih nyaman. "Naru-chan tadi dijahati Sasuke."
Itachi menghela nafas.
"Kau itu kenapa nakal sih, Sas? Kenapa kau selalu membuat Naru-chan
menangis?" tanya Itachi yang dibalas Sasuke dengan tatapan sendu. Itachi
geleng-geleng kepala dan lalu memandang Shisui lagi. "Kali ini, apalagi
yang dilakukannya?"
"Ia menggigit kepala Naru-chan,"
"Hah? Serius?"
Shisui mengangguk. "Ia
mengira kepala Naru-chan buah durian. Itu lho buah yang bulat, kuning,
berduri dan harum itu." Shisui memandang Itachi serius. "Makanya Chi.
Kalau ngajarin Sasuke itu yang benar. Yang tuntas. Jangan
setengah-setengah. Sasuke itu sebetulnya anak yang pintar. Ia punya rasa
ingin tahu yang tinggi. Tapi, kau salah dalam mengajarinya. Jadi kayak
gini nih, akibatnya. Akhirnya, Naru-chan yang jadi korbannya. Korban
malpraktek ngajarmu yang buruk itu, " sindir Shisui pedas.
Itachi merenung,
mengingat-ingat yang lalu-lalu. Setelah dipikir, ditimbang, dan
dianalisis Shisui ada benarnya. Ia kurang lengkap dalam memberi
informasi pada Sasuke. Terus berakibat pada Sasuke yang salah paham.
Dan, Narutolah yang jadi korbannya karena kebetulan Naruto yang ada di
dekat Sasuke. "Iya, aku ngaku salah. Maaf dech!"
"Jangan sama aku! Tapi sana! Sama Sasuke dan Naruto."
Itachi pun meminta maaf
pada SasuNaru. Kemudian, Sasuke dan Naruto berteman lagi setelah Sasuke
menyanyi untuk Naruto. Suaranya –sumpah- sumbang dan jelek banget, tapi
berhubung Naruto itu penggemar nyanyian, jadi itu dimaafkan. Naruto
bahkan memberi applous yang meriah untuk Sasuke, yang mana membuat
Shisui menatap heran keduanya.
'Sasuke nyanyi apaan
ya?' pikirnya heran. Udah suaranya sumbang, liriknya nggak jelas pula.
Di telinganya, Sasuke seperti sedang mengoceh, "Gaa Gaga..Papa..Dudu.."
begitu. Tapi, kenapa Naruto kelihatan senang banget ya? 'Apa bagusnya
sih?' tambahnya dalam hati iri. Ia juga sering menyanyikan lagu untuk
Naruto, tapi tak pernah Naruto bertepuk tangan seheboh ini. Meski
demikian, Shisui senang-senang saja, mumpung keduanya akur. Ia berharap
hubungan SasuNaru akan tetap akrab seperti ini, seperti hubungan
persahabatannya dengan Itachi.
Semenjak hari itu,
Itachi jadi lebih berhati-hati dalam mengajari Sasuke. Ia memastikan
Sasuke menerima seluruh informasi dengan lengkap dan utuh, berikut
contoh bendanya agar Sasuke tidak salah paham dan menjadikan Naruto
sebagai bahan percobaannya.
Hubungan SasuNaru
kembali normal. Terkadang keduanya akur hingga sulit dipisahkan. Tapi,
terkadang mereka bertengkar hebat. Kadang-kadang, Sasuke membuat Naruto
mewek. Tapi, tak pernah ada ceritanya Naruto membuat Sasuke menangis.
Kalau ada isu yang mengatakan demikian, sekali lagi Itachi katakan, 'Itu
fitnah dan fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan,'
Shisui senang dan lega,
akhirnya orang-orang menerima status Naruto sebagai adik Shisui.
Meskipun, hanya status sementara. Namun, Shisui tak pernah kehilangan
harapan. Ia percaya suatu saat Naruto akan resmi, sah di depan hukum
sebagai adiknya, bagian dari anggota keluarganya.
Kedamaian Shisui juga
dirasakan oleh dua bayangan yang tiap tengah malam selalu keluar dari
tubuh Naruto. "Aku lega dan juga bahagia. Keputusanmu untuk menyerahkan
hak asuh Naruto pada Kagami terbukti tepat. Shisui sesuai dugaanku. Ia
seorang kakak, guru, dan pembimbing yang luar biasa untuk Naruto. Aku
percaya di bawah asuhannya, Naruto kelak akan menjadi shinobi yang hebat
melebihi kedua orang tuanya,"
"Jangan senang dulu, anata! Ini bukan akhir segalanya,"
"Maksudnya?"
"Ini masih masa
percobaan. Jika pada masa itu Shisui membuat kesalahan, haknya pasti
dicabut. Tidak menutup kemungkinan Naru-chan dilempar ke panti asuhan.
Toch Naruto sekarang sudah tidak bergantung pada ASI,"
"Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Aku tak akan membiarkan Naruto masuk panti. Tidak akan pernah,"
"Itulah sebabnya kita di
sini. Kita harus menjaga Naruto dalam radius kompleks Uchiha. Naruto
harus bersama Uchiha. Itu takdirnya."
"Ya."
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar