Bagi Naruto, Sasuke itu
sahabat baik yang ia sayangi. Sahabat yang selalu menemaninya bermain
saat sang kakak pergi mencari nafkah keluarga dan ibunya sibuk berkutat
dengan urusan rumah tangga. Ia nggak ngarepin pamannya. Daripada main
sama dia, mending ia main sendiri. Paman Obitonya payah. Tidak bisa
diandalkan. Sok muda. Tak mau dipanggil paman. Padahal udah tuwir. Suka
godain Narutonya kebangetan pula. Makanya, ia hobi gigit rambut, tangan,
dan kakinya.
Bukan berarti Sasuke
nggak jahat. Ia juga sering kok jahatin Naruto. Suka bikin mewek.
Menjadikan Naruto guling kesayangan buat dipeluk, ditendang dan
diilerin. Dijadikan penghangat badan. Dan yang sebel, sering dijadikan
korban imaginasi Sasuke yang berlebihan. Ia pernah lho lagi enak-enaknya
tidur, tiba-tiba ia digosok-gosok pakai sikat terus diguyur air dingin.
Jelas aja Naruto nangis sekenceng-kencengnya. Ia juga pernah didorong
Sasuke pas lagi main boneka hingga jatuh ke lubang terus tubuhnya
ditumpuki pakai tanah basah. Entah apa maksudnya. Naruto senang-senang
aja main tanah. Bahkan ngambil beberapa jumput dan dimasukin ke mulut.
Ibunya menjerit tidak karuan dan langsung membawanya pergi. Entah
apalagi yang dilakukan Sasuke padanya. Kadang menyenangkan. Tapi, tak
jarang membuat ia tak nyaman. Sisanya bikin ia sakit. Namun, main dengan
Sasuke tetap lebih baik dari pamannya.
Karena itulah, Naruto
tak keberatan buka rahasianya pada Sasuke, sahabat terbaiknya. "Gaa ga
ja ja da da ug ug.. ai..." katanya dengan bahasa bayinya sambil tepuk
tangan. "Sssuuuu khaa kha ka.." katanya mengakhiri.
Terjemahannya, Tiap malam, ada seorang wanita yang sangat cantik sekali, berambut merah panjang, berbau campuran aroma teh dan melati yang menggendongnya. Ia sering menyanyi untuknya. Suaranya merdu sekali. Nomor dua setelah kakak nanasnya. Aku suka.'
Terjemahannya, Tiap malam, ada seorang wanita yang sangat cantik sekali, berambut merah panjang, berbau campuran aroma teh dan melati yang menggendongnya. Ia sering menyanyi untuknya. Suaranya merdu sekali. Nomor dua setelah kakak nanasnya. Aku suka.'
Sasuke yang lebih
dewasa, lebih cerdas, dan punya imaginasi lebih kuat daripada Naruto,
mikir, 'Siapa orang itu?'
Ibunya Naruto aka ibu Shisui? Sasuke menggeleng sok dewasa. Bukan. Bukan oba-san. Beliau berambut hitam legam layaknya anggota klan Uchiha, bukan merah. Jadi tidak mungkin dia.
Si sinting Obito? Lupakan saja. Suaranya sumbang kayak tong kosong dipukulin. Hanya merusak gendang telinga.
Shisui? Ini lebih nggak mungkin lagi. Shisui nggak akan merendahkan diri melakukan henge jadi cewek, sebesar apapun rasa sayangnya pada Naruto.
Jadi siapa dia?
Ibunya Naruto aka ibu Shisui? Sasuke menggeleng sok dewasa. Bukan. Bukan oba-san. Beliau berambut hitam legam layaknya anggota klan Uchiha, bukan merah. Jadi tidak mungkin dia.
Si sinting Obito? Lupakan saja. Suaranya sumbang kayak tong kosong dipukulin. Hanya merusak gendang telinga.
Shisui? Ini lebih nggak mungkin lagi. Shisui nggak akan merendahkan diri melakukan henge jadi cewek, sebesar apapun rasa sayangnya pada Naruto.
Jadi siapa dia?
'Mencurigakan. Ini harus diselidiki.' Tekadnya dalam hati.
Malam harinya, rumah Sasuke
Sasuke tengah tidur
lelap di kamarnya sambil memeluk boneka ayam jagonya di tangan kanan dan
boneka dinosaurus di tangan kirinya. Sesekali, ia bergumam tidak jelas.
Tiba-tiba, kedua kelopak matanya membuka, memperlihatkan iris sekelam
malam tanpa bintang miliknya. Ia lalu bangun dan mendudukkan pantat
semoknya di atas kasur. Tangan mungilnya mengucek-ucek kedua matanya
yang agak sayu, memastikan ia betul-betul terjaga.
Kepalanya menoleh
menatap tembok kamarnya yang dicat biru muda dengan hiasan berupa awan
dan sebagainya. Ia bukannya mendadak tertarik pada dinding kamarnya.
Bukan sama sekali bukan. Yang ditatap Sasuke adalah sesuatu yang ada di
balik tembok kamarnya. Tepatnya kamar Naruto, sahabat dan mainan
kesayangannya.
For your info. Kamar Sasuke berada bersebelahan dengan kamar Naruto yang hanya dipisahkan oleh dinding, sedikit tanah lapang yang ditanami bunga, dan pagar rumah terus halaman samping rumah Shisui.
{Woy bilang aja rumah tetangga. Ribet amat penjelasannya.}
For your info. Kamar Sasuke berada bersebelahan dengan kamar Naruto yang hanya dipisahkan oleh dinding, sedikit tanah lapang yang ditanami bunga, dan pagar rumah terus halaman samping rumah Shisui.
{Woy bilang aja rumah tetangga. Ribet amat penjelasannya.}
Sasuke merasakan adanya
cakra yang tidak wajar di kamar Naruto. Ah, bukan. Ia sudah lama
menyadari adanya cakra asing yang jadi parasit di tubuh Naruto. Namun,
karena cakra itu tak menyakiti Naruto, Sasuke memilih diam selama ini.
Tapi, itu dulu. Sekarang beda ceritanya. Cakra asing itu mulai berulah,
menunjukkan eksistensinya kepada dunia setelah sebelumnya bersembunyi di
tubuh mungil Naruto.
Bagaimana Sasuke bisa
tahu? Jawabnya, ia juga tidak tahu. Ia tahu begitu saja. Mungkin itu
wujud dari instingnya sebagai kakak yang baik bagi Naruto. Atau, bisa
jadi itu menunjukkan adanya potensi yang sangat besar dalam diri Sasuke,
sebagai seorang shinobi yang hebat, kelak. Sasuke tak tahu yang mana,
yang jelas ia beruntung memiliki kemampuan ini karena ia tidak yakin dua
orang bodoh -Shisui & Obito- itu mampu melindungi Naru-nya, adik
dan sekaligus mainan kesayangannya dari bahaya.
Sasuke memanjat boks
bayinya dan turun. Ia berpegangan pada jeruji boksnya yang terbuat dari
kayu untuk turun. HUP...! Ia berhasil mendarat dengan selamat sentousa
tanpa kurang apapun. Selanjutnya, Sasuke merangkak keluar dari kamarnya.
Tujuannya adalah kamar sang aniki tercinta. Susah payah, Sasuke membuka
pintu geser kamar kakaknya dengan tangan mungilnya. Butuh perjuangan,
namun ia berhasil juga. Ia merangkak masuk. Di sana, ia melihat sang
kakak tengah tertidur pulas di atas kasur, sama sekali tak terganggu
dengan suara berisik di luar sana.
Oniks Sasuke
berbinar-binar menatap sang kakak, penuh pemujaan. Di mata Sasuke,
kakaknya adalah makhluk yang sempurna. Bahkan dalam posisi tidur pun,
kakaknya tetap terlihat tampan. Tidur kakaknya rapi, tepat di tengah.
Baik kasur maupun selimutnya tetap terlihat rapi, tidak kusut.
Beda sekali dengan,
Naruto yang tidurnya penuh gaya. Sangat berantakan. Tendang sana.
Tendang sini. Guling ke kanan, ke kiri hingga berputar 180° seperti
kincir angin. Lain lagi dengan Obito yang kalau tidur suka ngorok.
"Grook! Grook! Grook!" Lain pula dengan Shisui yang kadang masih suka
ngiler di atas bantalnya membuat lukisan 'Rayuan Pulau Kapas.' Eoh,
ganteng-ganteng kok ngiler. Kasihan bantalnya. Jadi bau.
Tapi, tujuan Sasuke ke
kamar kakaknya bukan untuk mengagumi gaya tidur sang kakak, melainkan
mengambil sesuatu di kamar kakaknya. Sesuatu yang amat penting untuk
menyempurnakan misinya, yakni menyelamatkan nyawa sang dhedhek tercinta.
Karena itu, Sasuke bergerak cepat ke tempat sasarannya.
Tanpa suara, Sasuke
merangkak mendekati meja belajar kakaknya. Ia berdiri dengan berpegangan
pada kaki kursi dan memanjatnya. Tangan mungilnya membuka-buka laci dan
tas kakaknya, mencari sesuatu. Tapi, tak ada. Ia turun dengan
hati-hati. Ia beralih pada lemari sang kakak. Setelah mencari dan
mengobrak-abrik isi lemari sang kakak, ia berhasil mendapatkannya. Ia
menyimpannya ke dalam tas kakaknya yang sudah usang. Ia memakai tas sang
kakak dan kembali merangkak. Kali ini keluar kamar. Lebih tepatnya
keluar rumah.
Tujuan Sasuke
selanjutnya rumah Shisui yang terletak tepat bersebelahan dengannya. Ia
masuk lewat samping, dengan pertimbangan lebih cepat sampai. Ia mendesah
lega dalam hati, karena sejauh ini ia berhasil menyusup ke daerah
teritorial duo musuhnya, aka Shisui & Obito dengan sempurna.
Buktinya, ia tidak ketahuan hingga detik ini.
Sasuke tidak langsung
masuk ke dalam rumah. Ia merasakan adanya pergerakan dari pintu depan.
Dahinya mengerut yang tidak sesuai dengan wajah balitanya, pertanda
sedang berfikir. Gerakan si Penyusup terlalu berisik. 'Ia pasti bukan
seorang shinobi,' Pikirnya. Tapi, ia memilih mengabaikan si penyusup,
menganggapnya tidak berbahaya. Bahaya yang sebenarnya, ada di dalam
kamar Naruto. Sasuke pun memilih memfokuskan perhatiannya pada bahaya
yang ada di dalam kamar Naruto. Sasuke merayap dengan hati-hati untuk
memuluskan rencana briliannya.
Kita tinggalkan Sasuke
dengan rencana briliannya. Kita beralih pada penyusup-penyusup kecil
yang masuk lewat pintu depan. Dugaan Sasuke benar yang menyusup itu
bukan seorang shinobi, melainkan calon-calon shinobi di masa depan.
Mereka -lebih dari satu orang- adalah kakak-kakak Naruto. Kita absen
dulu. Ada si muka ngantuk, Shikamaru. Ada si embul, Choji. Dan, terakhir
ada si bau anjing, Kiba. Ketiganya datang ke rumah Shisui yang terletak
di ujung desa menunggangi anjing Kiba -punya ibunya-. Jadi cepat
sampai.
Bagaimana mereka bisa
berkumpul bersama?
Ceritanya panjang. Tidak selesai diceritakan dalam satu malam. Singkatnya, ini gara-gara Minato. Ia muncul di depan ketiganya dan membuat balita-balita imut calon pemimpin klan masing-masing di masa depan mengikutinya. Entah apa yang ada di otak ganteng Minato, hingga ia melibatkan kakak-kakak Naruto dalam rencana gilanya?
Ceritanya panjang. Tidak selesai diceritakan dalam satu malam. Singkatnya, ini gara-gara Minato. Ia muncul di depan ketiganya dan membuat balita-balita imut calon pemimpin klan masing-masing di masa depan mengikutinya. Entah apa yang ada di otak ganteng Minato, hingga ia melibatkan kakak-kakak Naruto dalam rencana gilanya?
Minato memang pintar
mencari waktu. Kondisinya saat ini memungkinkan ia bertindak secara
leluasa untuk menyukseskan rencananya. Shikaku dan Chouza sedang ada
misi, sedangkan istri mereka orang biasa bukan kunoichi, jadi tak
mungkin ia bisa menyadari kehadiran Minato yang memang ahli menghilang.
Shikaku dan Chouza sendiri diragukan kemampuannya dalam mendeteksi
Minato.
Hanya satu pihak yang sulit Minato kelabui, yakni Tsume Inuzuka. Tapi, untungnya ibunya Kiba juga ada misi. Hana, kakaknya Kiba sedang flu berat. Indra penciumannya sedang tak berfungsi. Sungguh waktu yang pas sekali.
Hanya satu pihak yang sulit Minato kelabui, yakni Tsume Inuzuka. Tapi, untungnya ibunya Kiba juga ada misi. Hana, kakaknya Kiba sedang flu berat. Indra penciumannya sedang tak berfungsi. Sungguh waktu yang pas sekali.
Sampai di rumah Shisui,
Shikamaru, balita tercerdas diantara ketiganya membagi tugas. Shikamaru
masuk lewat depan, membuat keributan untuk memuluskan aksi menyusupnya
Kiba dan Choji. Lalu, ketiganya menyerang dua orang bodoh -Obito dan
Shisui- yang menurut mereka mencurigakan karena baunya sama dengan bau
orang yang menyatroni rumah mereka. Selain untuk melindungi Naruto dari si
Penjahat, ini juga jadi ajang balas dendam Shikamaru. Shisui telah
dengan kejamnya menjauhkan Naruto dari dirinya. Ia tidak terima karena
itu, ia berniat membalasnya berkali-kali lipat.
Di waktu yang sama, di dalam rumah, bunshin Obito dan Shisui merinding disco. Ia merasakan hawa tidak wajar melingkupi seluruh rumah mereka malam ini. Hawa yang membuat mereka sangat tidak nyaman. Khususnya Shisui. Ia merasa ada sepasang mata sedang mengawasinya di balik kegelapan. Mata yang menyorot keji penuh dendam. 'Semoga saja itu bukan mata sang penunggu hutan yang marah karena ia merusak kedamaian hutan kematian tadi siang untuk menyempurnakan jutsunya. Ia kan agak jeri dengan yang namanya hantu dan teman-temannya.
"Hai, Shi! Menurutmu, apa rencana Minato-sensei?" Katanya sambil ngemil di kursi ruang tamu.
"Mana ku tahu. Memangnya
aku cenayang. Lagipula, ia guru pembimbingmu. Kau lebih sering
menghabiskan waktu denganmu. Harusnya kau tahu."
"Haish. Kau ini. Tidak
asyik. Seperti pria ubanan itu." Rutuk Obito. "Aku memang sudah lama
mengikuti Minato-sensei, tapi cara pikir beliau lebih membingungkan
daripada Fugaku-Danzo-Orochimaru sekaligus. Menebak isi otak mereka
bertiga jauh lebih mudah daripada meraba rencana Minato-sensei. Di balik
senyum prince charmingnya, tersembunyi otak liciknya." Kata Obito
buka-bukaan. Entah itu pujian atau sindiran.
"Aku tak perduli, selama rencananya ini tidak menjauhkanku dari Naruto."
"Uwach. Kau betulan cinta mati ama Naruto? Ati-ati tuch. Jangan sampai dalam banget, lah. Entar kamu sendiri yang sakit hati."
"Apa maksudmu?" Sergah Shisui dengan mata memicing.
"Ya gitu dech. Ntar juga tahu sendiri."
Shisui mencengkram kerah
baju Obito geram. Diantara semua lawakan tak bermutu Obito, ini yang
paling kejam. Naruto itu adiknya. Titik. Dan, tak ada yang boleh
merebutnya.
"Woy sabar, Shi! Nggak
usah ngamuk napa? Lepasin tanganmu dari leherku, Shi! Aku tak bisa
nafas. Kalau aku mati, nanti kau nggak punya kakak super ganteng dan
keren sepertiku lho." Goda Obito.
Shisui mendengus. Perutnya bergolak mual. 'Pede amat sih Uchiha wannabe ini.' Pikirnya jijik.
"Lekas katakan! Apa maksudmu?"
"Lekas katakan! Apa maksudmu?"
"Naruto itu punya banyak
kakak yang sayang banget padanya. Dengan kesibukanmu, kau akan jarang
bersama Naruto. Diambil dech kedudukanmu ama yang lain. Lama kelamaan
posisi brother the bestmu di hati Naruto akan digeser orang lain. Sasuke
contohnya."
"Tidak boleh." Raung Shisui geram. Ia tak mau kedudukannya dicolong si kepala Ayam. Sampai mati pun, ia nggak ridho.
Obito menepuk pundak Shisui sok simpatik. "Tenang. Kau masih ada kesempatan."
"Caranya?"
"Buatkan saja Naru-chan adik, sebagai teman mainnya."
Shisui melotot. Tanpa
ampun ia memukuli sepupu setannya berikut ajaran sesatnya. Makhluk sesat
itu memang butuh diservice otaknya agar bisa kembali ke jalan yang
benar. Shisui kan baru 10 tahun, masak disuruh punya anak. Mimpi basah
aja belum. Gimana bisa bikin anak? Brengsek tuch! Dasar setan!
"Ampun Shi, ampun. Adududuh..... ! Aku kan hanya bercanda."
"Candaanmu mengandung virus sesat."
"Yei, kau aja yang
pikirannya cabul. Kecil-kecil sudah mesum. Maksudku, buatkan Naruto
boneka anak biar ia punya teman main dan nggak terlalu lengket sama
Sasuke."
"Salahmu sendiri menggunakan bahasa ambigu." Balas Shisui tidak terima.
BRAAK!
Pertengkaran mereka
disela oleh suara gaduh dari pintu depan. Sontak, keduanya menghentikan
pertengkaran tidak penting mereka. Mata mereka menatap waspada pintu
depan. Tampak sepasang mata muncul dari balik dinding mengintip mereka.
Ukuran matanya kecil seperti biji sawo, alias kecik, tapi sorotnya tajam
dan juga keji. Tak lama kemudian dinding rumah Shisui yang hanya dari
selembar tripleks pun ambruk, memperlihatkan tubuh yang tadi bersembunyi
di baliknya. Lalu melangkahlah balita yang Shisui tahu paling jutek dan
paling malas se-Konoha dengan gaya angkuhnya memasuki ruangan.
"Shikamaru?" Beo Shisui
terkejut. Belum sempat ia bertanya, Shikamaru sudah meleparinya dengan
kerikil, batu-batuan, ranting, hingga gumpalan kertas, membuat kedua
bunshin itu melompat-lompat lincah yang membuatnya terlihat seperti
orang yang sedang menari. Shika biasa berlatih melempari target -Choji
dan Ino-. Sttt yang ini jangan bilang kedua orang tua mereka. Jadi
lemparannya hampir 100% tepat sasaran. Dan, yang paling horor, Shika
melemparkan popok wadah ompolnya pada Shisui dan Obito. "GYAAA..!" Jerit
keduanya pontang-panting menghindar.
Belum selesai urusannya
dengan Shikamaru, muncul balita lain yang muncul secara mendadak
melompat ke arah mereka dan memeluk erat. Baca menancapkan gigi mereka
yang baru tumbuh beberapa ke kaki jenjang bunshin Shisui dan Obito.
Shikamaru menyusul belakangan. Meski balita gigitannya mantap, kayak
digigit semut rang-rang. Nyut-nyutan.
"Astaga! Ada apa dengan
balita-balita ini? Memangnya ini lagi musim balita menggila ya?" Pekik
Obito berusaha melepaskan diri dari Kiba dan Choji. Ia sudah pengalaman
digigit couple setan cilik aka SasuNaru. Jadi ia tak begitu kesulitan.
Beda dengan Shisui yang antara tak tega dan pingin nabok si bayi paling
imut versinya Yoshino Nara.
Anjing bernama Kuro yang
tadi jadi tunggangan tiga balita itu tak bisa berbuat banyak. Ia hanya
menonton tanpa niat membantu karena dua alasan. Pertama, Uchiha memiliki
aura dan bau yang para anjing benci, yakni bau kesuraman. Kedua, meski
dingin dan suram, kedua Uchiha muda itu tak berniat menyakiti tuan
mudanya.
Sepuluh menit kemudian,
kedua bunshin itu berhasil meringkus ketiga penyusup mungil kita. Obito
menenteng kanan dan kirinya, Kiba dan Choji, sedangkan Shikamaru
digendong Shisui. "Hey, bocah! Kalian kenapa kelayapan tengah malam buta
gini? Ortumu ngapain aja sampai nggak tahu anaknya ngilang?" Obito
memborbardir balita-balita itu dengan pertanyaan demi pertanyaan.
"Khau jaja jha aat..!" Shikamaru yang menjawab.
Obito balik badan, menoleh pada Shisui. "Kamu ngerti?"
"Aku bukan penerjemah bahasa bayi. Tanya gih sama ahlinya. Itu lho pawang gagak." Balas Shisui seenak udelnya sendiri.
Obito senyum-senyum
tidak jelas. Akhirnya, Shisui bisa melawak juga. Tak sia-sia ia
mengkadernya dari orok. "Kita balikin mereka ke asalnya." Kata Obito
kemudian.
"Lalu, Naru-chan?"
"Kan ada Minato-sensei."
"Terserah. Jaa!" Pamitnya menghilang dalam kepulan asap, diikuti Obito.
Yang tidak mereka
ketahui adalah adanya penyusup lain yang masih tertinggal. Sasuke keluar
dari tempat persembunyiannya. Ia mulai mengeluarkan barang-barang dari
dalam tasnya dan mengubah rumah Shisui menjadi penuh jebakan. Kecuali
kamar Naruto dan tempat persembunyiannya. Kamar dedeknya bersih. Sasuke
tersenyum bangga akan kegeniusan otaknya. Sekarang tinggal menunggu dua
badut itu datang.
Sepuluh menit kemudia,
mereka tiba. Dengan santai, Obito berniat membuka pintu yang sebetulnya
sia-sia karena dinding di sebelah pintunya udah jebol. Tapi, Obito nggak
mau lewat lubang dinding yang menganga lebar. 'Nggak elit.' Pikirnya.
"Ouch..!" Pekiknya terkejut.
"Ada apa?" Tanya Shisui yang ada di belakangnya.
"Tanganku seperti
digigit ratusan semut saat menyentuh pintu ini." Obito mengedarkan
pandanganya. Rumahnya terlihat berbeda. "Ati-ati Shi!" Shisui mengangkat
sebelah alisnya, bertanya dalam isyarat.
"Ada yang tidak beres. Aku mencium bahaya." Imbuhnya dan masuk dengan ekstra hati-hati melalui lubang dinding yang dibuat Shikamaru.
"Ada yang tidak beres. Aku mencium bahaya." Imbuhnya dan masuk dengan ekstra hati-hati melalui lubang dinding yang dibuat Shikamaru.
Ketika kaki Obito
menginjakkan kakinya di rumah ia merasakan sesuatu berbentuk bulat dan
licin. 'Benda apa yang ku injak?' Batinnya tidak nyaman. Mata oniksnya
jelalatan, menatap tiap sudut rumah mencari sesuatu yang mencurigakan.
Belum juga melangkah jauh, ia merasa lantai di bawahnya berguncang.
Tubuh Obito bergoyang-goyang karena ketidak stabilan lantai di bawahnya.
Ia berusaha menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada sesuatu
yang bisa dijangkaunya.
Tepatnya pintu yang ada di balik punggungnya. Lalu, peristiwa itu terulang lagi. Tubuhnya seperti kesetrum aliran listrik, menimbulkan linu-linu dan nyeri di sekujur tubuhnya. "Ouch!" Jeritnya sebelum ambruk ke tanah, menimpa batu-batu bulat berukuran kecil dalam jumlah banyak. Sakitnya? Tolong jangan tanya. Itu sakit banget.
Tepatnya pintu yang ada di balik punggungnya. Lalu, peristiwa itu terulang lagi. Tubuhnya seperti kesetrum aliran listrik, menimbulkan linu-linu dan nyeri di sekujur tubuhnya. "Ouch!" Jeritnya sebelum ambruk ke tanah, menimpa batu-batu bulat berukuran kecil dalam jumlah banyak. Sakitnya? Tolong jangan tanya. Itu sakit banget.
Shisui geleng-geleng
kepala, menyayangkan nasib malang kakak sepupunya. Tak mau bernasib sial
seperti Obito, ia pun menatap penuh selidik tiap penjuru rumahnya. "Oh,
my God!" Serunya terkejut.
"Ada penyusup lain." Katanya dengan rasa panik mencengkram hatinya kuat-kuat. "Ia memasang banyak perangkap di rumah ini."
"Ada penyusup lain." Katanya dengan rasa panik mencengkram hatinya kuat-kuat. "Ia memasang banyak perangkap di rumah ini."
"Bagaimana bisa? Kita pergi tak lebih dari sepuluh menit."
"Karena itu,
ati-atilah!" Shisui kini memasang wajah seriusnya. Dengan teknik
ninjanya yang mumpuni, ia berhasil menyingkirkan semua perangkap.
Dibantu Obito. Kaki jenjangnya dengan langkah cepat menuju kamar Naruto.
Ia menarik nafas lega, melihat dedek manisnya tidur dengan damai di
boks bayi. Meski lelah dengan semua kejadian di rumah ini, ia tak
mengeluh. Selama Naruto baik-baik saja, maka ia pun akan baik-baik saja.
Tangannya mengusap pipi gembil Naruto.
Sreet..! Sreeett..!
Sreeet..! Suara ganjil memasuki gendang telinganya. Sesuatu sedang
diseret di lantai. Refleks, Shisui mengeratkan genggamannya pada
kunainya. Awalnya, suaranya terdengar jauh. Lalu, suaranya kian
terdengar jelas, seolah benda itu sedang menghampiri tempat mereka.
Deg! Deg! Deg!
Jantung Obito dan Shisui
berdebar kencang. Bulir-bulir keringat dingin menggantung di pelipis
keduanya. Matanya waspada dengan segala kemungkinan. Lalu, sosok itu
kini sudah ada di hadapan mereka. Di waktu yang sama, suara benda yang
diseret pun berhenti. Mereka terkejut, hingga hampir lompat dari tempat
mereka berdiri. Bagaimana tidak? Di sana, mereka melihat seorang balita
tengah merangkak melewati pintu kamar dengan jumawanya. "SASUKE!" Pekik
bunshin Obito dan Shisui dengan kompaknya. Keduanya menatap horor
Sasuke.
'Ngapain bayi suram itu ke sini?' Batin Bunshin Shisui.
'Pawang bayi kemana ya?
Kok monster cilik tukang ngecesnya dibiarin kelayapan malam-malam
seorang diri.' Pikir Obito. Ia merujuk pada dua bersaudara, anak
pasangan Mikoto-Fugaku.
Akan tetapi, bukan
kehadiran Sasuke di rumah Shisui, lebih tepatnya lagi kamar Naruto di
jam-jam mencurigakan, yakni tengah malam seperti ini yang membuat Shisui
dan Obito melotot horor. Melainkan sesuatu di tangan Sasuke. 'Dasar
monster!' Rutuk keduanya antara ngeri dan takjub.
Bagaimana tidak? Balita berumur sembilan bulan dua minggu yang baru bisa merangkak itu dengan santai menggenggam petasan ukuran lumayan. Lumayan untuk membangunkan seisi rumahnya.
Bagaimana tidak? Balita berumur sembilan bulan dua minggu yang baru bisa merangkak itu dengan santai menggenggam petasan ukuran lumayan. Lumayan untuk membangunkan seisi rumahnya.
Obito bergerak
hati-hati, berusaha merebut petasan dari tangan Sasuke. Meski hanya
seorang bayi, Sasuke tetap perlu diwaspadai. Tubuh boleh bayi. Tapi,
tatapan matanya dan auranya itu bukan tatatapan seorang bayi. Sorot
matanya mirip sorot mata seorang shinobi gaek yang telah malang
melintang di dunia ini.
Dugaan Obito tepat. Saat
ini, yang menguasai tubuh Sasuke adalah reinkarnasi cakra yang sudah
berumur ribuan tahun lamanya. Cakra itu bangun dipicu oleh bahaya yang
mengancam Naruto. Jiwa melindunginyalah yang menyebabkannya bangkit dari
tidur panjangnya. Itu cakra Indra Ootsuki, pendiri klan Uchiha yang
telah tewas ribuan tahun lamanya. Karena faktor usia, cakra yang berhasil
ditarik Sasuke hanyalah sedikit. Teknik yang dikuasainya pun masih
basic. Namun, cukup untuk menakut-nakuti Obito-Shisui.
Sasuke berpura-pura
tidak tahu sosok Obito yang ada di belakangnya. Ia sengaja membuat
celah, menunjukkan kelengahan pada Obito yang kini berhasil merampas
petasan Obito. Yang tidak diketahui Obito, Sasuke telah menempelkan
kertas peledak pada petasannya dan mengaktifkannya.
"Jha hha dada gaga!" Pekiknya pura-pura marah dengan bahasa bayinya.
"Jha hha dada gaga!" Pekiknya pura-pura marah dengan bahasa bayinya.
"Hey, bocah! Dengar ya!
Ini bukan mainan untuk balita. Benda ini berbahaya, bisa membuatmu
terluka. Untuk sementara, ini aku simpan." Papar Obito, berniat
menyimpan petasan itu dalam kantongnya. Sudah amat terlambat baginya
untuk menyadari bahaya yang tengah menghampirinya.
DUARRR! DUARRR! DUARR..!
Terdengar ledakan hebat
dari rumah Shisui. Suaranya menyebar luas hingga menyelimuti satu
kompleks Uchiha. Bersamaan dengan itu, terdengar jeritan, "Gyaaa..!"
Dari bunshin Shisui dan Obito untuk terakhir kalinya, sebelum menghilang
dalam kepulan asap. Tidak begitu terdengar karena teredam oleh suara
ledakan gegap gempita.
Sasuke tertawa
terkekeh-kekeh geli. Ia berhasil menipu dua bunshin kakak-kakak
sepupunya. Itu bukanlah kertas peledak. Hanya kertas peledak mainan
buatan sang aniki tercinta. Suara ledakan itu sebenarnya suara petasan
yang akan menyala otomatis saat sumbu lilinnya habis terbakar yang
diperbesar dengan speaker sehingga terdengar heboh. Asap itu berasal
dari petasan dan sisa bakaran benda-benda basah.
"Hik! Hik! Hik!
Huwee..?" Terdengar suara tangisan dari bayi normal yang ada di rumah
Shisui.
Sasuke merangkak menghampiri Naruto. Ia memanjat boks bayi Naruto dan lalu bobok di sampingnya. "Kah khga auuu gyaaa.." Anggap saja itu suara nyanyian. Meski suaranya sumbang, tidak merdu, nyatanya itu berhasil membuai Naruto ke alam mimpi.
Sasuke merangkak menghampiri Naruto. Ia memanjat boks bayi Naruto dan lalu bobok di sampingnya. "Kah khga auuu gyaaa.." Anggap saja itu suara nyanyian. Meski suaranya sumbang, tidak merdu, nyatanya itu berhasil membuai Naruto ke alam mimpi.
Poff! Poff!
Muncullah Obito dan Shisui yang asli dari udara kosong. Kelihatannya. Padahal mereka hanya bergerak cepat, nyaris mendekati kecepatan cahaya sehingga keduanya terlihat muncul begitu saja.
"Apa yang terjadi?" Ini Obito yang bertanya.
Muncullah Obito dan Shisui yang asli dari udara kosong. Kelihatannya. Padahal mereka hanya bergerak cepat, nyaris mendekati kecepatan cahaya sehingga keduanya terlihat muncul begitu saja.
"Apa yang terjadi?" Ini Obito yang bertanya.
Sasuke yang tengah
tidur-tidur ayam sambil memeluk tubuh Naruto erat, terbangun. Matanya
menyipit, marah pada duet menyebalkan versi Sasuke yakni Obito-Shisui
yang dianggapnya berkhianat karena bekerja sama dengan makhluk parasit
dalam diri Naruto. Tanpa peringatan, ia menyerang dua orang itu.
Tangannya membentuk segel untuk mengaktifkan cakranya, meniru yang
dilakukan Obito. "Katon gokyakou no jutsu!" Kata Sasuke menyebutkan jutsunya.
Obito dan Shisui menoleh
dalam gerak lambat. Mata mereka membola, terkejut. 'Sejak kapan Sasuke
tidak cadel? Sejak kapan ia bicara dengan lancar dan jelas? Dan, yang
terpenting, sejak kapan Sasuke bisa mengakses cakranya hingga ia
menguasai satu ninjutsu?' Pikir mereka. Karena terkejut dan juga syok,
keduanya terlambat menghindar. Tubuh mereka sempat terkena semburan bola
api yang mengarah pada mereka dan membuat tubuh mereka kehitam-hitaman,
tapi tidak sampai melepuh.
"GYAAA...!" Jerit keduanya heboh dan membuat rumahnya yang hancur -hanya kamar Naruto yang masih utuh- penuh dengan kumpulan orang-orang berbaju hitam. Hitae ate mereka mengkilat tertimpa sisa-sisa api yang menyala. Seakan-akan ingin menambah dramatis situasi ini, para tetua berikut hokage ketiga muncul dari balik kerumunan dikelilingi oleh para anbu yang mengawal.
"GYAAA...!" Jerit keduanya heboh dan membuat rumahnya yang hancur -hanya kamar Naruto yang masih utuh- penuh dengan kumpulan orang-orang berbaju hitam. Hitae ate mereka mengkilat tertimpa sisa-sisa api yang menyala. Seakan-akan ingin menambah dramatis situasi ini, para tetua berikut hokage ketiga muncul dari balik kerumunan dikelilingi oleh para anbu yang mengawal.
"May..may...!" Gumam Danzo dengan ekspresi abstrak di wajah tuanya. Shisui berkhayal melihat kilatan kecewa di wajah keriput pria tua penuh codet itu. "Diantara semua orang tua asuh Naru-chan..." Danzo menghembuskan nafas kecewa dan lelah. "...ini yang paling parah." Imbuhnya.
Rahang Fugaku mengeras. Oniksnya tampak lebih keruh dan ada kilatan kesedihan di sana, membuat Shisui dan Obito sedikit merasa bersalah. Sedikit ya. Nggak banyak. Lha wong bukan mereka kok yang salah. Semua ini. Kekacauan heboh ini kan ulahnya si kunyuk evil anak bungsu kesayangannya Fugaku sendiri.
"Aku tahu kewarasan
kalian memang sangat dipertanyakan..., tapi haruskah kalian membuat
kehebohan ini? Kalian sadar tidak? Kalian telah membahayakan keselamatan
Naru-chan." Katanya dengan nada datar yang mana malah membuat hati
keduanya kebat-kebit. Oniksnya melotot melihat anak bungsunya yang masih
balita ada diantara kekacauan ini. "Dan beraninya kalian. Melibatkan.
Sasuke dalam hal ini. KALIAN SUDAH BOSAN HIDUP APA?" Sembur Fugaku
meraung marah layaknya singa jantam yang mengaum karena adanya sang
agresor yang mencelakai anggota kawanannya.
Mulut Obito dan Shisui
membuka menutup, bingung mau ngomong apa? Jika hanya ada anggota
klannya, mungkin ia bisa bercerita tentang keseluruhan cerita. Tentang
keanehan Sasuke. Tapi, di sini anda anggota di luar klan yang
kesetiaannya patut dicurigai. Ada tetua pula. Membuat mereka harus
pintar-pintar mengarang cerita. Ingat! Hak asuh Naruto yang jadi
pertaruhan di sini.
"Kami bisa menjelaskannya." Kata Obito mewakili Shisui.
"Memang sudah seharusnya." Tukas Koharu sengit.
"Kita bisa bicara di tempat yang aman. Di rumah ketua klan kami."
"Baiklah." Para tetua
menyetujui mengingat rumah Shisui yang sudah tidak layak huni. Untung
saat kejadian perkara, ibunya Shisui sedang tak ada di rumah, harus
dirawat inap di rumah sakit karena kolaps, jadi Shisui untuk sementara
aman dari amukan ibunya.
Mereka berkumpul di
ruang tamu Fugaku. Para bayi sudah dipindahkan di kamar Sasuke ditemani
Itachi dan Kakashi yang turut mengawal hokage ketiga. "Kami sedang
meneliti simbol di perut Naruto." Kata Obito. Ia duduk dengan tidak
nyaman karena semua orang menatapnya seolah-olah ia monster berbahaya.
Begitu pula dengan Shisui. "Tapi, kemudian saat kami mencoba membaca isi
pesannya, ada serangan balik menyerang kami." Setengah kebenaran.
"Serangan?" Tanya Hokage ketiga resah
.
.
Obito mengangguk. "Itu perangkap. Akan aktif jika ada orang yang mencoba membacanya."
"Apa kalian berhasil membacanya?" Tanya Fugaku ingin tahu.
"Sebagian pesan." Aku Shisui.
"Apa?" Tanya Homura yang sejak tadi tidak kebagian dialog.
"Pria bertopeng misterius yang menyerang Konoha dengan mengendalikan Kyuubi adalah MADARA UCHIHA." Kata Shisui.
"JANGAN MAIN-MAIN! Itu tidak mungkin. Madara sudah tewas saat pertarungannya dengan hokage pertama." Raung Koharu geram.
"Klan Uchiha memiliki
jutsu Izanagi yang memungkinkan kami memilih akhir dari pertarungan.
Hanya sedikit yang mampu menguasainya. Untuk saat ini, hanya Madara yang
bisa. Dengan teknik Izanagi, ia berpura-pura mati, meski untuk itu ia
harus sekarat. Madara lalu bersembunyi, menghimpun kekuatan, dan
menunggu waktu yang tepat untuk tepat menyerang Konoha lagi. Itu
sebagian pesan yang berhasil kami baca. Sisanya lagi berhubungan dengan
Naruto."
"Naruto?" Tanya Hokage ketiga dengan perasaan cemas.
"Ya. Tapi, aku tak tahu
apa? Mungkin ada hubungannya dengan alasan kenapa Minato sensei menyegel
Kyuubi ke dalam tubuh Naruto dan lalu menitipkannya pada keluarga
Kagami untuk diurus." Putus Obito, tumben bijak dan dewasa.
"Kami mengerti. Kerja
kalian bagus. Kalian berhasil mengungkap sebagian misteri Naruto, tapi
kami akan lebih senang jika kau melakukannya di bawah pengawasan kami."
Sindir Koharu tajam, masih kesal karena tindakan Obito-Shisui yang
dipandang membahayakan keselamatan Naruto.
"Err, setelah ini, kalian tidak akan mengambil Naruto dariku kan?" Tanya Shisui dengan suara tercekik. Takut dan gelisah.
"Kami akan memutuskannya nanti dalam rapat." Kata Danzo tegas. Setelahnya, ia pergi dari kediaman Fugaku diikuti rekan-rekannya.
Fugaku menepuk pundak Shisui, menghiburnya. "Istirahatlah! Kau pasti lelah."
"OJi-sama. Tidak bisakah ji-sama membujuk para tetua agar tidak mengambil adikku." Pinta Shisui.
"Istirahat Shisui." Kata
Fugaku secara halus menolak. Bibir Shisui bergetar karena sedih.
"Jangan berfikir terlalu keras! Jika Naruto sudah ditakdirkan jadi
adikmu, hak asuhnya pasti jatuh ke tanganmu. Sudah sana, lekas tidur!"
"Hai'k Jii-sama!" Kata Shisui dan Obito kompak. Mereka tidur di kamar Itachi.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar