Jumat, 19 April 2019

NARU BABY : HOROR DI RUMAH SHISUI

Bagi Naruto, Sasuke itu sahabat baik yang ia sayangi. Sahabat yang selalu menemaninya bermain saat sang kakak pergi mencari nafkah keluarga dan ibunya sibuk berkutat dengan urusan rumah tangga. Ia nggak ngarepin pamannya. Daripada main sama dia, mending ia main sendiri. Paman Obitonya payah. Tidak bisa diandalkan. Sok muda. Tak mau dipanggil paman. Padahal udah tuwir. Suka godain Narutonya kebangetan pula. Makanya, ia hobi gigit rambut, tangan, dan kakinya.
Bukan berarti Sasuke nggak jahat. Ia juga sering kok jahatin Naruto. Suka bikin mewek. Menjadikan Naruto guling kesayangan buat dipeluk, ditendang dan diilerin. Dijadikan penghangat badan. Dan yang sebel, sering dijadikan korban imaginasi Sasuke yang berlebihan. Ia pernah lho lagi enak-enaknya tidur, tiba-tiba ia digosok-gosok pakai sikat terus diguyur air dingin. Jelas aja Naruto nangis sekenceng-kencengnya. Ia juga pernah  didorong Sasuke pas lagi main boneka hingga jatuh ke lubang terus tubuhnya ditumpuki pakai tanah basah. Entah apa maksudnya. Naruto senang-senang aja main tanah. Bahkan ngambil beberapa jumput dan dimasukin ke mulut. Ibunya menjerit tidak karuan dan langsung membawanya pergi. Entah apalagi yang dilakukan Sasuke padanya. Kadang menyenangkan. Tapi, tak jarang membuat ia tak nyaman. Sisanya bikin ia sakit. Namun, main dengan Sasuke tetap lebih baik dari pamannya.
Karena itulah, Naruto tak keberatan buka rahasianya pada Sasuke, sahabat terbaiknya. "Gaa ga ja ja da da ug ug.. ai..." katanya dengan bahasa bayinya sambil tepuk tangan. "Sssuuuu khaa kha ka.." katanya mengakhiri.

Terjemahannya, Tiap malam, ada seorang wanita yang sangat cantik sekali, berambut merah panjang, berbau campuran aroma teh dan melati yang menggendongnya. Ia sering menyanyi untuknya. Suaranya merdu sekali. Nomor dua setelah kakak nanasnya. Aku suka.'
Sasuke yang lebih dewasa, lebih cerdas, dan punya imaginasi lebih kuat daripada Naruto, mikir, 'Siapa orang itu?'

Ibunya Naruto aka ibu Shisui? Sasuke menggeleng sok dewasa. Bukan. Bukan oba-san. Beliau berambut hitam legam layaknya anggota klan Uchiha, bukan merah. Jadi tidak mungkin dia.

Si sinting Obito? Lupakan saja. Suaranya sumbang kayak tong kosong dipukulin. Hanya merusak gendang telinga.

Shisui? Ini lebih nggak mungkin lagi. Shisui nggak akan merendahkan diri melakukan henge jadi cewek, sebesar apapun rasa sayangnya pada Naruto.

Jadi siapa dia?
'Mencurigakan. Ini harus diselidiki.' Tekadnya dalam hati.
Malam harinya, rumah Sasuke
Sasuke tengah tidur lelap di kamarnya sambil memeluk boneka ayam jagonya di tangan kanan dan boneka dinosaurus di tangan kirinya. Sesekali, ia bergumam tidak jelas. Tiba-tiba, kedua kelopak matanya membuka, memperlihatkan iris sekelam malam tanpa bintang miliknya. Ia lalu bangun dan mendudukkan pantat semoknya di atas kasur. Tangan mungilnya mengucek-ucek kedua matanya yang agak sayu, memastikan ia betul-betul terjaga.
Kepalanya menoleh menatap tembok kamarnya yang dicat biru muda dengan hiasan berupa awan dan sebagainya. Ia bukannya mendadak tertarik pada dinding kamarnya. Bukan sama sekali bukan. Yang ditatap Sasuke adalah sesuatu yang ada di balik tembok kamarnya. Tepatnya kamar Naruto, sahabat dan mainan kesayangannya.

For your info. Kamar Sasuke berada bersebelahan dengan kamar Naruto yang hanya dipisahkan oleh dinding, sedikit tanah lapang yang ditanami bunga, dan pagar rumah terus halaman samping rumah Shisui.

{Woy bilang aja rumah tetangga. Ribet amat penjelasannya.}
Sasuke merasakan adanya cakra yang tidak wajar di kamar Naruto. Ah, bukan. Ia sudah lama menyadari adanya cakra asing yang jadi parasit di tubuh Naruto. Namun, karena cakra itu tak menyakiti Naruto, Sasuke memilih diam selama ini. Tapi, itu dulu. Sekarang beda ceritanya. Cakra asing itu mulai berulah, menunjukkan eksistensinya kepada dunia setelah sebelumnya bersembunyi di tubuh mungil Naruto.
Bagaimana Sasuke bisa tahu? Jawabnya, ia juga tidak tahu. Ia tahu begitu saja. Mungkin itu wujud dari instingnya sebagai kakak yang baik bagi Naruto. Atau, bisa jadi itu menunjukkan adanya potensi yang sangat besar dalam diri Sasuke, sebagai seorang shinobi yang hebat, kelak. Sasuke tak tahu yang mana, yang jelas ia beruntung memiliki kemampuan ini karena ia tidak yakin dua orang bodoh -Shisui & Obito- itu mampu melindungi Naru-nya, adik dan sekaligus mainan kesayangannya dari bahaya.
Sasuke memanjat boks bayinya dan turun. Ia berpegangan pada jeruji boksnya yang terbuat dari kayu untuk turun. HUP...! Ia berhasil mendarat dengan selamat sentousa tanpa kurang apapun. Selanjutnya, Sasuke merangkak keluar dari kamarnya. Tujuannya adalah kamar sang aniki tercinta. Susah payah, Sasuke membuka pintu geser kamar kakaknya dengan tangan mungilnya. Butuh perjuangan, namun ia berhasil juga. Ia merangkak masuk. Di sana, ia melihat sang kakak tengah tertidur pulas di atas kasur, sama sekali tak terganggu dengan suara berisik di luar sana.
Oniks Sasuke berbinar-binar menatap sang kakak, penuh pemujaan. Di mata Sasuke, kakaknya adalah makhluk yang sempurna. Bahkan dalam posisi tidur pun, kakaknya tetap terlihat tampan. Tidur kakaknya rapi, tepat di tengah. Baik kasur maupun selimutnya tetap terlihat rapi, tidak kusut.
Beda sekali dengan, Naruto yang tidurnya penuh gaya. Sangat berantakan. Tendang sana. Tendang sini. Guling ke kanan, ke kiri hingga berputar 180° seperti kincir angin. Lain lagi dengan Obito yang kalau tidur suka ngorok. "Grook! Grook! Grook!" Lain pula dengan Shisui yang kadang masih suka ngiler di atas bantalnya membuat lukisan 'Rayuan Pulau Kapas.' Eoh, ganteng-ganteng kok ngiler. Kasihan bantalnya. Jadi bau.
Tapi, tujuan Sasuke ke kamar kakaknya bukan untuk mengagumi gaya tidur sang kakak, melainkan mengambil sesuatu di kamar kakaknya. Sesuatu yang amat penting untuk menyempurnakan misinya, yakni menyelamatkan nyawa sang dhedhek tercinta. Karena itu, Sasuke bergerak cepat ke tempat sasarannya.
Tanpa suara, Sasuke merangkak mendekati meja belajar kakaknya. Ia berdiri dengan berpegangan pada kaki kursi dan memanjatnya. Tangan mungilnya membuka-buka laci dan tas kakaknya, mencari sesuatu. Tapi, tak ada. Ia turun dengan hati-hati. Ia beralih pada lemari sang kakak. Setelah mencari dan mengobrak-abrik isi lemari sang kakak, ia berhasil mendapatkannya. Ia menyimpannya ke dalam tas kakaknya yang sudah usang. Ia memakai tas sang kakak dan kembali merangkak. Kali ini keluar kamar. Lebih tepatnya keluar rumah.
Tujuan Sasuke selanjutnya rumah Shisui yang terletak tepat bersebelahan dengannya. Ia masuk lewat samping, dengan pertimbangan lebih cepat sampai. Ia mendesah lega dalam hati, karena sejauh ini ia berhasil menyusup ke daerah teritorial duo musuhnya, aka Shisui & Obito dengan sempurna. Buktinya, ia tidak ketahuan hingga detik ini.
Sasuke tidak langsung masuk ke dalam rumah. Ia merasakan adanya pergerakan dari pintu depan. Dahinya mengerut yang tidak sesuai dengan wajah balitanya, pertanda sedang berfikir. Gerakan si Penyusup terlalu berisik. 'Ia pasti bukan seorang shinobi,' Pikirnya. Tapi, ia memilih mengabaikan si penyusup, menganggapnya tidak berbahaya. Bahaya yang sebenarnya, ada di dalam kamar Naruto. Sasuke pun memilih memfokuskan perhatiannya pada bahaya yang ada di dalam kamar Naruto. Sasuke merayap dengan hati-hati untuk memuluskan rencana briliannya.
Kita tinggalkan Sasuke dengan rencana briliannya. Kita beralih pada penyusup-penyusup kecil yang masuk lewat pintu depan. Dugaan Sasuke benar yang menyusup itu bukan seorang shinobi, melainkan calon-calon shinobi di masa depan. Mereka -lebih dari satu orang- adalah kakak-kakak Naruto. Kita absen dulu. Ada si muka ngantuk, Shikamaru. Ada si embul, Choji. Dan, terakhir ada si bau anjing, Kiba. Ketiganya datang ke rumah Shisui yang terletak di ujung desa menunggangi anjing Kiba -punya ibunya-. Jadi cepat sampai.
Bagaimana mereka bisa berkumpul bersama?

 Ceritanya panjang. Tidak selesai diceritakan dalam satu malam. Singkatnya, ini gara-gara Minato. Ia muncul di depan ketiganya dan membuat balita-balita imut calon pemimpin klan masing-masing di masa depan mengikutinya. Entah apa yang ada di otak ganteng Minato, hingga ia melibatkan kakak-kakak Naruto dalam rencana gilanya?
Minato memang pintar mencari waktu. Kondisinya saat ini memungkinkan ia bertindak secara leluasa untuk menyukseskan rencananya. Shikaku dan Chouza sedang ada misi, sedangkan istri mereka orang biasa bukan kunoichi, jadi tak mungkin ia bisa menyadari kehadiran Minato yang memang ahli menghilang. Shikaku dan Chouza sendiri diragukan kemampuannya dalam mendeteksi Minato.

Hanya satu pihak yang sulit Minato kelabui, yakni Tsume Inuzuka. Tapi, untungnya ibunya Kiba juga ada misi. Hana, kakaknya Kiba sedang flu berat. Indra penciumannya sedang tak berfungsi. Sungguh waktu yang pas sekali.
Sampai di rumah Shisui, Shikamaru, balita tercerdas diantara ketiganya membagi tugas. Shikamaru masuk lewat depan, membuat keributan untuk memuluskan aksi menyusupnya Kiba dan Choji. Lalu, ketiganya menyerang dua orang bodoh -Obito dan Shisui- yang menurut mereka mencurigakan karena baunya sama dengan bau orang yang menyatroni rumah mereka. Selain untuk melindungi Naruto dari si Penjahat, ini juga jadi ajang balas dendam Shikamaru. Shisui telah dengan kejamnya menjauhkan Naruto dari dirinya. Ia tidak terima karena itu, ia berniat membalasnya berkali-kali lipat.

Di waktu yang sama, di dalam rumah, bunshin Obito dan Shisui merinding disco. Ia merasakan hawa tidak wajar melingkupi seluruh rumah mereka malam ini. Hawa yang membuat mereka sangat tidak nyaman. Khususnya Shisui. Ia merasa ada sepasang mata sedang mengawasinya di balik kegelapan. Mata yang menyorot keji penuh dendam. 'Semoga saja itu bukan mata sang penunggu hutan yang marah karena ia merusak kedamaian hutan kematian tadi siang untuk menyempurnakan jutsunya. Ia kan agak jeri dengan yang namanya hantu dan teman-temannya.
"Hai, Shi! Menurutmu, apa rencana Minato-sensei?" Katanya sambil ngemil di kursi ruang tamu.
"Mana ku tahu. Memangnya aku cenayang. Lagipula, ia guru pembimbingmu. Kau lebih sering menghabiskan waktu denganmu. Harusnya kau tahu."
"Haish. Kau ini. Tidak asyik. Seperti pria ubanan itu." Rutuk Obito. "Aku memang sudah lama mengikuti Minato-sensei, tapi cara pikir beliau lebih membingungkan daripada Fugaku-Danzo-Orochimaru sekaligus. Menebak isi otak mereka bertiga jauh lebih mudah daripada meraba rencana Minato-sensei. Di balik senyum prince charmingnya, tersembunyi otak liciknya." Kata Obito buka-bukaan. Entah itu pujian atau sindiran.
"Aku tak perduli, selama rencananya ini tidak menjauhkanku dari Naruto."
"Uwach. Kau betulan cinta mati ama Naruto? Ati-ati tuch. Jangan sampai dalam banget, lah. Entar kamu sendiri yang sakit hati."
"Apa maksudmu?" Sergah Shisui dengan mata memicing.
 
"Ya gitu dech. Ntar juga tahu sendiri."
Shisui mencengkram kerah baju Obito geram. Diantara semua lawakan tak bermutu Obito, ini yang paling kejam. Naruto itu adiknya. Titik. Dan, tak ada yang boleh merebutnya.
"Woy sabar, Shi! Nggak usah ngamuk napa? Lepasin tanganmu dari leherku, Shi! Aku tak bisa nafas. Kalau aku mati, nanti kau nggak punya kakak super ganteng dan keren sepertiku lho." Goda Obito.
Shisui mendengus. Perutnya bergolak mual. 'Pede amat sih Uchiha wannabe ini.' Pikirnya jijik.

"Lekas katakan! Apa maksudmu?"
"Naruto itu punya banyak kakak yang sayang banget padanya. Dengan kesibukanmu, kau akan jarang bersama Naruto. Diambil dech kedudukanmu ama yang lain. Lama kelamaan posisi brother the bestmu di hati Naruto akan digeser orang lain. Sasuke contohnya."
"Tidak boleh." Raung Shisui geram. Ia tak mau kedudukannya dicolong si kepala Ayam. Sampai mati pun, ia nggak ridho.
Obito menepuk pundak Shisui sok simpatik. "Tenang. Kau masih ada kesempatan."
"Caranya?"
"Buatkan saja Naru-chan adik, sebagai teman mainnya."
Shisui melotot. Tanpa ampun ia memukuli sepupu setannya berikut ajaran sesatnya. Makhluk sesat itu memang butuh diservice otaknya agar bisa kembali ke jalan yang benar. Shisui kan baru 10 tahun, masak disuruh punya anak. Mimpi basah aja belum. Gimana bisa bikin anak? Brengsek tuch! Dasar setan!
"Ampun Shi, ampun. Adududuh..... ! Aku kan hanya bercanda."
"Candaanmu mengandung virus sesat."
"Yei, kau aja yang pikirannya cabul. Kecil-kecil sudah mesum. Maksudku, buatkan Naruto boneka anak biar ia punya teman main dan nggak terlalu lengket sama Sasuke."
"Salahmu sendiri menggunakan bahasa ambigu." Balas Shisui tidak terima.
BRAAK!
Pertengkaran mereka disela oleh suara gaduh dari pintu depan. Sontak, keduanya menghentikan pertengkaran tidak penting mereka. Mata mereka menatap waspada pintu depan. Tampak sepasang mata muncul dari balik dinding mengintip mereka. Ukuran matanya kecil seperti biji sawo, alias kecik, tapi sorotnya tajam dan juga keji. Tak lama kemudian dinding rumah Shisui yang hanya dari selembar tripleks pun ambruk, memperlihatkan tubuh yang tadi bersembunyi di baliknya. Lalu melangkahlah balita yang Shisui tahu paling jutek dan paling malas se-Konoha dengan gaya angkuhnya memasuki ruangan.
"Shikamaru?" Beo Shisui terkejut. Belum sempat ia bertanya, Shikamaru sudah meleparinya dengan kerikil, batu-batuan, ranting, hingga gumpalan kertas, membuat kedua bunshin itu melompat-lompat lincah yang membuatnya terlihat seperti orang yang sedang menari. Shika biasa berlatih melempari target -Choji dan Ino-. Sttt yang ini jangan bilang kedua orang tua mereka.  Jadi lemparannya hampir 100% tepat sasaran. Dan, yang paling horor, Shika melemparkan popok wadah ompolnya pada Shisui dan Obito. "GYAAA..!" Jerit keduanya pontang-panting menghindar.
Belum selesai urusannya dengan Shikamaru, muncul balita lain yang muncul secara mendadak melompat ke arah mereka dan memeluk erat. Baca menancapkan gigi mereka yang baru tumbuh beberapa ke kaki jenjang bunshin Shisui dan Obito. Shikamaru menyusul belakangan. Meski balita gigitannya mantap, kayak digigit semut rang-rang. Nyut-nyutan.
"Astaga! Ada apa dengan balita-balita ini? Memangnya ini lagi musim balita menggila ya?" Pekik Obito berusaha melepaskan diri dari Kiba dan Choji. Ia sudah pengalaman digigit couple setan cilik aka SasuNaru. Jadi ia tak begitu kesulitan. Beda dengan Shisui yang antara tak tega dan pingin nabok si bayi paling imut versinya Yoshino Nara.
Anjing bernama Kuro yang tadi jadi tunggangan tiga balita itu tak bisa berbuat banyak. Ia hanya menonton tanpa niat membantu karena dua alasan. Pertama, Uchiha memiliki aura dan bau yang para anjing benci, yakni bau kesuraman. Kedua, meski dingin dan suram, kedua Uchiha muda itu tak berniat menyakiti tuan mudanya.
Sepuluh menit kemudian, kedua bunshin itu berhasil meringkus ketiga penyusup mungil kita. Obito menenteng kanan dan kirinya, Kiba dan Choji, sedangkan Shikamaru digendong Shisui. "Hey, bocah! Kalian kenapa kelayapan tengah malam buta gini? Ortumu ngapain aja sampai nggak tahu anaknya ngilang?" Obito memborbardir balita-balita itu dengan pertanyaan demi pertanyaan.
"Khau jaja jha aat..!" Shikamaru yang menjawab.
Obito balik badan, menoleh pada Shisui. "Kamu ngerti?"
"Aku bukan penerjemah bahasa bayi. Tanya gih sama ahlinya. Itu lho pawang gagak." Balas Shisui seenak udelnya sendiri.
Obito senyum-senyum tidak jelas. Akhirnya, Shisui bisa melawak juga. Tak sia-sia ia mengkadernya dari orok. "Kita balikin mereka ke asalnya." Kata Obito kemudian.
"Lalu, Naru-chan?"
"Kan ada Minato-sensei."
"Terserah. Jaa!" Pamitnya menghilang dalam kepulan asap, diikuti Obito.
Yang tidak mereka ketahui adalah adanya penyusup lain yang masih tertinggal. Sasuke keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mulai mengeluarkan barang-barang dari dalam tasnya dan mengubah rumah Shisui menjadi penuh jebakan. Kecuali kamar Naruto dan tempat persembunyiannya. Kamar dedeknya bersih. Sasuke tersenyum bangga akan kegeniusan otaknya. Sekarang tinggal menunggu dua badut itu datang.
Sepuluh menit kemudia, mereka tiba. Dengan santai, Obito berniat membuka pintu yang sebetulnya sia-sia karena dinding di sebelah pintunya udah jebol. Tapi, Obito nggak mau lewat lubang dinding yang menganga lebar. 'Nggak elit.' Pikirnya. "Ouch..!" Pekiknya terkejut.
"Ada apa?" Tanya Shisui yang ada di belakangnya.
"Tanganku seperti digigit ratusan semut saat menyentuh pintu ini." Obito mengedarkan pandanganya. Rumahnya terlihat berbeda. "Ati-ati Shi!" Shisui mengangkat sebelah alisnya, bertanya dalam isyarat.

"Ada yang tidak beres. Aku mencium bahaya." Imbuhnya dan masuk dengan ekstra hati-hati melalui lubang dinding yang dibuat Shikamaru.
Ketika kaki Obito menginjakkan kakinya di rumah ia merasakan sesuatu berbentuk bulat dan licin. 'Benda apa yang ku injak?' Batinnya tidak nyaman. Mata oniksnya jelalatan, menatap tiap sudut rumah mencari sesuatu yang mencurigakan. Belum juga melangkah jauh, ia merasa lantai di bawahnya berguncang. Tubuh Obito bergoyang-goyang karena ketidak stabilan lantai di bawahnya. Ia berusaha menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada sesuatu yang bisa dijangkaunya.

Tepatnya pintu yang ada di balik punggungnya. Lalu, peristiwa itu terulang lagi. Tubuhnya seperti kesetrum aliran listrik, menimbulkan linu-linu dan nyeri di sekujur tubuhnya. "Ouch!" Jeritnya sebelum ambruk ke tanah, menimpa batu-batu bulat berukuran kecil dalam jumlah banyak. Sakitnya? Tolong jangan tanya. Itu sakit banget.
Shisui geleng-geleng kepala, menyayangkan nasib malang kakak sepupunya. Tak mau bernasib sial seperti Obito, ia pun menatap penuh selidik tiap penjuru rumahnya. "Oh, my God!" Serunya terkejut.

"Ada penyusup lain." Katanya dengan rasa panik mencengkram hatinya kuat-kuat. "Ia memasang banyak perangkap di rumah ini."
"Bagaimana bisa? Kita pergi tak lebih dari sepuluh menit."
"Karena itu, ati-atilah!" Shisui kini memasang wajah seriusnya. Dengan teknik ninjanya yang mumpuni, ia berhasil menyingkirkan semua perangkap. Dibantu Obito. Kaki jenjangnya dengan langkah cepat menuju kamar Naruto. Ia menarik nafas lega, melihat dedek manisnya tidur dengan damai di boks bayi. Meski lelah dengan semua kejadian di rumah ini, ia tak mengeluh. Selama Naruto baik-baik saja, maka ia pun akan baik-baik saja. Tangannya mengusap pipi gembil Naruto.
Sreet..! Sreeett..! Sreeet..! Suara ganjil memasuki gendang telinganya. Sesuatu sedang diseret di lantai. Refleks, Shisui mengeratkan genggamannya pada kunainya. Awalnya, suaranya terdengar jauh. Lalu, suaranya kian terdengar jelas, seolah benda itu sedang menghampiri tempat mereka.
Deg! Deg! Deg!
Jantung Obito dan Shisui berdebar kencang. Bulir-bulir keringat dingin menggantung di pelipis keduanya. Matanya waspada dengan segala kemungkinan. Lalu, sosok itu kini sudah ada di hadapan mereka. Di waktu yang sama, suara benda yang diseret pun berhenti. Mereka terkejut, hingga hampir lompat dari tempat mereka berdiri. Bagaimana tidak? Di sana, mereka melihat seorang balita tengah merangkak melewati pintu kamar dengan jumawanya. "SASUKE!" Pekik bunshin Obito dan Shisui dengan kompaknya. Keduanya menatap horor Sasuke.
'Ngapain bayi suram itu ke sini?' Batin Bunshin Shisui.
'Pawang bayi kemana ya? Kok monster cilik tukang ngecesnya dibiarin kelayapan malam-malam seorang diri.' Pikir Obito. Ia merujuk pada dua bersaudara, anak pasangan Mikoto-Fugaku.
Akan tetapi, bukan kehadiran Sasuke di rumah Shisui, lebih tepatnya lagi kamar Naruto di jam-jam mencurigakan, yakni tengah malam seperti ini yang membuat Shisui dan Obito melotot horor. Melainkan sesuatu di tangan Sasuke. 'Dasar monster!' Rutuk keduanya antara ngeri dan takjub.

Bagaimana tidak? Balita berumur sembilan bulan dua minggu yang baru bisa merangkak itu dengan santai menggenggam petasan ukuran lumayan. Lumayan untuk membangunkan seisi rumahnya.
Obito bergerak hati-hati, berusaha merebut petasan dari tangan Sasuke. Meski hanya seorang bayi, Sasuke tetap perlu diwaspadai. Tubuh boleh bayi. Tapi, tatapan matanya dan auranya itu bukan tatatapan seorang bayi. Sorot matanya mirip sorot mata seorang shinobi gaek yang telah malang melintang di dunia ini.
Dugaan Obito tepat. Saat ini, yang menguasai tubuh Sasuke adalah reinkarnasi cakra yang sudah berumur ribuan tahun lamanya. Cakra itu bangun dipicu oleh bahaya yang mengancam Naruto. Jiwa melindunginyalah yang menyebabkannya bangkit dari tidur panjangnya. Itu cakra Indra Ootsuki, pendiri klan Uchiha yang telah tewas ribuan tahun lamanya. Karena faktor usia, cakra yang berhasil ditarik Sasuke hanyalah sedikit. Teknik yang dikuasainya pun masih basic. Namun, cukup untuk menakut-nakuti Obito-Shisui.
Sasuke berpura-pura tidak tahu sosok Obito yang ada di belakangnya. Ia sengaja membuat celah, menunjukkan kelengahan pada Obito yang kini berhasil merampas petasan Obito. Yang tidak diketahui Obito, Sasuke telah menempelkan kertas peledak pada petasannya dan mengaktifkannya.

"Jha hha dada gaga!" Pekiknya pura-pura marah dengan bahasa bayinya.
"Hey, bocah! Dengar ya! Ini bukan mainan untuk balita. Benda ini berbahaya, bisa membuatmu terluka. Untuk sementara, ini aku simpan." Papar Obito, berniat menyimpan petasan itu dalam kantongnya. Sudah amat terlambat baginya untuk menyadari bahaya yang tengah menghampirinya.

DUARRR! DUARRR! DUARR..!
Terdengar ledakan hebat dari rumah Shisui. Suaranya menyebar luas hingga menyelimuti satu kompleks Uchiha. Bersamaan dengan itu, terdengar jeritan, "Gyaaa..!" Dari bunshin Shisui dan Obito untuk terakhir kalinya, sebelum menghilang dalam kepulan asap. Tidak begitu terdengar karena teredam oleh suara ledakan gegap gempita.
Sasuke tertawa terkekeh-kekeh geli. Ia berhasil menipu dua bunshin kakak-kakak sepupunya. Itu bukanlah kertas peledak. Hanya kertas peledak mainan buatan sang aniki tercinta. Suara ledakan itu sebenarnya suara petasan yang akan menyala otomatis saat sumbu lilinnya habis terbakar yang diperbesar dengan speaker sehingga terdengar heboh. Asap itu berasal dari petasan dan sisa bakaran benda-benda basah.
"Hik! Hik! Hik! Huwee..?" Terdengar suara tangisan dari bayi normal yang ada di rumah Shisui.

Sasuke merangkak menghampiri Naruto. Ia memanjat boks bayi Naruto dan lalu bobok di sampingnya. "Kah khga auuu gyaaa.." Anggap saja itu suara nyanyian. Meski suaranya sumbang, tidak merdu, nyatanya itu berhasil membuai Naruto ke alam mimpi.
Poff! Poff!

 Muncullah Obito dan Shisui yang asli dari udara kosong. Kelihatannya. Padahal mereka hanya bergerak cepat, nyaris mendekati kecepatan cahaya sehingga keduanya terlihat muncul begitu saja.

"Apa yang terjadi?" Ini Obito yang bertanya.
Sasuke yang tengah tidur-tidur ayam sambil memeluk tubuh Naruto erat, terbangun. Matanya menyipit, marah pada duet menyebalkan versi Sasuke yakni Obito-Shisui yang dianggapnya berkhianat karena bekerja sama dengan makhluk parasit dalam diri Naruto. Tanpa peringatan, ia menyerang dua orang itu. Tangannya membentuk segel untuk mengaktifkan cakranya, meniru yang dilakukan Obito. "Katon gokyakou no jutsu!" Kata Sasuke menyebutkan jutsunya.
Obito dan Shisui menoleh dalam gerak lambat. Mata mereka membola, terkejut. 'Sejak kapan Sasuke tidak cadel? Sejak kapan ia bicara dengan lancar dan jelas? Dan, yang terpenting, sejak kapan Sasuke bisa mengakses cakranya hingga ia menguasai satu ninjutsu?' Pikir mereka. Karena terkejut dan juga syok, keduanya terlambat menghindar. Tubuh mereka sempat terkena semburan bola api yang mengarah pada mereka dan membuat tubuh mereka kehitam-hitaman, tapi tidak sampai melepuh.

"GYAAA...!" Jerit keduanya heboh dan membuat rumahnya yang hancur -hanya kamar Naruto yang masih utuh- penuh dengan kumpulan orang-orang berbaju hitam. Hitae ate mereka mengkilat tertimpa sisa-sisa api yang menyala. Seakan-akan ingin menambah dramatis situasi ini, para tetua berikut hokage ketiga muncul dari balik kerumunan dikelilingi oleh para anbu yang mengawal.

"May..may...!" Gumam Danzo dengan ekspresi abstrak di wajah tuanya. Shisui berkhayal melihat kilatan kecewa di wajah keriput pria tua penuh codet itu. "Diantara semua orang tua asuh Naru-chan..." Danzo menghembuskan nafas kecewa dan lelah. "...ini yang paling parah." Imbuhnya.

Rahang Fugaku mengeras. Oniksnya tampak lebih keruh dan ada kilatan kesedihan di sana, membuat Shisui dan Obito sedikit merasa bersalah. Sedikit ya. Nggak banyak. Lha wong bukan mereka kok yang salah. Semua ini. Kekacauan heboh ini kan ulahnya si kunyuk evil anak bungsu kesayangannya Fugaku sendiri.
"Aku tahu kewarasan kalian memang sangat dipertanyakan..., tapi haruskah kalian membuat kehebohan ini? Kalian sadar tidak? Kalian telah membahayakan keselamatan Naru-chan." Katanya dengan nada datar yang mana malah membuat hati keduanya kebat-kebit. Oniksnya melotot melihat anak bungsunya yang masih balita ada diantara kekacauan ini. "Dan beraninya kalian. Melibatkan. Sasuke dalam hal ini. KALIAN SUDAH BOSAN HIDUP APA?" Sembur Fugaku meraung marah layaknya singa jantam yang mengaum karena adanya sang agresor yang mencelakai anggota kawanannya.
Mulut Obito dan Shisui membuka menutup, bingung mau ngomong apa? Jika hanya ada anggota klannya, mungkin ia bisa bercerita tentang keseluruhan cerita. Tentang keanehan Sasuke. Tapi, di sini anda anggota di luar klan yang kesetiaannya patut dicurigai. Ada tetua pula. Membuat mereka harus pintar-pintar mengarang cerita. Ingat! Hak asuh Naruto yang jadi pertaruhan di sini.
"Kami bisa menjelaskannya." Kata Obito mewakili Shisui.
"Memang sudah seharusnya." Tukas Koharu sengit.
"Kita bisa bicara di tempat yang aman. Di rumah ketua klan kami."
"Baiklah." Para tetua menyetujui mengingat rumah Shisui yang sudah tidak layak huni. Untung saat kejadian perkara, ibunya Shisui sedang tak ada di rumah, harus dirawat inap di rumah sakit karena kolaps, jadi Shisui untuk sementara aman dari amukan ibunya.
Mereka berkumpul di ruang tamu Fugaku. Para bayi sudah dipindahkan di kamar Sasuke ditemani Itachi dan Kakashi yang turut mengawal hokage ketiga. "Kami sedang meneliti simbol di perut Naruto." Kata Obito. Ia duduk dengan tidak nyaman karena semua orang menatapnya seolah-olah ia monster berbahaya. Begitu pula dengan Shisui. "Tapi, kemudian saat kami mencoba membaca isi pesannya, ada serangan balik menyerang kami." Setengah kebenaran.
"Serangan?" Tanya Hokage ketiga resah
.
Obito mengangguk. "Itu perangkap. Akan aktif jika ada orang yang mencoba membacanya."
"Apa kalian berhasil membacanya?" Tanya Fugaku ingin tahu.
"Sebagian pesan." Aku Shisui.
"Apa?" Tanya Homura yang sejak tadi tidak kebagian dialog.
"Pria bertopeng misterius yang menyerang Konoha dengan mengendalikan Kyuubi adalah MADARA UCHIHA." Kata Shisui.
"JANGAN MAIN-MAIN! Itu tidak mungkin. Madara sudah tewas saat pertarungannya dengan hokage pertama." Raung Koharu geram.
"Klan Uchiha memiliki jutsu Izanagi yang memungkinkan kami memilih akhir dari pertarungan. Hanya sedikit yang mampu menguasainya. Untuk saat ini, hanya Madara yang bisa. Dengan teknik Izanagi, ia berpura-pura mati, meski untuk itu ia harus sekarat. Madara lalu bersembunyi, menghimpun kekuatan, dan menunggu waktu yang tepat untuk tepat menyerang Konoha lagi. Itu sebagian pesan yang berhasil kami baca. Sisanya lagi berhubungan dengan Naruto."
"Naruto?" Tanya Hokage ketiga dengan perasaan cemas.
"Ya. Tapi, aku tak tahu apa? Mungkin ada hubungannya dengan alasan kenapa Minato sensei menyegel Kyuubi ke dalam tubuh Naruto dan lalu menitipkannya pada keluarga Kagami untuk diurus." Putus Obito, tumben bijak dan dewasa.
"Kami mengerti. Kerja kalian bagus. Kalian berhasil mengungkap sebagian misteri Naruto, tapi kami akan lebih senang jika kau melakukannya di bawah pengawasan kami." Sindir Koharu tajam, masih kesal karena tindakan Obito-Shisui yang dipandang membahayakan keselamatan Naruto.
"Err, setelah ini, kalian tidak akan mengambil Naruto dariku kan?" Tanya Shisui dengan suara tercekik. Takut dan gelisah.
"Kami akan memutuskannya nanti dalam rapat." Kata Danzo tegas. Setelahnya, ia pergi dari kediaman Fugaku diikuti rekan-rekannya.
Fugaku menepuk pundak Shisui, menghiburnya. "Istirahatlah! Kau pasti lelah."
"OJi-sama. Tidak bisakah ji-sama membujuk para tetua agar tidak mengambil adikku." Pinta Shisui.
"Istirahat Shisui." Kata Fugaku secara halus menolak. Bibir Shisui bergetar karena sedih. "Jangan berfikir terlalu keras! Jika Naruto sudah ditakdirkan jadi adikmu, hak asuhnya pasti jatuh ke tanganmu. Sudah sana, lekas tidur!"
"Hai'k Jii-sama!" Kata Shisui dan Obito kompak. Mereka tidur di kamar Itachi.


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar