Rabu, 17 April 2019

Naru Baby : Naruto dan Klan Nara

Yoshino seorang ibu muda yang beruntung. Ia baru saja dianugerahi seorang anak laki-laki yang ia beri nama Shikamaru. Bayinya cukup tampan dan sudah memiliki ciri-ciri seorang Nara yakni wajah yang maskulin, janggut yang runcing, mata yang agak sipit sayu mirip mata orang ngantuk namun cerdas, dan model rambut yang menyerupai ayahnya. Sungguh, Shikamaru seorang Nara sejati. Hanya satu kekurangan Shikamaru, yakni... Shikamaru memiliki wajah yang tidak imut.
Wajah Si kecil Shikamaru seperti wajah orang dewasa yang terjebak dalam wujud bayi. Ekspresinya itu lho, selalu saja muram, sinis, dan tidak ada imut-imutnya. Apalagi menggemaskan ala-ala bayi. It' so far. Itu membuat siapapun yang melihat Shikamaru tidak akan menjerit jingkrak-jingkrak karena gemas. Yang ada, mereka malah menjauhi karena tak ingin tertular aura kelam Shikamaru. 'Masih bayi kok udah suram. Gimana gedhenya,' batin mereka sambil bergidik, iba pada anak pasangan Shikaku-Yoshino.
Selain kekurangan dalam hal wajah, Shikamaru juga mewarisi watak pemalas ayahnya. Haaahh.... Yoshino menghela nafas. Ia juga bisa mati bosan jika harus menunggui babynya yang sepanjang waktu tidur terus. Malam hari tidur. Bangun sebentar, mandi lalu tidur. Agak siang, bangun karena BAB, ganti popok, tidur lagi. Begitu seterusnya. Pekerjaan Shikamaru adalah tidur, tidur, dan tidur. Mimik susunya pun sambil tidur. Itu pun harus dipaksa ibunya. Haahhh..., sungguh bayi yang pemalas.
Di samping sifat malas, Shikamaru juga memiliki karakter yang unik. Shikamaru tidak seperti bayi normal lainnya yang gemar menangis jika menginginkan sesuatu atau lapar. Shikamaru mengekspresikannya dengan aksi diam. Ngompol hingga popoknya tembus, diam. BAB diam. Lapar diam. Mau susu diam. Tidak suka pakaian yang dikenakan diam. Air mandinya kurang hangat, diam. Diciluk bak sampai bibir jontor pun Shikamaru tak bergeming, tetap saja diam. Dikelitikin pun tidak mempan, masih saja diam. Bahkan sampai jatuh sakit pun, Shikamaru masih memilih diam. Hadeuh. Entah karena dia ini bayi tipe pendiam atau bayi pemalas tingkat dewa yang saking malasnya, bersuara pun malas.
Ibunya jelas khawatir bukan kepalang dengan keunikan bayinya itu. Takut macam-macam. Takut anaknya bisu. Takut anaknya autis. Takut anaknya idiot. Takut mental anaknya terganggu dan berbagai ketakutan lainnya, membuat ibu muda satu anak ini tidak pernah bisa tidur dengan tenang. Selalu saja gelisah memikirkan ketidak normalan putranya.
Berbagai cara sudah Yoshino lakukan untuk menormalkan perilaku anaknya, dari yang wajar sampai yang gila. Mengajak bayi bicara sudah. Bukannya berhasil, Yoshino malah dicap gila karena bicara sendiri. Mana dikacangin dan ditinggal tidur anaknya pula. Iyuh... ngenesnya.
Tak putus asa. Yoshino memancing kecerdasan language anaknya dan jiwa sosialnya dengan cara mengakrabkanya dengan sesama balita anak temannya. Dan hasilnya kwak...kwak.... sangatlah mengecewakan.
Waktu dideketin dengan Ino anak Inoichi rekan setim suaminya, Shikamaru menjejalkan kedua kaki gemuknya ke mulut Ino hanya karena ia terganggu oleh suara tangisan Ino yang melengking tinggi. Kasihan bayi cantik malang itu. Ino sampai tersedak, kehabisan nafas gara-gara ulah Shikamaru. Sejak itulah, pintu rumah Inoichi tertutup untuk Shikamaru. Di mata Inoichi, Shikamaru tak ubahnya bayi monster yang mau merenggut nyawa putri kesayangannya.
Lain Ino, lain pula Choji, putra Chouza yang juga masih rekan setim suaminya. Choji sebetulnya bukanlah bayi cengeng yang gampang menangis seperti Ino. Choji cukup anteng selama ada makanan di mulutnya. Saking hobinya makan, tangan si bayi nyaris tak pernah kosong. Itu bukan masalah sebetulnya. Sampai suatu hari Choji kehabisan stok makanan, sedangkan ibunya belum juga datang memberinya camilan.
Choji yang kelaparan resah, bergulung-guling hingga tidak sengaja mengganggu tidur cantik ah salah tidur gantengnya Shikamaru. Shikamaru yang marah, entah bagaimana berhasil melepas popoknya yang penuh ompolnya ke mulut Choji. Gilanya, Choji bukannya melepasnya malah dikunyah-kunyah layaknya kudapan. Euy.., sungguh pemandangan yang menjijikan. Untung isinya hanya ompol. Bisa gawat kan kalau ada bekas BAB nya pula. Please jangan dibayangin ya! Njijiki.
Karena strategi berteman gagal, Yoshino mencoba cara gila. Yoshino melempar balitanya dari lantai dua agar putranya menangis layaknya bayi normal. Tapi, Shikamaru masih juga tidak menjerit ataupun menangis. Bersuara aja enggak. Ia hanya menatap sayu ibunya yang menjerit-jerit panik. Untunglah, Shikaku datang tepat waktu. Shikamaru berhasil diselamatkan dengan Kagemane no jutsunya. Kalau tidak entah apa yang terjadi.
Semenjak itu, Yoshino menyerah. Ia kapok. Ia membiarkan saja perilaku aneh anaknya. 'Nanti juga sembuh sendiri,' pikirnya karena menurut psikiater, Shikamaru termasuk bayi yang normal. Ia hanya pemalas yang saking malasnya, bersuara pun ia tidak mau.
Lalu sesuatu berubah. Kyuubi tiba-tiba mengamuk, menyerang desa secara membabi buta, memaksa sebagian besar penduduk sipil Konoha mengungsi. Untuk pertama kalinya Shikamaru menangis ketakutan. Yoshino yang melihatnya bukannya menenangkan anaknya malah tertawa girang sambil joget-joget ababil. Ia bahkan bersiap mau masak banyak untuk syukuran, sebelum dibentak suaminya yang menyuruhnya bergegas mengungsi.
Namun, kebahagiaannya tidak berlangsung lama. Sahabat baiknya, calon besannya, dinyatakan gugur dalam medan pertempuran dan meninggalkan anak mereka yang baru lahir untuk selamanya. Yoshino berduka pakai sangat. Ia ingat, ia menangis seharian penuh hingga matanya sembab. "Kushina," gumamnya lirih diantara isak tangisnya membelai batu peringatan yang tertulis nama Kushina di dekat kuil dengan tangan gemetaran. Karena satu lain hal, makam Kushina dan Minato terpisah jauh.
"Relakanlah dia, anata. Ia sudah damai di alam sana," hibur Shikaku.
"Aku tahu, tapi..." Yoshino menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "....dadaku rasanya sesak. Aku masih tak percaya, ia sudah pergi. Rasanya baru kemarin kami masih ngobrol seru. Ketawa-ketiwi bersama sambil membicarakan perjodohan anak kita jika anak yang dikandung Kushina perempuan. Tapi, kini... Ia terbaring di dalam tanah, di ranjang terakhirnya yang dingin dan beku,"
Shikaku menghela nafas muram. Bukan hanya Yoshino yang kehilangan, tapi ia juga. Ia telah kehilangan rekan, pemimpin, dan sahabat yang baik seperti Minato. "Jangan tangisi yang sudah mati, tapi kasihanilah yang hidup. Mereka jauh lebih berhak menyita perhatianmu daripada yang sudah tenang di alam sana,"
Yoshino diam menyimak. Benaknya mencerna nasehat suaminya. Lalu, ia teringat pada anak Kushina. Wajahnya pias. "Bagaimana dengan anaknya Kushina? Apa d-dia...?"
"Dia selamat."
"Lalu dimana dia? Siapa yang akan merawat..." Yoshino menutup mulutnya dengan nata terbelalak. "J-jangan bilang k-kalau Naru-chan akan diserahkan ke..." Bulir air mata itu kembali menetes membasahi pipinya. Yoshino menggigit bibir bagian bawahnya. "...panti," imbuhnya lirih.
"Mungkin,"
Yoshino menarik lengan baju suaminya. "Tidak. Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi. Aku tidak rela anak Kushina di panti, sedangkan aku masih hidup." Kata Yoshino berapi-api. "Lakukan sesuatu Shika-kun! Ku mohon!"
"Memangnya, apa yang kau inginkan? Kau ingin merawatnya?"
"Kenapa tidak? Kushina sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Anata..." Sorot mata Yoshino melembut, menatap suaminya penuh harap.
"Iya-iya. Aku akan mengajukan permintaan orang tua asuh pada Hokage-sama,"
"Terima kasih, Anata. Kau memang selalu bisa diandalkan." Kata Yoshino sambil memeluk suaminya erat, membuat Shikamaru yang ada dalam gendongannya terbangun. Mata kuacinya menatap kedua orang tuanya dengan ekspresi bosan, lalu tidur lagi.
Sepulang dari acara pemakaman, Shikaku mengajukan surat permintaan secara resmi. Ia tidak sendiri. Shisui mewakili ibunya, Chouza, dan Hana yang mewakili ibunya juga melakukan hal yang serupa. Mereka berminat merawat Naru-chan. Khususnya Shisui yang sangat berharap membawa Naruto yang sudah diklaim sebagai adik bayinya hari itu juga. Melihat binar di mata kelamnya, Shikaku jadi tak tega melihat wajah kecewanya saat permintaan Shisui ditolak.
Mereka menunggu pengumuman sehari setelahnya. Hokage-sama memberikan mereka masing-masing satu kesempatan untuk merawat Naruto selama sebulan. Yang terbaiklah yang nantinya akan mendapat hak asuh Naruto sampai Naruto cukup umur untuk hidup mandiri. Shikakulah yang mendapat giliran pertama.
Yoshino senang bukan kepalang saat Shikaku datang dengan membawa Naruto dalam gendongannya. Ia segera mengambil buntalan kain yang berisi bayi dari gendongan suaminya. Ia ciumi pipi gembil bayi berambut pirang yang diberi nama Naruto dengan penuh sayang. Ia menciuminya bertubi-tubi hingga tubuh mungil Naruto menggeliat tidak nyaman. Naruto pun membuka mata bulatnya, memandang sosok wanita dewasa yang tengah menggendongnya. Mulut mungilnya terbuka lebar, mencari sesuatu. Air liurnya keluar membasahi baju Yoshino.
"Kau lapar, ya?" Godanya sambil membuka kancing bajunya dan mengarahkan Naruto pada dadanya. Naruto dengan rakus langsung menyedot susunya karena lapar. Setelah kenyang, Naruto muntah, mengeluarkan sebagian susunya. Yoshino membersihkan bekas muntahan itu dengan telaten.
"Kita mandi dulu ya. Kamu bau. Bau asem dan ompol," kata Yoshino bermonolog sambil menggendong Naruto ke kamar mandi. "Anata tolong bawa barang-barang Naru-chan ke kamar. Aku mau memandikan Naru-chan dulu. Sudah waktunya ia mandi,"
"Iya." Balas suaminya nurut.
"Ayo mandi," katanya seraya membuka kain bedong yang membungkus Naruto. Ia bersenandung sambil memandikan. Naruto kelihatan senang. Ia menendang-nendang kedua kaki mungilnya. Air berkecipak membuat Naruto semakin girang. Yoshino tersenyum melihatnya. 'Ini baru bayi. Nggak seperti yang ono,' batinnya melirik putra kandungnya sendiri.
Selesai dimandikan, Naruto dibawa ke kamar untuk Naruto dan Shikamaru. Shikamaru tampak tidur pulas di atas futonnya. Yoshino tersenyum tipis. Ia meletakkan Naruto yang terbungkus handuk di atas futon. Ia menggeledah tas Naruto mencari pakaian yang cocok. "Kushina memang pintar. Bajunya lucu-lucu. Naru-chan pasti akan tambah imut mengenakan baju-baju ini," gumamnya.
Selesai berpakaian dan mimik susu lagi, mata Naruto sudah mulai sayu. Ia mengantuk. Bayi seusia Naruto memang mudah ngantuk, meski tidurnya -saat siang hari- jarang lelap. Yoshino lalu menidurkannya di samping Shikamaru. Setelahnya ia keluar kamar untuk mengurus suaminya.
Shikamaru terbangun. Mata kuacinya melihat sekelilingnya. 'Ada yang beda,' batinnya. Ia lalu menangkap si pirang mungil tengah tidur di sampingnya. Shika menggeram kesal, mengira ia si pirang yang sama yang mulutnya ia sumpal dengan kakinya. Shika bangun dari tidurnya lalu duduk.

Mata kuacinya tak lepas dari Naruto. Kakinya menyenggol baca menyepak tubuh mungil Naruto dan membuat Naruto terbangun. Kelopak matanya membuka secara perlahan dalam gerak lambat,  memperlihatkan iris bundar berwarna biru langit pada Shika. Safirnya yang bundar menatap lucu mata kuachi Shika. 'Indah,' batinnya sambil bersemu merah. Itu sesuatu paling indah yang pernah dilihatnya.
Mulut Naruto membuka. Bibirnya bergetar. Sepertinya ia akan menangis. Berbeda dengan bayi pirang sebelumnya yang suaranya cempreng menyakitkan telinga. Suara tangisan Naruto terdengar merdu di telinga, seperti sedang menyanyi. Shikamaru sampai terpesona.
Puk puk puk... Shikamaru menepuk paha Naruto lembut, berusaha menenangkan Naruto. Tangannya yang lain membelainya. Naruto merasa nyaman dan ia pun tidur lagi. Shikamaru ikut rebahan di sebelahnya. Tangannya memeluk Naruto seolah-olah ingin melindunginya.
Yoshino yang melihatnya tersenyum. Tadinya ia cemas Shikamaru akan menjahati Naruto seperti ia menjahati Ino dan Choji. Dugaannya salah. Shikamaru malah bersikap baik dan melindungi layaknya kakak pada adiknya.
Sejak hari itu, Shika mulai mengurangi aktivitas tidurnya. Ia bangun paling awal hanya untuk melihat Naru-chan menggeliat-geliat lucu, menendang-nendang selimutnya, sebelum menangis minta susu. Habis minum susu, Naruto biasanya dimandikan. Shika akan merangkak ke kamar mandi, mengikuti ibunya untuk melihat acara mandi Naruto. Ia akan anteng duduk di lantai kamar mandi, bertepuk tangan dengan hebohnya dan lalu berceloteh dengan bahasa bayi, memberi semangat pada Naruto yang tengah meronta-ronta karena tak suka mandi.

Namun yang paling Shikamaru sukai itu setelah Naruto didandani pakai baju bayi warna oranye. Ia suka banget. Itu tontonan favoritnya. Khususnya saat rambut Naruto sudah memanjang dan bisa diikat. Naruto sungguh menggemaskan, menggoda iman untuk menowel-nowel pipinya yang gembil seperti bakpao atau menggesek-gesekkan pipinya dengan pipi Naruto.
Shika yang biasanya tidak perduli dengan sekitar dan lebih suka tidur, berubah sikap. Ia rela kehilangan waktu tidurnya yang berharga demi menjaga Naruto saat ibunya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Ia juga bersedia sesekali menyanyi, menghibur Naruto saat Naruto mau menangis.
Seperti hari ini. Shika tengah menyanyi untuk Naruto. "Nana...na.. ca..ng... mammm mamm pap pa..." Suara Shika yang diragukan tingkat kemerduannya dan tidak jelas terdengar memenuhi ruangan.
"Gaga..jaja...dada..." celoteh Naruto senang mendengar nyanyian kakaknya.
Kelelahan berceloteh membuat Naruto haus. Ia tengok kanan kiri mencari wanita berbau campuran bunga melati dan bawang yang biasanya menyusuinya saat Naruto haus. Naruto memasukkan tiga jari tangannya ke dalam mulutnya dan mengenyotnya layaknya mengenyot dot. Akibatnya, air liur Naruto menetes deras membasahi bajunya. Namun, Naruto bayi tidak perduli karena ia lapar. Sangat lapar.
Shika merangkak menghampiri Naruto. Ia mengusap air liur Naruto dengan lengan bajunya. "Ja naannn....." katanya lembut sambil menarik jari Naruto keluar. "Na.. nan.. mii..mii.." balas Naruto dengan bahasa bayinya. "Ja naann..." kata Shika tegas melarang. Ia mem puk-puk puncak kepala Naruto saat bibirnya mulai bergetar. Naruto yang senang di puk-puk tidak jadi menangis yang dibalas Shika dengan senyuman. Shika tampak dewasa saat melakukannya.
Shika juga tak keberatan menyuapi Naruto dengan buburnya, meski tak ada satupun yang masuk ke mulut Naruto dan lebih banyak yang jatuh ke lantai. Biasanya bubur yang jatuh dijadiin mainan Naruto, diremat- remat hingga tangannya kotor. Shikalah yang membersihkannya yang lalu dihadiahi Naruto tawa. Pipi Shikamaru jadi bersemu merah, mengedip genit pada Naruto. Naruto yang tak mengerti hanya tertawa-tawa saja. Shika semakin suka menyuapi Naruto demi melihatnya bahagia.
Seperti itulah Shika sekarang. Ia berubah banyak semenjak Naruto tinggal di rumahnya. Ia tak lagi sejutek dulu, seacuh dulu, dan lebih banyak tersenyum, walaupun itu hanya dilakukannya di depan Naruto. Itu saja Yoshino, ibunya sudah bahagia. Akhirnya anaknya jadi anak yang normal berkat Naruto. Baginya, Naruto seperti malaikat kecil kiriman Kami-sama. Kehadirannya membawa kebahagiaan pada keluarga kecil Yoshino Nara.
Sayangnya, kebersamaan mereka harus diakhiri. Tak terasa sudah empat bulan Naruto tinggal bersama keluarga Nara. Yoshino pun dengan berat hati harus melepasnya karena ia sudah diberi tenggang waktu yang cukup lama. Itu pun setelah ia menghiba memohon pengertian keluarga Chouza, Tsume Inuzuka, dan istrinya Kagami Uchiha. Istrinya Chouza dan Tsume tidak keberatan karena kebetulan keluarga mereka sedang repot membenahi rumah mereka yang hancur akibat serangan Kyuubi. Kalau istrinya Kagami membolehkan dengan catatan ia boleh memberikan air susunya pada Naruto untuk mengurangi nyeri di dada pasca ditinggal mati anaknya. Tapi semua itu sudah berakhir. Kini giliran keluarga Chouza untuk merawatnya.
Sebelum berpisah, mereka foto sekeluarga. Naruto mengenakan baju orange. Rambutnya diikat, sesuai ciri khas keluarga Nara. Karena rambutnya Naruto pendek hanya sebagian kecil yang terikat. Shikamaru pakai baju hijau dengan rambut diikat menyerupai model rambut ayahnya. Kalau seperti ini, Shikamaru jadi foto copy ayahnya.
"Senyum," kata Yoshino memberi arahan pada Shikaku yang tengah duduk sambil memangku Naruto dan Shikamaru di kedua pahanya. Shikaku dan Naruto tersenyum lebar menatap kamera. Beda dengan Shikamaru. Ia tampak cemberut dengan sorot mata tidak suka. Sifat juteknya belum hilang ternyata.
Dua hari kemudian, Shikaku menyerahkan Naruto pada Chouza. Tampak Shikamaru meronta-ronta tak rela. Bibirnya mencebik lalu menangis memanggil Naruto. "Na..Na.. "
"Maaf sayang. Naru-chan tidak bisa tinggal bersama kita untuk sementara waktu. Tapi ibu janji akan membawa Naruto pulang ke rumah kita, menjadikannya adikmu," hibur Yoshino yang sedih melihat anak terus-menerus menangis.
Semenjak itu hobi Shikamaru bertambah. Ia kini hobi melihat langit biru yang mengingatkannya pada warna mata Naruto.

SKIP TIME

"Bagaimana menurutmu dengan keluarga Nara?" Tanya Hiruzen.
"Aku kurang sreg." Aku Koharu jujur.
"Kenapa?" Tanya Homura.
"Yoshino mendadani Naruto seperti cewek, mentang-mentang Naruto manis. Memangnya kau ingin Naruto tumbuh menjadi maho?" Koharu menunjuk foto terakhir Naruto dengan keluarga Nara.
"Tentu tidak," gumam Homura bergidik samar.
"Koharu ada benarnya." Kata Hiruzen dengan berat hati memberi nilai 5. Homura 4. Sedangkan Danzo dan Koharu masing-masing 2. Jadi total yang dikumpulkan keluarga Nara 13 dari 40. Uuh, jauh ya. Kayaknya kecil kemungkinan mereka mendapat hak asuh Naruto.




 Kayaknya kecil kemungkinan mereka mendapat hak asuh Naruto

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar