Jumat, 19 April 2019

NARU BABY : NARUTO DAN KELUARGA AKAMICHI

Choji anak dari pemimpin klan Akamichi yakni Chouza. Wajahnya sangat mirip dengan ayahnya. Tidak terlalu tampan, tapi tampangnya cukup enak dilihat. Setidaknya, lebih manis dari Shikamaru yang jutek abis. Itu kata ayahnya.
Selain tampang, ia juga mewarisi perawakan tubuh ayahnya yang tambun. Dari lahir, tubuhnya sudah berukuran besar. Ditambah dengan pertumbuhan tubuhnya yang sangat pesat, melebihi pertumbuhan bayi-bayi lainnya yang seumuran dengannya, menjadikannya bayi tergendut se Konoha.
Berbeda dengan Shikamaru yang anteng dan hobi tidur, Choji ini tidak mau diam. Ia terus bergerak-gerak menjelajahi ruangan dan merusak barang-barang dan perabotan rumah, membuat rumah berantakan seperti habis dilanda gempa. Eits tapi, ia menjelajahi ruangan bukan untuk belajar mengeksplor sekitarnya, melainkan untuk mencari makanan. Choji baru mau bergerak dari tempatnya jika biskuit bayi di tangannya habis. Selama biskuitnya ada, Choji tidak akan bergerak seinchi pun. Ia akan duduk dengan anteng sampai makanannya habis atau ibunya yang memindahkannya.
Sesuai tradisi klan, Choji sudah diperkenalkan dengan calon anggota tim geninnya kelak, yakni Ino putri dari Inoichi Yamanaka dan Shikamaru anaknya Shikaku Nara, sedini mungkin. Harapannya mereka bisa cepat akrab dan menjadi kawan baik. Ini penting untuk menunjang kelangsungan teknik formasi khusus tiga klan yang sudah bersahabat baik jauh sebelum Konoha berdiri.

Formasi ini dinamakan formasi Ino-Shika-Cho. Formasi diawali dengan serangan langsung dari klan Akamichi yang lalu diikat dengan bayangan oleh klan Nara dan diakhiri dengan teknik alih tubuh oleh klan Yamanaka. Teknik jutsu yang digunakan formasi ini bisa berbeda-beda, tergantung kemampuan tiap-tiap anggota untuk mengembangkan teknik jutsu klannya masing-masing. Sayangnya harapan mereka pupus di tengah jalan.
Ketiga anak dari pemimpin klan Yamanaka, Nara, dan Akamichi ini sulit akrab. Shikamaru cenderung menarik diri dari pergaulan dan sangat jutek. Ia paling benci dengan orang yang berisik. Sedangkan Ino sebaliknya, manja dan cengeng. Apa-apa minta dituruti. Jika tidak dituruti, ia pasti nangis menjerit-jerit. Tentu saja Shika tidak suka pada Ino. Bisa dibilang Shika ini antipati dengan Ino. Ia tidak segan-segan menjahati Ino saat Ino mulai berisik, dari menyepak kakinya, mendeathglearnya, hingga yang paling kejam menyumpal mulut Ino dengan kakinya. Hubungan Shika-Choji tidak begitu buruk. Maklum, Choji kan lumayan anteng. Tapi, saat Choji mulai berisik mempermasalahkan makanannya yang abis, barulah Shika bertindak. Shika menjejali apapun yang ada di dekatnya ke mulut Choji agar balita gemuk itu diam.
Kata apapun ini benar-benar apapun. Ketemu mainan ya dijejalkannyalah mainan itu. Kaos kaki pun oke. Plastik bungkus makanan juga tak masalah. Serpihan kayu yang Shika tarik secara asal pun kadang-kadang ia pakai. Namun yang paling menjijikkan ya itu popok Shika yang penuh ompol. Njijiki bin gilani. Sumpah. Itu menjadikan Choji tumbuh sebagai balita pemakan segala.
"ASTAGA CHOJI!" Pekik ibunya Choji terkejut saat melihat anaknya mulai menggigiti kursi kayu hingga permukaan kayunya bolong-bolong.
"Nyaamm...nyammm..nyaakkk.." gumam Choji yang tidak menyadari ketakutan di wajah ibunya.
"Sayang..," gumam ibunya Choji sedih sambil menarik serpihan kayu yang dikunyah anaknya dengan bahagianya.
"Ndaaak... ndaakk.." racau Choji tak terima. Ia meronta menjauhkan diri dari ibunya agar makanannya tidak direbut ibunya.
"Sayang! Ini bukan makanan. Jangan dimakan! Nanti perutmu sakit," katanya lembut. Ia dengan telaten membersihkan mulut Choji dari sisa-sisa remahan kayu yang dimakannya dan lalu menggantinya dengan biskuit bayi.
'Choji. Kenapa kamu jadi begini?' Batinnya resah. Ia baru tahu kebiasaan buruk anaknya sekarang. 'Pantas saja perabotan rumah jadi bolong-bolong. Dimakan Choji sih,' tambahnya dalam hati menyayangkan.
Di lain waktu, ibunya Choji melihat anaknya menarik popoknya yang tadi baru saja dilepas karena Choji pup. Awalnya ia bingung. 'Choji mau apa?' Batinnya. Betapa terkejutnya ia saat tahu Choji memakan popoknya berikut pupnya. Huekkk... sangat menjijikkan. Ibunya menjerit histeris dengan cara yang belum pernah dilakukannya selama ini. Bahkan, saat Kyuubi mengamuk di tengah-tengah desa pun ia tidak sehisteris ini.
Malamnya, ibunya Choji ngadu pada suaminya. Dengan lembut, ia berkata "Anata.. sebelumnya aku minta maaf, jika kata-kataku ini tidak berkenan di hatimu."
"Ada apa ibunya Choji? Kenapa kata-katamu aneh sekali?" Tanya Chouza heran.
"Ini tentang Choji,"
"Choji? Memangnya ia kenapa? Ku lihat ia baik-baik saja. Sehat. Lincah. Dan, nafsu makannya tetap bagus seperti biasanya,"
Bibirnya ibunya Choji bergetar sesaat. Dengan lirih, ia menceritakan keanehan Choji yang makan sembarangan. "Itu yang ku cemaskan. Sebelumnya, ia tidak begini." Diam sejenak, terlihat agak ragu, namun akhirnya ia mengutarakan kegundahannya. "Setelah bergaul dengan putranya Shikaku-kun, Choji berubah."
Chouza tersentak menatap istrinya tak percaya. "Astaga! Kau mencurigai Shikamaru? Balita itu? Apa kau masih waras ibunya Choji?" Suara Chouza tidak lebih tinggi dari sebelumnya, namun geraman rendah yang dikeluarkannya adalah bukti jika ia marah pada istrinya.
"Dengarkan aku dulu. Please!" Pinta ibunya Choji. "Aku tahu ini tak masuk akal, tapi inilah faktanya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Shikamaru-chan memasukkan popoknya ke mulut Choji. Yoshino juga lihat. Kau bisa bertanya padanya," imbuhnya berusaha meyakinkan suaminya.
Chouza diam. Ia merenung, memikirkan memori ketika Yoshino minta maaf padanya atas kelakuan nakal anaknya beberapa waktu yang lalu. Amarahnya pun mereda. "Mulai besok, sebaiknya Choji tak usah bertemu dengan Shikamaru dulu," katanya membuahkan senyuman di bibir istrinya.
Untunglah, sebelum bertambah parah, Chouza berpikir cerdas untuk menjauhkan Choji dari Shikamaru sementara waktu, sehingga Choji tidak semakin tersesat dengan kegemaran abnormalnya. Choji pun selamat dan kembali jadi bayi yang normal yang hanya makan makanan yang wajar dikonsumsi manusia. Itu membuat kedua orang tuanya lega.
Lalu, bencana datang melanda. Kyuubi mengamuk di tengah-tengah desa dan merusak semua yang ada. Korban jiwa berjatuhan satu per satu. Jeritan dan isak tangis memenuhi seluruh Konoha. Keadaan benar-benar kacau. Para penduduk berlarian untuk mencari tempat yang aman. Termasuk keluarga Chouza yang rumahnya luluh lantak akibat bijuudama Kyuubi. Syukurlah, Chouza berhasil mengungsikan istri dan anaknya tercinta sebelum bergabung dengan pasukan reguler.
Chouza berusaha menepis segala kekhawatirannya, menekan ketakutannya, dan fokus pada misinya. Ia dan pasukan Konoha berusaha menahan Kyuubi agar tidak merengsek masuk ke dalam. Tanpa ia sadari, Kyuubi mengibaskan salah satu ekornya tepat mengenai dada Chouza. Tubuh Chouza terpelanting ke belakang menabrak bangunan kayu yang sudah mau ambruk. Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak, tangannya tertusuk serpihan kayu tembus hingga ke belakang. Darah mengucur deras, membuat Chouza pingsan seketika.
Saat bangun, ia sudah dikelilingi mayat beberapa shinobi Konoha. Chouza bangun tertatih-tatih. Saat itulah, ia melihat Shikaku rekannya. Bersama Shikaku dan Inoichi, ia mencari keberadaan Yondaime-sama dan istrinya. Inoichi berkat kemampuan sensornya berhasil menemukannya lebih dulu. Yondaime-sama dan istrinya berada di sebuah gubuk kosong jauh di luar desa.
Mereka pun ke sana. Betapa terkejutnya mereka, saat mereka melihat deretan lilin menyala berjajar mengelilingi seorang bayi yang tengah menangis menjerit-jerit. Berkat cahaya lilin, mereka melihat jejak tulisan fuin terukir di atas lantai yang berdebu. Firasat buruk mencengkram benaknya. Jangan-jangan Yondaime- sama... 'Tidak aku tidak boleh berpikiran buruk,' pikirnya menepis firasatnya.
Namun, ternyata dugaannya tepat. Jadi kenyataan pahit. Yondaime- sama dan istrinya sudah tewas karena melakukan ritual kinjutsu terlarang yakni hakke fuin no jutsu untuk menyegel Kyuubi ke dalam tubuh seorang bayi, yang mirisnya anak Yondaime sendiri yang baru lahir.
'Oh ya Tuhan,' pikirnya terpukul. Ia telah kehilangan pemimpinnya, panutannya yang sangat ia hormati. Chouza terduduk lemas di lantai sebelum ditarik Shikaku ke rumah sakit.
Saat pemakaman, Chouza menangis. Perduli setan dengan idiom bahwa laki-laki pantang menangis. Ia tengah berduka, merasa sangat kehilangan. Wajar bukan jika ia menangis? Laki-laki juga manusia, punya rasa punya hati.
"Anata, bagaimana kalau kita merawat Naru-chan? Kasihan dia. Masih bayi, tapi sudah hidup sebatang kara." Kata Ibunya Choji mengungkapkan unek-uneknya saat mereka mau tidur bersama. Ia merasa iba pada nasib bayi pirang yang tengah dirawat di rumah sakit Konoha. Ia mengalami perlakuan buruk dari para suster yang enggan merawatnya dan kadang mengasarinya dengan alasan tak tahan akan kerewelan si bayi yang selalu menangis dan memuntahkan susu formulanya. Alasan murahan. Padahal, aslinya itu karena mereka membenci si bayi yang baru ia ketahui bernama Naruto hanya karena si bayi adalah wadah Kyuubi. Sangat memuakan dan kekanak-kanakan.
"Aku tak masalah selama kau tak keberatan. Ingat! Merawat satu bayi saja sudah repot, apalagi dua. Aku tak mau kau berlaku kasar pada Naruto hanya karena ia bukan anakmu. Kau harus menyayangi Naruto dan bersikap adil padanya. Jika kau tak sanggup, lebih baik mundur saja," nasehat Chouza bijak.
Ibunya Choji menyanggupi syarat suaminya. Ia memang wanita berhati mulia. Hari itu juga Chouza membuat surat permohonan untuk mengadopsi Naruto, namun ia tidak sendiri. Ia harus bersaing dengan Shikaku Nara, Tsume Inuzuka, dan keluarga Kagami Uchiha. Hokage memutuskan untuk memberi masa percobaan sebelum diputuskan siapa yang berhak menerima hak asuh Naruto. Chouza mendapat giliran kedua.
Chouza mendesah lega dalam hati. Bukannya ia keberatan merawat Naruto, melainkan karena ia belum memiliki tempat tinggal yang layak untuk ditinggali. Rumahnya kan hancur. Untuk sementara waktu ia sekeluarga tinggal di rumah induk klan Akamichi bersama anggota klan lainnya.
"Anata, kenapa kau tak berusaha lebih keras agar hak asuh Naruto jatuh ke tangan kita?" protes istrinya.
"Itu sudah keputusan para tetua. Aku tak bisa menolaknya. Lagipula ada baiknya Naruto tinggal bersama Shikaku. Mereka punya rumah sendiri. Sedangkan kita? Kita tak punya. Aku tak tega melihat Naruto berdesak-desakkan dengan yang lain. Itu tak baik khususnya untuk perkembangan mental Naru-chan."
"Bukannya itu lebih baik untuk Naru-chan? Ia bisa belajar bersosialisasi."
"Kau lupa? Naruto bukan anak biasa. Ia wadah Kyuubi." Chouza menghela nafas panjang. "Banyak yang jadi korban keganasan Kyuubi. Diantara korban itu pasti ada yang membenci Naruto karena memandang Naruto adalah Kyuubi sang monster perusak desa. Anggota klan kita tak luput darinya."
"Kau mencurigai anggota klanmu melakukan perbuatan tidak terhormat -menyiksa seorang bayi- karena kebencian membabi buta?"
"Aku yakin tak ada yang berani melakukan kekerasan fisik pada Naruto karena perintah Hokage- sama mutlak."
"Lalu, apa yang kau takutkan?"
"Kekerasan tidak melulu soal fisik, tapi juga mencakup kekerasan non verbal. Dan, jenis kekerasan non verbal inilah yang ku takutkan akan menghancurkan mental Naru-chan." Jelas Chouza.
"Aku tahu, tapi...." ibunya Choji membuang nafas. "Aku tetap cemas. Bagaimana nasib Naruto di tangan Yoshino? Putra tunggal mereka itu sangat jutek dan nakal kelewat batas. Bagaimana kalau Naruto dijahati anak nakal itu?" Imbuhnya.
"Bersabarlah sampai kita bisa membangun rumah kita sendiri. Saat itu tiba, aku janji akan memboyong Naruto." Janji Chouza.
Meski sudah diberi pengertian suaminya, ibunya Choji tetap saja cemas. Ia berkali-kali berkunjung ke kediaman keluarga Nara untuk memastikan kondisi Naruto baik-baik saja. Sejauh ini sih Naruto cukup baik. Shikamaru tidak memberikan tanda-tanda akan menjahati Naruto. Shikamaru justru terlihat menyayangi Naruto dan cenderung posesif.
Itulah kehebatan Naruto. Dengan wajahnya yang manis, matanya yang bulat, dan tatapan polosnya, Naruto berhasil membuat seluruh anggota klan Nara jatuh cinta. Tapi, memang Shikamarulah capaian terbaik Naruto mengingat betapa jutek dan acuhnya balita itu. Ibunya Choji hanya berharap anggota klannya pun demikian.
Ibunya Choji lega. Ia sekarang percaya jika Naruto akan baik-baik saja di tangan keluarga Nara. Makanya itu, ia tak keberatan saat keluarga Nara meminta perpanjangan waktu. Ia malah lega karena rumahnya belum jadi.
Ini bukan berarti Chouza berhenti berjuang untuk mendapatkan hak asuh Naruto. Ia sudah terlanjur menyayangi Si Pirang mungil itu dan berharap kelak Naruto akan jadi bagian keluarganya. Karena itulah, Chouza menolak perpanjangan waktu Yoshino. Ia segera membawa Naruto yang tubuhnya makin montok menggemaskan ke rumahnya begitu gilirannya tiba.
Kehadiran Naruto disambut gembira oleh keluarga Choji. Choji juga terlihat tak keberatan berbagi dengan Naruto. Terkadang Choji bahkan memberikan biskuitnya pads Naruto yang tentu saja dilarang ibunya karena belum waktunya Naruto diberi makan. Asupan gizi Naruto hanya bergantung pada ASI. Ia juga dengar Shikamaru sering mencuri-curi kesempatan untuk menyuapi Naruto dengan buburnya yang untungnya tidak berhasil, sehingga pencernaan Naruto tidak terganggu. Ingat bayi kurang dari 6 bulan cukup diberi ASI. Tidak boleh ada tambahan lain. Just ASI.
Anggota klan Akamichi di luar dugaan tidak menolak kehadiran Naruto. Mereka menerima Naruto dengan tangan terbuka. Mereka tidak berpikiran picik, jatuh ke dalam kebencian membabi buta hanya karena kehilangan orang terkasih mereka, akibat Kyuubi yang ada di tubuh Naruto. Mereka cukup menyayangi Naruto dan memperbolehkan Naruto bergaul dengan anak mereka. Itu membuat Chouza dan istrinya bangga akan kebesaran hati para anggota klannya.
"Ney, ini mungkin hanya perasaaku saja. Tapi, kalau dilihat-lihat, Naruto ini mirip Yondaime ya? Rambut pirangnya dan iris safirnya itu lho.., mirip banget." Komentar salah satu istri Klan Akamichi.

Ibunya Choji mengerutkan dahinya, berfikir. Di Konoha, tidak banyak orang yang berambut pirang. Umumnya penduduk Konoha berambut hitam, coklat, dan coklat gelap. Ada juga sih yang berambut merah, abu-abu agak kebiruan, atau bahkan albino alias putih. Dan, yang paling unik pink. Tapi, jumlahnya relatif kecil. Jadi bisa diabaikan.

Kembali pada si Pirang. Penduduk Konoha yang berambut pirang itu setahunya sebagian besar dari klan Yamanaka, tapi pirangnya mereka kalau tidak pirang kusam mendekati coklat ya pirang pucat mendekati putih. Sangat berbeda dengan rambut Naruto yang pirang ngejreng seperti matahari yang bersinar cerah tepat di atas kepala kita. Jadi, klan ini bisa kita coret. Selain dari klan Yamanaka, Yondaime dan Tsunade-hime juga pirang. Abaikan Tsunade karena ia sudah bersumpah tak mau menikah. Dan jangan tanya soal anak haram jika kau masih ingin melihat matahari terbit esok hari. Tinggal satu kandidat yang tersisa sekarang.
'Mungkinkah Naru-chan ini anaknya mendiang Yondaime?' Pikir ibunya Choji. Matanya tak lepas dari Naruto yang tengah duduk diantara bantal-bantal sambil memainkan boneka Dinosaurus berwarna hijau, pemberian Shikaku. Matanya menatap menyelidik. Wajahnya sepertinya familiar, ya?

'Hm... setelah dilihat-lihat, wajah Naru-chan sangat mirip dengan Kushina, ya?' Ibunya Choji tak mengenal dekat Kushina, tapi ia pernah melihatnya. Ia tak akan pernah lupa betapa cantiknya dia dengan rambut merahnya. Dan, kini ia melihat lagi keelokan wajahnya pada Naruto. Jadi fix, Naruto anak pasangan Yondaime-Kushina.
"Naruto..." ibunya Choji menciumi puncak kepala Naruto penuh sayang. "Cepatlah besar. Tumbuhlah jadi shinobi yang hebat seperti kedua orang tuamu," katanya memberi petuah.
Hari-hari Naruto di rumah Choji dilewati dengan penuh tawa dan canda. Ia hidup bahagia dengan keluarga yang amat menyayanginya dan hangat seperti keluarga Nara. Bencana itu justru datang dari Shikamaru si bayi jutek yang hari ini datang berkunjung.
Awalnya mereka bertiga bermain bersama. Choji ngemil. Naruto menggigiti kaki boneka Dinonya. Sedangkan, Shika duduk anteng di depan Naruto. Lalu, tiba-tiba Naruto membuang boneka Dinonya dan meraih boneka katak pemberian Chouza, menciuminya baca mengileri, lalu mengigigitnya kuat-kuat. Shika tidak terima Naruto bermain dengan boneka katak. Ia katakanlah cemburu. Ia menggeram rendah terdengar mengancam. Shika merangkak mendekati Choji dengan wajah jahat. Ia menarik kaos kaki baunya dan membenamkannya ke mulut Choji. Dasar Choji geblek. Bukannya ditarik, ia malah asyik mengunyah kaos kaki bau Shika. Shika menatap puas.
Naruto menirunya. Ia menggelosorkan tubuhnya layaknya ular melata, mendekati kedua kakaknya dan lalu menggigit popoknya Choji. Shika menjerit, berusaha menyelamatkan Naruto, membuat si pirang meraung-raung dan lalu mengunyah-ngunyah yang ada di dekatnya, pertama tangannya sendiri, lalu tangan Shika, boneka, hingga kaki meja.
"Jaa..naann!" Pekik Shikamaru histeris berusaha menarik benda apapun yang tengah dikunyah Naruto dan menjauhkannya. "Ndaak aaa...hwee..." jerit Naruto tak senang berusaha mengambil kembali barang kesukaannya yang diambil Shika. Choji di lain pihak sudah terbebas dari kaos kaki Shika dan kini beralih pada bokong ah tepatnya popok Shika. Ia tanpa ragu menggigit Shika sekuat tenaga.
"Graauukk!"
"Gyaaa...! Huwee...!" Shika pun menjerit kesakitan membuat heboh semuanya.
Para orang tua melotot melihat pemandangan horor di depannya. Naruto merayap seperti ulat bulu lalu sibuk menggigiti daun pintu. Choji tak mau melepaskan popok Shikamaru membuat bayi jutek itu nangis menjerit-jerit. Mereka diam terpaku karena syok. Berdiri dengan mulut menganga lebar seperti idiot.
Untunglah para orang tua segera tersadar. Mereka berusaha mengatasi kekacauan ini, tapi para tetua datang tak diundang pergi tak diantar. Sialnya, mereka melihat semuanya. Wajah ibunya Choji memucat. Meski demikian, ia tetap berusaha tersenyum. Sayangnya nggak ngefek. Para tetua menatap sinis padanya dengan bibir kaku.
Ibunya Choji hanya mengerang dalam hati, menyesal kenapa tadi ia memberi ijin si iblis kecil aka Shikamaru bermain dengan anaknya dan calon anaknya. Sial. Double sial.
Hari itu juga, Naruto keluar dari kediaman keluarga Choji. Choji melepas kepergian Naruto dengan tangisan. Ia meraung-raung tak terima, berusaha menahan Naruto, tapi apa daya. Tangan tak sampai. Naruto pun pergi.
"Jangan nangis sayang. Kita akan berjuang agar kau terpilih jadi kakaknya. Kita berjuang bersama," pungkasnya.
Selepas kepergian Naruto yang mendadak, Choji agak berubah. Nafsu makannya masih tinggi, tapi kali ini ia bisa menahan diri, tak lagi jadi pemakan segala.
SKIP TIME
"Aku tidak akan pernah memberikan Naruto pada keluarga mengerikan itu." Kata Koharu gusar. Ia membubuhkan angka 2 pada kolom nilai.
"Tidak ada komentar," ujar Danzo. Ia pun ill feel dan juga sedikit geram. Astaga makan popok. Huek itu menjijikan. Dia mungkin kejam pada musuh Konoha, tapi ia sangat menyayangi penduduk Konoha dengan caranya sendiri. Dan, itu termasuk Naruto. Danzo memberi nilai 2.
"Aku tetap percaya pada keluarga Chouza. Ku pikir Choji masih kecil. Ia masih bisa berubah." Kata Hiruzen. Ia memberi nilai 5.
Homura di luar dugaan memberi nilai 0. Jadi total yang diperoleh keluarga Chouza 9 dari 40. Lebih jelek dari yang diperoleh Shikamaru. Peluang Chouza sangatlah kecil. Meski demikian, Chouza tidak berhenti berharap.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar