Selasa, 23 April 2019

SI PUTIH ITU BERNAMA UBAN

Waktu lagi duduk ngajarin anak-anak tetanggaku, eh  tiba-tiba ada yang nyeletuk, "Mbak, rambutmu ada uban."

"Hah?"  Aku tersentak. Terkejut. "Kok bisa?" Pikirku heran. Aku baru berumur awal 30-an, tapi kok udah ubanan?

Spontan bilang, "Tolong  cabutin, Dik!"

Meskipun si uban udah dicabut dari kepala, aku nggak bisa bernafas lega. Munculnya uban berarti ada yang salah dengan rambutku. Jika dibiarin pasti uban itu nongol lagi di rambutku. Kan nggak lucu masih muda kok udah ubanan. Kalau  aku seorang albino sih wajar. Masalahnya aku normal dan tidak ada dari keluargaku yang ubanan. So wajar bukan jika aku panik.

Ketakutanku terbukti. Uban muncul lagi. Bukan cuman uban, tapi juga si  parasit kepala alias kutu rambut. 

Arggg!

Hatiku galau. Uban aja belum kelar. Eh adalagi muncul kutu rambut. Ugh, apes tenan awakku.

Masalah kutu rambut aku dahuluin karena lebih urgent. Gatalnya bikin aku senewen. Nggak bisa tidur. Malu pula. Takut  dicap jorok.

Solusi untuk masalah kutu rambut itu sederhana. Aku keramas pakai shampo lalu dengan kaos putih yang tipis (kaos dalam) memijit kulit rambut agar kutunya nempel di kaos. Kutunya banyak yang nempel di kaos sih, tapi efeknya kulit kepalaku jadi sakit karena mungkin aku garuknya kasar. Setelah itu aku kombinasi dengan serit. Abis tuch kutu.

Balik lagi ke uban. Solusinya aku pake masker lidah buaya untuk rambutku. Efeknya kulit kepalaku jadi dingin dan segar. Tapi, si uban masih bandel tetap nempel. Ogah minggat.

Aku coba ganti shampo. Yach mungkin aja komposisi shampo yang aku pakai udah nggak cocok dengan rambutku. Ganti beberapa kali. Nggak mempan juga. Aku sampai udah nyerah.

Lalu salah satu anak tetanggaku bilang,   "Mbak jual shampo DOVE. Nanti aku beli."

Sebagai pedagang yang baik, aku mengiyakan permintaannya. Aku iseng coba yang conditioner karena rambutku sering kusut susah disisir. Eh nggak tahunya cocok. 

Aku naik pangkat coba shamponya yang untuk rambut rusak. Siapa nyana uban yang sudah menggangguku hampir setahun sembuh setelah pakai Dove.

Terima kasih Dove udah bikin rambutku tidak ubanan lagi.


Jumat, 19 April 2019

NARU BABY : ENDING

NGGAK SUKA? JANGAN BACA
Naruto © Masashi Kishimoto

Di ruang hokage. Dahi Hiruzen mengerut dalam menambah kerutan-kerutan di wajah tuanya. "Ada empat keluarga yang mengajukan hak asuh Naruto, yakni keluarga Shikaku Nara, Chouza Akamichi, Inuzuka, dan Shisui Uchiha. Masing-masing sudah diuji kelayakannya sebagai orang tua asuh. Sekarang saatnya penentuan."

"Menurutku itu tidak diperlukan lagi. Naruto sudah hampir setahun, sudah bisa disapih. Kita bisa menempatkannya di panti asuhan." Si tua licik Danzo buka suara.

"Aku tidak setuju. Itu terlalu dini. Aku khawatir ini berdampak pada fisik Naruto. Bayi biasanya disapih kurang lebih saat berumur 2 tahun." Tolak Koharu yang sudah berpengalaman mengurus bayi.

"Lebih berbahaya lagi dampak psikologisnya." Homura menghirup tehnya yang baru diseduh dengan tenang. Sesekali, lidahnya berdecak menikmati kelezatan seduhan teh. "Anak yang dibesarkan di keluarga kurang utuh, disirami kebencian, sebagian besar tumbuh menjadi orang berhati hitam dengan watak bengkok. Sulit dicerahkan. Apalagi diluruskan. Naruto adalah host Kyuubi. Secara alami, ia hidup dalam lautan emosi negatif. Tanpa keluarga yang hangat, Naruto hanya akan jadi kegelapan sejati. Ditambah lagi dengan klan Uchiha yang juga beraura gelap, Konoha hanya akan memanen bencana di masa depan."

Itu fakta. Kebenaran dengan tingkat 99.99%. Kemungkinan melesetnya 0,01%. Tapi, adakah orang yang mau bertaruh untuk 0,01% disaat yang 99,99% lebih mudah diraih? Hanya idiot sejati yang akan melakukannya dan para tetua Konoha jelas bukan orang idiot.

Danzo menarik nafas. Meski ingin menangis hingga us karena tidak suka, ia hanya bisa pasrah menelan ketidak sukaannya. "Keluarga Tsume Inuzuka pantas dicoret. Meski para anjing ninja itu tidak lagi menunjukkan aktivitas agresif, tapi peluangnya masih ada hingga tingkat di atas 50%." Ia tanpa ragu menyobek nama Tsume Inuzuka, diikuti para rekannya. Bukti, jika mereka sepakat dengannya.

"Keluarga Chouza Akamichi cukup bagus. Lingkungan sosialnya lebih ramah pada Naruto. Tapi..." Koharu menggeleng kepalanya lemah, menunjukkan kalau ia tidak  merestui hak asuh Naruto jatuh pada keluarga ini. Dengan perilaku abnormal bayi mereka, dikhawatirkan -sangat khawatir- Naruto juga akan mengikuti jejak keabnormalan Choji. Nama Chouza menyusul nama Tsume.

Alis Danzo mengeriting, saling bertautan. Dua nama yang tersisa sama-sama tidak disukainya. Yang satu berkarakter 'Pemalas', sedangkan yang satunya lagi berwatak 'Gelap.' "Ini...ini... agak sulit." Desahnya mengeluh.

"Keluarga Nara cukup berpotensi, tapi keluarga ini memiliki kekurangan besar. Satu malas. Dua, minus ambisi. Ketiga, salah didikan. Rasanya berat memberikan Naruto padanya." Ucap Koharu seolah bisa membaca isi pikiran Danzo."Tapi..., jika dibandingkan dengan keluarga Uchiha...???" Imbuhnya penuh sesal.

"Memang kenapa dengan Uchiha? Shisui, ibunya, dan Obito cakap dalam mengasuh Naruto. Mereka bisa mendidik dan memberi Naruto lingkungan sosial yang sehat." Sambar Homura tidak setuju.
"Kau lupa? Dengan peristiwa hancurnya rumah Shisui?" Tanya Koharu mengingatkan. Bibirnya berkedut. "Shisui tidak layak mengasuh Naruto karena ia terbukti tidak bisa melindungi Naruto."

Danzo mendesis dalam hati. Di luar wajahnya tetap tenang. "Kau mengerdilkan persoalan Koharu. Shisui tidak hanya gagal melindungi, tapi ia juga membahayakan keselamatan Naruto."

"Kalian berdua sama berlebihannya." Hiruzen yang dari tadi diam mendengarkan pendapat rekannya ikut nimbrung. 

"Bagian mananya?" Sembur Koharu tidak terima yang diamini Danzo dalam hati.

"Shisui tidak gagal dalam melindungi Naruto. Perlindungannya justru yang terbaik."

"Omong kosong!" Dengus Koharu.

"Apa kau tak melihatnya? Walaupun rumah Shisui hancur total, namun kamar Naruto utuh. Tidak ada bau asap apalagi hangus. Tidak ada retakan. Semuanya utuh."

"Tapi itu tidak menihilkan kesalahannya. Terus terang kesalahannya fatal. Tidak bisa ditolerir." 
Koharu membuang muka, menatap atap rumah penduduk yang dibasuh oleh cahaya sang Dewi Malam. "Ia terlalu gegabah. Seharusnya, ia memanggil kita atau minimal memberi tahu anbu. Bukannya sok jagoan membuka segel Naruto hanya dengan ditemani Obito."

Homura melirik Koharu tajam. Wajahnya tak sedap dipandang. Ia bukanlah pemuja klan Uchiha, tapi juga tidak membenci klan ini. Bisa dibilang ia netral. Tapi, ia akan meludahkan darah dan ususnya berubah hijau jika Obito disebut.....  "Hanya?" Desisnya.
  "Orang yang kau sebut hanya ini seorang pemilik Mangenkyo Sharingan." Tukasnya tajam menusuk. Alisnya terentang, mencuat ke atas bak bilah pedang. "Orang yang memiliki anugerah bisa bertarung melawannya yakni Kyuubi di Konoha ini tidak banyak. Selain hokage pertama, Madara, dan Minato, tidak ada satu pun yang layak. Meski tahu kemampuannya lebih lemah dari Kyuubi, Obito dan Kagamilah yang dengan gagah mendampingi Minato saat bertarung dengan Kyuubi. Sedangkan kita? Bahkan dengan jumlah yang sangat banyak dan ratusan shinobi elit dan veteran, tubuh kita hanya bisa menggigil gemetar di bawah tekanan Kyuubi. Dan, kau sebut itu hanya? Obito sudah hampir setara dengan semua pasukan anbu. Dengan adanya Obito, Shisui tidak butuh kita."

(Kagami dan Obito tidak memiliki ambisi sebagai ketua klan. Keduanya lebih suka hidup damai. Karena itu, mereka menolak menjadi ketua klan.)

Wajah Koharu pias. Ia lupa kehebatan pemilik doujutsu Mangenkyo Sharingan mengingat ia hanya pernah satu kali melihatnya, yakni saat Izuna Uchiha membangkitkan Mangenkyo Sharingannya."

"Menurut penyelidikan timku, terbukanya segel Naruto bukan karena Shisui atau Obito sengja membukanya, melainkan faktor luar. Ada indikasi cakra asing di sekitar tempat itu." Hiruzen memaparkan hasil investigasinya.

"Mata-mata musuh? Siapa? Musuh Konoha atau musuh Minato?" Tanya Danzo dengan nada tenang. Tapi riak di matanya mengkhianatinya.

"Aku tidak tahu. Musuh pintar menyembunyikan jejaknya."

"Jadi, intinya, kau tidak berniat menghapus nama Shisui sebagai keluarga asuh?" Tembak Danzo. Matanya menyipit, mengirimkan silau peringatan pada mantan rekan timnya dahulu.

"Tepat." Hiruzen tidak menyangkal sesuatu yang sudah tampak jelas di permukaan. Ia menarik berkasnya lagi. "Dengan mencoret nama Tsume Inuzuka dan nilai yang rendah pada Chouza Akamichi, sekarang kita tinggal memilih diantara keluarga Shikaku dan Shisui." Ia memberikan nilai untuk Shisui. Tertera angka tujuh pada kotak nilai. Menurutnya, Shisui sempurna sebagai keluarga asuh.

Koharu memberikan nilai lima. Shisui memang pandai merawat seorang bayi, tapi kebakaran besar di rumahnya telah menurunkan nilainya secara signifikan.

Homura memberi nilai moderat enam. Dengan nilai dari Homura, otomatis hak asuh Naruto jatuh pada Shisui tak perduli meskipun Danzo memberi nilai nol besar. Ia menggeleng lemah dan pasrah. Ia hanya bisa berdoa semoga Naruto mendapatkan yang terbaik di keluarga Shisui dan semoga Naruto bisa mencerahkan klan Uchiha agar tidak terlalu emo. Dengan demikian klan ini bisa diselamatkan.
Beberapa hari kemudian, hasil diumumkan. Naruto resmi menjadi adik Shisui. Ia bahagia sekali akhirnya impiannya.

SKIP TIME

Setelah setahun penuh dicekam oleh duka yang mendalam pasca invasi Kyuubi, Konoha akhirnya menemukan kedamaiannya. Idiom bahwa 'Waktu bisa menyembuhkan luka' itu berlaku. Para penduduk Konoha mulai menata kembali hati dan hidupnya demi menyongsong masa depan nanti. Mereka sadar larut dalam duka tidak akan mengubah keadaan. Yang pergi tidak akan pernah kembali. Hidup akan terus berputar dan yang masih hidup masih harus berjuang sampai kematian datang menjemput.

Sama halnya dengan para penduduk Konoha lainnya, klan Uchiha pun hidup dengan damai. Mereka melanjutkan hari-hari mereka dalam kesunyian yang lengang sesuai dengan tipikal karakter para Uchiha yang cool.

Di salah satu rumah klan Uchiha, tampak seorang bocah laki-laki calon pria ganteng dengan style rambut panjangnya sedang bingung. Ia tampak mencari-cari sesuatu, menggeledah berbagai tempat. Di atas ranjang. Kolong. Lemari. Sampai laci. Semua tidak ada yang lolos dari tangan jahatnya. "Kok tidak ada." Gumamnya lembut. Dahi cantiknya mengerut. "Kemana Sasuke?" 

Tap tap tap. Langkah kaki sembrono terdengar ke seluruh penjuru rumah. Graakk.! Suara pintu-pintu ditarik paksa. "Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Di sini juga tidak ada. Sasuke. Kamu...?"

"Itachi! Jangan berisik!" Ujar Fugaku memperingati putra sulungnya yang pagi-pagi sekali sudah berisik. Sangat tidak Uchiha. Bibirnya mendesis. 

"Otou san!" Pekik Itachi dengan wajah panik. Nafasnya terengah-engah. Keringatnya bercucuran membasahi dahinya. "Sasuke...! Hah hah hah... Sasuke is gone. Hilang. Sasuke hilang."
Bruss..! 

Tidak tepat waktu atau mungkin tempat waktu. Tergantung sudut pandang. Itachi mengatakan berita buruk ini dalam satu napas pada saat Fugaku sedang menyesap tehnya. Akibatnya jelas memalukan. Sangat memalukan. Ia dengan tidak berperi ke-Uchiha-an menyemburkan tehnya. Uhuk... uhuk... "Apa? Tadi kau bilang apa?" Tanyanya diantara transnya. Ini masih pagi sekali. Matahari saja belum terbit. Namun, ia sudah mendapat kejutan tak terduga.

"Sasuke is gone. Hilang."

"Bagaimana bisa hilang?" Teriak Fugaku panik. Putra bungsunya yang ganteng dan digadang-gadang berpotensi melebihi kegantengan Madara Uchiha, hilang. Bagaimana mungkin ia tidak panik? 

Dan dimulailah keributan di keluarga itu. Semua orang dibangunkan. Semua tempat digeledah. Dan, semuanya berteriak panik, menjadi noda pada kelengangan kompleks perumahan klan Uchiha. 

Di sisi lain. Di sebelah rumah Fugaku, Shisui tengah bersenandung kecil. Tangannya menenteng botol susu. Ini adalah waktunya Naru-chan minum susu. "Astaganaga!" Jeritnya kaget hingga nyaris menjatuhkan botol susunya, mendapati sang dedek didesak agresor hingga ke ujung ranjang. Hatinya pilu melihat posisi dedeknya yang menyedihkan. Tampak seperti korban intimidasi.

"Woy! Anak ayam. Sedang apa di sini?" Tanyanya.  Tangannya dengan gemas memaksa Sasuke bangun. Hatinya seperti dicubit menyaksikan barang-barang kesayangan Naruto -bantal, guling, boneka, dan selimut- diambil paksa Sasuke. 'Dasar tak tahu diri! Sudah numpang. Nyerobot barang orang lain. Nendang yang punya pula. Dasar bajingan cilik.' Pikirnya geram. 

"Ga ga bu bu Na Na.."

"Aku nggak butuh gaga bubumu. Cepat pergi dari sini! Pergi ke tempat kamu berasal." Usirnya, mengabaikan fakta aneh di depannya. Sasuke ini baru setahun lebih. Tapi, ia berhasil menyerbu dan menduduki kamar orang lain. Tanpa ketahuan pula. Apa nggak hebat itu namanya?

Sasuke menelengkan kepalanya, memasang ekspresi imut. Dia tahu Shisui lemah dengan makhluk imut. Sayangnya taktik Sasuke tidak mempan. Sasuke meski jungkir balik seperti apapun tidak akan pernah disebut imut oleh Shisui. Kenapa? Karena Sasuke itu Uchiha dan Uchiha adalah suram, suram, dan suram. Titik tidak pakai koma.

"Tunggu apalagi?" Dengan tidak masuk akal, Shisui menyuruh Sasuke pergi. Si abang mungkin lupa ingatan jika yang dimarahinya hanyalah bayi umur setahun jalan 2 bulan. Jadi, secara normalnya Sasuke tidak bisa pulang ke rumahnya sendiri, jikalau tidak ada yang mengantarnya. Sederhananya, terima bongkar, tidak terima pasang. Bisa ngelayap, nggak tahu jalan pulang.

Sasuke memberi Shisui bahu dingin. Ia justru sibuk mencari posisi 'wuenaknya'. Shisui terbakar amarah. Ia dengan tidak sabaran, menyentakkan tubuh mungil Sasuke. Saat itulah Naruto bangun, memperlihatkan mata biru cantiknya.

"Ngg.. Ca ca cu?" Gumamnya lirih sambil mengucek-ucek cantik kelopak matanya.

Ctarrr! Shisui seperti habis disambar petir di siang bolong. Tubuh dan hatinya hangus. Gosong. Ia menangis mencakari hatinya, tapi tanpa air mata. "N-Naru-chan.. My sweat heart..!" Panggilnya dengan suara gemetar diliputi emosi. Kenapa? Kenapa Tuhan? Aku yang berdarah-darah membesarkannya, tapi kenapa namanya yang pertama kali ia sebut dan ia hafal? Ini tidak adil. Sangat tidak adil. Shisui bermonolog protes pada Tuhannya.

Duh si abang beneran lupa daratan. Dedek Naru kan masih balita umur setahun kurang seminggu. Jadi, kosa kata yang ia bisa tidak banyak. Umumnya hanya kata-kata sederhana seperti Cucu, haha, dan mamam. Kebetulan nama Cacu mirip dengan kata Cucu. Jadi, Naruto bisa. Apalagi Sasuke melakulan treatment khusus pada Naruto agar ia hafal hingga ke tulang sumsumnya. Ia boleh lupa namanya sendiri. Namun nama Cacu akan terpatri dalam otaknya. Sedangkan Shisui? Itu kata yang sulit. Kecuali, ia mau dipanggil 'Cuu'. Baru Naru bisa.

Merasa dipanggil, Sasuke pun mendekat. Ia menepuk-nepuk kepala Naruto sok dewasa. "Aa. Dada gaga buubu pa?"

Naruto tidak menjawab. Ia menguap lebih lebar dengan mata menggantung sayu. Mulutnya mengenyot tiga jari gemuknya. Sasuke yang paham melemparkan silau kejam pada Shisui. 

"Chuchu..!" Nadanya terdengar bossy. Seperti disihir, Shisui memberikan botol susunya pada Sasuke. Bocah suram itu menjejalkannya ke mulut Naruto setelah mencobai suhunya. Ia dengan telaten merebahkan tubuh Naruto di ranjang, membetulkan posisi tidurnya hingga Naruto kembali tidur.

Kratak..! Kratak..! Kratak..! Hati Shisui retak. Jari-jarinya mencakari sisa-sisa dinding hatinya. 'Itu harusnya bagianku. Harusnya aku yang menina bobokkan Naru-chan. Kenapa kamu merampok peranku? Kenapa?' Batin Shisui menangis sambil meludahkan darah tiga liter karena marah. Dengan tangan Naruto yang menggengam erat baju Sasuke, Shisui tidak bisa melemparkan bocah suram itu ke luar.

Hati Shisui sudah compang-camping seperti lap, tinggal dipakai lap, ketika sayup-sayup ia mendengar suara Itachi yang dengan panik memanggil adiknya. Ia dengan kecepatan yang mengesankan -mumpung Naruto melepas genggamannya- mengangkat tubuh Sasuke dan mengempitnya di bawah ketiak seperti sedang menggendong kayu bakar. "Kamu nyari adikmu, Chi?" Katanya pada Itachi.

Itachi hampir berseru bahagia menghampiri sahabatnya, namun ekspresi mencurigakan di wajah Shisui membuatnya terhenti di tengah jalan. Itachi seperti sedang berhadapan dengan ular kobra yang sedang mengincar mangsanya. Diam-diam ganas dan mematikan. Saking takutnya ia sampai kehilangan kata-kata.

"Nih!" Ia memberikan Sasuke pada Itachi yang diterimanya dengan kaku. Sasuke di lain pihak tidak membuat ulah, tahu jika saat ini Shisui tidak bisa diprovokasi. Fatal akibatnya. "Aku tidak marah jika adikmu ingin menginap di rumahku. Rumahku terbuka lebar." 

Itachi dan Sasuke masih menatap Shisui dengan ekspresi takut. Tubuh keduanya gemetar, menantikan datangnya ledakan.

"Tapi, aku akan lebih senang. Jika... kalian minta ijin dulu." Ia melemparkan silau mematikannya yang diam-diam sudah ia tabung selama belasan tahun. Tubuh ItaSasu menggigil gemetar. "Kalian anggap apa rumahku? HOTEL? Seenaknya datang."omelnya panjang lebar dengan suara keras.

"JANGAN BERISIK SHISUI!" Balas Fugaku dengan suara lebih keras. Terdengar menggelegar hingga melingkupi seluruh desa. Yang masih tidur, jadi terbangun. Yang ngantuk mendadak tersadar. Teriakan Fugaku di luar kesadarannya menjadi seperti lonceng yang mengawali hari.

Bibir Itachi dan Shisui bergetar. 'Ia bilang jangan berisik. Tapi, ia sendiri lima kali lipat lebih berisik,' pikir keduanya masam.

Di luar insiden pagi itu di kompleks perumahan Uchiha, secara keseluruhan Konoha hidup dalam damai. Hari-hari mereka diliputi oleh keceriaan dan optimisme. Oh, tambahan lagi. Karena insiden sebelumnya terulang hingga puluhan kali, yakni diawali teriakan panik Itachi ditengahi omelan panjang Shisui, dan diakhiri teriakan legendaris Fugaku, pada akhirnya penduduk Konoha sepakat, secara aklamasi mengangkat Fugaku sebagai lonceng waktu.

Dan cerita ini diakhiri dengan kata.... (Q_Q)

The End

NARU BABY : KAMU JAHAT

Shisui menggigit bagian dalam mulutnya hingga bibirnya terlihat mengerucut. Jika ia tak menggigit mulutnya, mungkin saat ini ia sudah lepas kendali dan lalu menangis. Ia laki-laki dan sudah gedhe, sudah tidak pantas di usianya ini menangis. Meskipun kondisinya saat ini -hatinya ngilu oleh rasa sakit yang tajam- menuntutnya untuk menangis sambil berguling-guling. Akan tetapi, ia pria dan ia dituntut dewasa, sehingga ia menekan jiwa lemahnya itu. Ia menguatkan mentalnya dan berusaha tegar menghadapi kenyataan pahit ini.
Pufff...
Terdengar suara kurang ajar menyapa gendang telinga Shisui. Ia tak perlu menoleh. Ia sudah tahu siapa yang sedang tertawa bahagia di atas penderitaannya . Siapa lagi kalau bukan kakak sepupunya yang 'Tersayang?' pakai tanda tanya yang duduk di sampingnya ini. Kakak sepupunya ini memang bastard tulen, paling demen melihatnya menderita. Alih-alih menghibur adiknya yang sedang lara, ia justru menaburi lukanya dengan garam dan cuka.
Shisui melirik tajam dan dengan gerakan cepat menendang kaki Obito. "Adududuh!" Pekik Obito berusaha menyelamatkan kakinya dari tendangan maut si dedek. Tak sampai di situ saja, pinggang Obito tak lepas dari sambitan dan cubitan sang adik. Antara geli dan nyeri bertumpuk jadi satu membuat Uchiha wannabe ini jatuh dari tempat duduknya. "Ampun Shisui-chan. Ampun!" Ratapnya dengan mata yang berkaca-kaca dan innosen, berusaha meniru style Naruto yang imut. Tapi, itu malah membuat Shisui kalap dan kian gencar menyerangnya.
"Sudah Shisui, sudah. Akuhhh menyerahhh." Kata Obito susah payah dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Makanya, jadi orang jangan jahat." Omel Shisui akhirnya melepaskan sang kakak sepupu.
"Mulut ya mulut! Tolong dong dijaga dikit! Seenaknya saja ngomong. Main fitnah orang. Dari tadi kan kamu yang melakukan kekerasan, kenapa malah aku yang dicap jahat? Dasar tak tahu malu!"
"Tawamu itu lebih jahat dari pukulanku."
Sudut mulut Obito berkedut. Ada rasa bahagia dalam hatinya, karena ia berhasil menggoda Shisui. Lagi. Biar memar di sana-sini, yang penting hatinya happy. (Di luar dugaan, Obito ternyata pengidap kelainan psikologis : Masokis.) "Siapa bilang? Ngawur tuch. Yang benar, senyum itu ibadah."
Katanya sok bijak, padahal tampangnya kelihatan banget antagonisnya.
"Tergantung."
"Tergantung apaan?"
"Sikon. Situasi dan kondisi. Yang kau lakukan ini, namanya mengejek bukan menghibur.. Orang lagi berduka, kau malah ketawa-tawa bahagia."
"Berduka? Emang apa yang mau membuatmu sedih? Ngomong dong sama kakak." Ujarnya sok bijak yang justru membuat Shisui jijik.
Shisui melotot kejam. Tangannya gatal untuk menggeplak kepala kakaknya yang kepekaannya minus itu. 'Badan aja gedhe. Tapi, mental tempe.' Hinanya dalam hati, jengkel pada Obito.
"Shisui-chan! Wadow!" Jeritnya merasakan nyeri akibat dianiaya Shisui.
"Jangan tambahkan suffiks 'chan! Jijay dengarnya."
"Ukh oke. So..., apa yang membuat dedekku sayang, Shisui-chan sedih?"
Wajah Shisui kembali murung, dengan sengaja mengabaikan suffiks imut yang diimbuhkan di belakang namanya oleh Obito. "Aku sedih karena sebentar lagi harus berpisah dengan Naru-chan."
Hahhh..., Obito menghela nafas panjang. Wajahnya ikut muram. Meski Naruto sering menggigiti kakinya, mengileri bajunya, ngebom pula di bajunya tiap kali mereka bersama, tak bisa dipungkiri, jika ia pun sangat menyayangi Naruto. "Yang sabar ajalah. Percayakan semuanya pada Hokage ketiga. Beliau pasti akan mengambil keputusan yang terbaik untuk Naru-chan." Hiburnya
.
"Mudah ngomongnya. Tapi, kan sulit ngelakuinnya." Nada kekanakan keluar dari bibir Shisui. Tekadnya untuk jadi pria dewasa dan cool tenggelam di laut.
"Ya mau gimana lagi. Sudah terlanjur."
"Sebenarnya, apa sih rencana Minato-sama? Ia ikhlas nggak sih ngasih Naruto pada kita?" Tanya Shisui curiga.
Wajar jika ia mencurigai Minato, karena ia lah yang membuat kekacauan di rumahnya kemarin malam. Kehadiran bayi-bayi sial itu di rumahnya, bukanlah sebuah kebetulan semata, melainkan bagian dari rencana licik Minato. Jika mereka tidak mengacau, tragedi itu tak akan terjadi. Rumahnya akan tetap utuh. Tidak hancur seperti sekarang. Sial. Seandainya saja ia tak terbujuk oleh mulut manis Minato-sama, ia pasti tak akan berada dalam posisi sulit seperti ini. Ia akan tetap berbahagia dengan Naruto di sisinya. Tapi.., terlambat. Nasi sudah jadi bubur, tak mungkin jadi nasi lagi.
"Shisui-kun!"
Shisui tahu siapa yang memanggilnya, tapi ia tak mau menoleh. Ia justru melengos, acuh tak acuh. Biar dibilang kekanakan, ia tak perduli. Emang ia masih usia anak-anak kok. Ia sedang marah dan ia butuh pelampiasan agar tidak meledak.
"Aku tahu kau marah, tapi ini demi kebaikan Naru-chan."
"Maksud Minato-sama aku tak cukup baik merawat Naruto? Aku memang masih anak-anak, tapi aku bisa jadi kakak, ayah, dan sekaligus ibu untuk Naruto." Matanya menatap nyalang tubuh transparan Minato.
"Aku tidak meragukanmu."
"Lalu... Lalu, kenapa Minato-sama ingin memisahkan aku dengan Naruto?" Teriak Shisui.
"Tidak Shisui-kun. Sebaliknya, aku ingin memberi hak asuh Naruto penuh padamu."
"Omong kosong apalagi itu?" Tukas Shisui. "Setelah kejadian kemarin malam, tak mungkin mereka mempercayaiku. Mereka.. hik hik hiks pasti menarik Naruto." Imbuhnya sambil terisak-isak. Pecah sudah tangisnya.
"Tidak. Itu tak akan terjadi. Percaya padaku." Kata Minato sebelum tubuhnya menghilang.
Shisui menoleh pada Obito yang dibalas dengan gelengan oleh Obito. "Aku sama tidak tahunya denganmu. Wait and see ajalah. Aku pergi dulu. Ada kencan."
Alis Shisui mencuat naik. "Kencan? Gadis sinting mana yang mau kencan denganmu?" Hinanya.
"Jangan menghina Naru-chanku!" Sergah Obito pura-pura marah untuk mengalihkan kesedihan Shisui.
"Naru-chan? K-kau mau kencan dengan Naru chan?"
"Iya. Hari ini kan jadwal posyandunya Naru-chan."
"Oh, God! Aku lupa. Tunggu aku!" Pekiknya buru-buru pergi ke kamar untuk bersiap-siap. Ia membuka pintunya sedikit, menyembulkan kepalanya. "Jangan pergi sebelum aku siap!" Ujarnya kilat.
Obito tertawa terkekeh-kekeh. Ia senang akhirnya Shisui ceria lagi. Meski sering mengusili Shisui, Obito sebetulnya sayang banget dengan Shisui. Ia mau berkorban apa saja demi melihat dedeknya itu tersenyum.
Seharusnya, Shisui bahagia karena bisa melewati quality timenya dengan Naru-chan tersayang. Tapi, gara-gara para ibu-ibu sialan berotak dungu bin sempit, mood baiknya hilang sudah. Jadi begini kejadiannya.
Di Posyandu
Shisui datang bersama Obito sambil menggendong Naruto. Adiknya terlihat senang. Buktinya ia berceloteh sepanjang jalan. Tangannya ikutan bertepuk tangan dengan hebohnya. Tapi, begitu sampai di ruang pelayanan posyandu Naruto mendadak muram. Ia terlihat takut hingga ia menyembunyikan wajahnya ke dalam dada Shisui, kakaknya. Shisui yang baru pertama kali membawa Naruto ke posyandu bingung. 'Ada apa dengan Naru-chan?' Batinnya.
Kepala Shisui terangkat. Ia merajut kedua alisnya. Kerut di dahi menyusul. 'Pantas saja.' Batinnya. Rupanya, Naruto takut pada tatapan menusuk para ibu yang tertuju padanya. Sudut mata Shisui menyipit, mengirimkan Deathglear pada ibu-ibu yang sedang membawa balitanya ke Posyandu.
'Huh! Dasar makhluk dangkal!' Hinanya dalam hati. Hanya karena kesedihan akibat ditinggalkan orang tersayang, mereka jadi buta. Tidak punya otak. Memang hanya mereka sendiri yang kehilangan orang tercinta? Memang hanya mereka sendiri yang dilanda kemalangan dan duka pasca invasi Kyuubi ke Konoha? Di atas semuanya, Narutolah yang pantas mendapat gelar makhluk paling malang.
Naruto baru lahir ke dunia, belum mengerti isi dunia, pada saat kedua orang tuanya tewas jadi tumbal Kyuubi, rumahnya rata dengan tanah. Tragisnya lagi, ia tak punya kerabat handai taulan. Betul-betul hidup sendiri di dunia ini. Dan, kini ia masih harus dihukum menanggung seluruh kebencian para penduduk desa untuk sesuatu yang bukan kesalahannya? Kau tahu apa itu namanya? Itu keji. Hanya kegilaan yang menyebut seorang bayi yang innosen sebagai monster. Jika bayi disebut monster, lalu penjahat disebut apa?
Shisui mendesah. Ini yang tidak disukainya dari para penduduk awam. Mereka mudah disetir opininya, karena umumnya mereka bertindak berdasarkan emosi bukannya akal sehat. Jika akal sehat yang jadi tuan mereka, tentu mereka bisa memisahkan antara Host Kyuubi dengan Kyuubi, karena pada dasarnya mereka subyek yang berbeda.
Shisui larut dalam lamunannya, menyumpah serapah. Dalam otaknya, ia sudah mengikat para ibu dangkal itu ke tiang, menyumpal mulut mereka dengan kaos kaki Obito yang dijamin mutlak super duper bau karena tidak dicuci selama setahun, dan lalu memarahi mereka dengan ganas. Saking khusyuknya melamun, Shisui lupa mengambil nomor antrian. Terpaksa, Obito yang mengambil alih keadaan. Ia mengambil nomor dan melihat saat ini urutan ke berapa. Setelah tahu, waktu tunggunya masih lama, Obito menarik Shisui ke ruangan bermain anak sambil untuk istirahat. Ruangan yang awalnya ribut seperti pasar, langsung senyap hingga suara detak jantung pun terdengar.
Tanpa diusir, para ibu pergi membawa anaknya masing-masing ke luar ruangan. Shisui dan Obito mengabaikannya. Obito langsung PW di atas kursi panjang. Tak butuh lima menit, suara deru nafas teratur pun terdengar. Obito sudah terbang ke alam kapuk. Shisui hanya geleng-geleng tampan akan kelakuan kakak sepupunya itu. Ia mengalihkan perhatiannya pada Naruto. Dengan hati-hati, ia meletakkan Naruto ke atas karpet. Ia mengeluarkan mainan kesukaan Naruto yang sengaja ia bawa dari rumah.
Begitu melihat mainan-mainan kesayangannya, ekspresi Naruto langsung berubah baik. Wajahnya tampak bahagia. Suara celoteh bayinya kembali terdengar. "Mmm chhhh bububu kkaa.." Shisui tersenyum sambil sesekali mencuri satu dua kecupan di pipi tembemnya, pura-pura paham akan ucapan adiknya. Padahal asli, nggak ngerti sama sekali. Menurutnya, untuk memahami bahasa bayi itu butuh bakat khusus. Tidak sembarang orang memilikinya. Hanya segelintir orang yang bisa. Dan, Shisui tidak termasuk segelintir orang yang beruntung itu.
"Wah, Naru-chan juga di sini." Tegur sebuah suara terdengar riang.
"Buuu.... Naaluu" timpal suara imut lainnya.
Kepala Shisui mendongak. Matanya menangkap siluet tubuh seorang bayi tambun yang tubuhnya penuh lemak. Ia sedang digendong oleh seorang wanita dewasa yang juga bertubuh subur, sama seperti anaknya. "Oh, Choji-chan dan Nyonya Akamichi-san! Selamat datang!" Sapa Shisui ramah. Ia memberi tempat pada ibunya Choji di sebelahnya. Meskipun keluarga Choji masuk kategori rivalnya, ia tetap menghargai keluarga yang semuanya bertubuh endut itu. Mereka baik pada Naruto dan tidak memiliki sentimen negatif padanya, sehingga Naruto dan Choji bisa berkawan baik.
Lima menit kemudian, keluarga Kiba menyusul. Ia digendong ibunya. Naruto bertambah bahagia. Ia tak hanya memiliki dua teman bermain, ia juga bisa berbaring-baring sembari memainkan bulu lembut Kuro, anjingnya ibunya Kiba. Ketiganya tampak akur. Bermain dengan damai sampai badai melanda. Bayi Termalas dan sekaligus Terjahat datang tak diundang. Dengan seenaknya, ia menyingkirkan Choji dan Kiba. Menganggap keduanya pengganggu kebersamaannya dengan Naru-chan.
Shikamaru begitu datang langsung menjejali Choji roti -Shikamaru sedang murah hati- ke mulutnya agar ia sibuk makan, alih-alih bermain dengan Naruto. Sayang, rotinya abis diileri Shika, terus jatuh dan guling-guling ke tanah entah sudah ditempeli partikel jahat apa aja, sukses membuat mulut Choji berlepotan tanah. Ibunya yang panik langsung membawa Choji pergi entah kemana dan tidak balik-balik lagi, yang tidak disesali Shikamaru sedikit pun.
Sedangkan Kiba, well ia pergi dengan kesadaran sendiri. Bukan karena terintimidasi oleh aura Shikamaru yang suram dan angker, namun karena adanya Sasuke di belakangnya. Berbeda dengan Shikamaru yang berakting antagonis sejati. Ekspresi Sasuke tampak lugu penuh cinta. Tapi, saat mulut kecilnya membuka, Kiba tahu itu hanya kedok. Sejatinya, Sasuke lebih jahat dari Shikamaru. Ia dengan tega mengubah bulu Kuro jadi keriting dan berwarna pink norak. Ada bando imut di kepalanya. Sebagai anjing ninja yang penuh dengan kebanggaan, Kuro jelas merasa terhina.

"Kaingg..! Kainggg... kainggg..." jeritnya sambil berlalu pergi.
"Pa pa pa..ge ge..ge....!" Celoteh Sasuke tampak sangat bahagia. Rencana kriminalnya berjalan sukses. Entah ide murni sendiri atau ada yang ngajarin, hanya Sasuke, author, dan Kami-sama yang tahu.
Para ibu -Yoshino dan Tsume- melongo. Ekspresi bodoh tercetak pada wajah mereka, terlalu tercengang dengan kejadian barusan. Astaga! Itu...itu Sasuke yang buat? Kok bisa? Ia baru berumur satu tahun kan? Keduanya masih belum percaya dengan peristiwa yang lalu. Diam-diam, Yoshino menyimpan rasa lega. Sejahat-jahatnya Shikamaru, setidaknya tingkah lakunya masih normal. Kejahilannya masih dalam batas-batas wajar untuk ukuran balita. Tidak seperti Sasuke. Kriminal sejati.
Itachi selaku yang membawa Sasuke membatu di tempat. Syok berat. Untungnya, ia cepat sadar. Ia buru-buru membungkuk 90° di hadapan Tsume, ibunya Kiba. "Maafkan otouto saya, ba san." Katanya penuh sesal. Bocah yang diprediksi akan jadi pria terganteng se-negara Hi pujaan kaum Hawa ini dipenuhi perasaan bersalah dan juga malu.
Tsume menanggapinya dengan acuh tak acuh. "Ah, tak apa-apa. Namanya juga balita." Ujarnya santai. "Itu tak berarti apa-apa bagi Kuro." Imbuhnya.
Hati Itachi tergores ngilu. 'Tidak apa-apa gimana?' Batinnya resah. Bulu Kuro sampai keriting lho setelah disembur dengan bola-bola api oleh Sasuke. Mana warna bulunya diubah pula. Itachi pun tenggelam dalam emosinya. Di satu sisi, merasa sedih karena adiknya tidak lagi imut bin polos. Di sisi yang lain, ada rasa bangga. Masih balita, tapi sudah bisa melakukan katon no jutsu, meskipun ukurannya masih sangat mini. Kalau ayahnya tahu, beliau mungkin bakal kayang semalaman.
Shisui meringis. Iyuh. Usap-usap dahi. Adiknya Itachi memang 'Sesuatu'. Ia kini melihat Sasuke dengan cahaya baru. Satu kata untuk menggambarkan Sasuke, jahat. Dua kata, kamu jahat. Tiga kata, kamu jahat sekali. Otak kriminalnya itu lho, luar biasa. Sadis. Madara mah lewat
.
Tanpa ia sadari, sudut mata Shisui melirik punggung Shikamaru yang tengah sibuk menemani Naruto bermain. 'Yang di sana juga berpotensi jadi The King of Devil.' Pikirnya. Bedanya, si Nara lebih bijaksana untuk tidak memamerkan kegeniusannya dalam melakukan tindak pidana kejahatan. Ia mengklamufasekannya dengan tindakan impulsif bin ceroboh ala balita sehingga orang-orang menganggapnya sebagai kejahilan balita biasa. Bukannya kriminalitas yang terencana rapi. Satu kata untuk Shika, Licik!
Obito yang tadi berenang-renang di pulau kapuk mendadak bangun. Dengan mata setengah terpejam dan tanpa peringatan, ia meraih tubuh mungil Naruto dan menggendongnya di pinggang seperti menggendong kayu bakar. Shikamaru bergelantungan di kaki Obito. Ia terbawa karena mengikuti Naruto. Sasuke tak mau ketinggalan. Ia langsung menaiki kakaknya dan menyeretnya untuk mengikuti rombongan Naruto. Shisui dan Yoshino yang tertinggal hanya melongo. Lagi. Astaga! Itu tadi apaan ya? Dunia semakin aneh saja. Shisui dan Yoshino akhirnya mengikuti Naruto, tak mau ketinggalan momen berharga.
Di sana, dalam gendongan Obito, Naruto memberontak. Ia benci orang-orang dewasa berbaju putih dan berbau obat. Mereka jahat. Suka menyuntik tubuh Naru. Kan sakit. "Ndak... to to.. ka ka.. nii... nii.." Celotehnya disertai isak tangis.
Shikamaru yang sedang digendong ibunya mengusap-usap kepala Naruto lembut, agar adiknya tenang. Ia tahu disuntik itu sakit. Tapi, kata ka sannya, suntikan itu baik untuk kesehatan agar tidak gampang sakit. Kata ka sannya sakitnya hanya sebentar, tapi manfaatnya sampai besar. "To to da.. da.." hiburnya.
Shisui nyengir bingung. Refleks, ia menoleh pada Itachi menganggapnya pakar bahasa bayi. "Ia bilang. Jangan nangis! Sakitnya hanya sebentar. Hanya seperti digigit semut." Jawab Itachi yang menuai pujian setinggi langit oleh Shisui. Ia bahkan berencana mempekerjakan Itachi sebagai babysister Naruto.
Jika Itachi tahu apa yang dipikirkan sahabatnya, ia pasti muntah darah karena marah. Apalagi jika diketahui Fugaku? Beuh..! Shisui bisa diuber-uber keliling kampung. Masak calon shinobi hebat seperti Itachi turun pangkat jadi babysister? Itu pemborosan sumber daya namanya. Menjaga Sasuke sih ia nggak keberatan, karena Sasuke adik kandungnya, tapi Naruto kan orang luar. Banyak pengasuhnya pula.
"Huwee.. ungg... Nii..nii.." jerit Naruto meronta-ronta tak mau disuntik hingga Obito kuwalahan. Pipi tembemnya sudah basah oleh air mata.
Sasuke yang dari tadi diam melihat tingkah ShikaNaru, tiba-tiba maju. Mata bundarnya menonjol seolah mau lepas dari soketnya. Ia mamerkan dua pasang giginya yang kebetulan gigi taring pada Naruto. Niatnya mau melucu untuk membuat Naruto terhibur. Yang ada, Naruto malah syok, teringat waktu kepalanya digigit Sasuke. Saking syoknya, ia sampai lupa sedang menangis. Ia bahkan nggak nyadar sudah disuntik ibu bidan.
'Monster,' batin Shisui dengan hati doki-doki.
'Gigi piranha emang tidak ada duanya. Jaminan mutu." Batin Obito mengejek Sasuke.
'Fiuh! Ku pikir anakku yang paling seram se-Konoha. Untunglah bukan.' Batin Yoshino sujud syukur dalam kepalanya. Dibandingkan dengan Sasuke, Shikamaru jelas kalah saing. Jika Shikamaru titisan setan, Sasuke jelmaan Raja Yama. Dijamin bikin nangis terkencing-kencing.
'Sasuke...???' Ini pikiran Itachi yang nano-nano. Manis, pedas, asin, asem, dan pahit. Gado-gado rasanya.
Apapun pikiran mereka tentang Sasuke, faktanya Sasuke sudah membantu para bidan menyelesaikan tugasnya, yakni menyuntik Naruto, pasien terakhir mereka.
Di waktu yang sama dan di tempat yang berbeda, jauh di dalam gedung hokage para tetua berkumpul. Udara berat memenuhi tiap inci ruangan. Keempat para tetua bersitegang untuk menentukan, siapakah yang akhirnya berhasil mendapatkan hak asuh Naruto?

TBC

NARU BABY : HOROR DI RUMAH SHISUI

Bagi Naruto, Sasuke itu sahabat baik yang ia sayangi. Sahabat yang selalu menemaninya bermain saat sang kakak pergi mencari nafkah keluarga dan ibunya sibuk berkutat dengan urusan rumah tangga. Ia nggak ngarepin pamannya. Daripada main sama dia, mending ia main sendiri. Paman Obitonya payah. Tidak bisa diandalkan. Sok muda. Tak mau dipanggil paman. Padahal udah tuwir. Suka godain Narutonya kebangetan pula. Makanya, ia hobi gigit rambut, tangan, dan kakinya.
Bukan berarti Sasuke nggak jahat. Ia juga sering kok jahatin Naruto. Suka bikin mewek. Menjadikan Naruto guling kesayangan buat dipeluk, ditendang dan diilerin. Dijadikan penghangat badan. Dan yang sebel, sering dijadikan korban imaginasi Sasuke yang berlebihan. Ia pernah lho lagi enak-enaknya tidur, tiba-tiba ia digosok-gosok pakai sikat terus diguyur air dingin. Jelas aja Naruto nangis sekenceng-kencengnya. Ia juga pernah  didorong Sasuke pas lagi main boneka hingga jatuh ke lubang terus tubuhnya ditumpuki pakai tanah basah. Entah apa maksudnya. Naruto senang-senang aja main tanah. Bahkan ngambil beberapa jumput dan dimasukin ke mulut. Ibunya menjerit tidak karuan dan langsung membawanya pergi. Entah apalagi yang dilakukan Sasuke padanya. Kadang menyenangkan. Tapi, tak jarang membuat ia tak nyaman. Sisanya bikin ia sakit. Namun, main dengan Sasuke tetap lebih baik dari pamannya.
Karena itulah, Naruto tak keberatan buka rahasianya pada Sasuke, sahabat terbaiknya. "Gaa ga ja ja da da ug ug.. ai..." katanya dengan bahasa bayinya sambil tepuk tangan. "Sssuuuu khaa kha ka.." katanya mengakhiri.

Terjemahannya, Tiap malam, ada seorang wanita yang sangat cantik sekali, berambut merah panjang, berbau campuran aroma teh dan melati yang menggendongnya. Ia sering menyanyi untuknya. Suaranya merdu sekali. Nomor dua setelah kakak nanasnya. Aku suka.'
Sasuke yang lebih dewasa, lebih cerdas, dan punya imaginasi lebih kuat daripada Naruto, mikir, 'Siapa orang itu?'

Ibunya Naruto aka ibu Shisui? Sasuke menggeleng sok dewasa. Bukan. Bukan oba-san. Beliau berambut hitam legam layaknya anggota klan Uchiha, bukan merah. Jadi tidak mungkin dia.

Si sinting Obito? Lupakan saja. Suaranya sumbang kayak tong kosong dipukulin. Hanya merusak gendang telinga.

Shisui? Ini lebih nggak mungkin lagi. Shisui nggak akan merendahkan diri melakukan henge jadi cewek, sebesar apapun rasa sayangnya pada Naruto.

Jadi siapa dia?
'Mencurigakan. Ini harus diselidiki.' Tekadnya dalam hati.
Malam harinya, rumah Sasuke
Sasuke tengah tidur lelap di kamarnya sambil memeluk boneka ayam jagonya di tangan kanan dan boneka dinosaurus di tangan kirinya. Sesekali, ia bergumam tidak jelas. Tiba-tiba, kedua kelopak matanya membuka, memperlihatkan iris sekelam malam tanpa bintang miliknya. Ia lalu bangun dan mendudukkan pantat semoknya di atas kasur. Tangan mungilnya mengucek-ucek kedua matanya yang agak sayu, memastikan ia betul-betul terjaga.
Kepalanya menoleh menatap tembok kamarnya yang dicat biru muda dengan hiasan berupa awan dan sebagainya. Ia bukannya mendadak tertarik pada dinding kamarnya. Bukan sama sekali bukan. Yang ditatap Sasuke adalah sesuatu yang ada di balik tembok kamarnya. Tepatnya kamar Naruto, sahabat dan mainan kesayangannya.

For your info. Kamar Sasuke berada bersebelahan dengan kamar Naruto yang hanya dipisahkan oleh dinding, sedikit tanah lapang yang ditanami bunga, dan pagar rumah terus halaman samping rumah Shisui.

{Woy bilang aja rumah tetangga. Ribet amat penjelasannya.}
Sasuke merasakan adanya cakra yang tidak wajar di kamar Naruto. Ah, bukan. Ia sudah lama menyadari adanya cakra asing yang jadi parasit di tubuh Naruto. Namun, karena cakra itu tak menyakiti Naruto, Sasuke memilih diam selama ini. Tapi, itu dulu. Sekarang beda ceritanya. Cakra asing itu mulai berulah, menunjukkan eksistensinya kepada dunia setelah sebelumnya bersembunyi di tubuh mungil Naruto.
Bagaimana Sasuke bisa tahu? Jawabnya, ia juga tidak tahu. Ia tahu begitu saja. Mungkin itu wujud dari instingnya sebagai kakak yang baik bagi Naruto. Atau, bisa jadi itu menunjukkan adanya potensi yang sangat besar dalam diri Sasuke, sebagai seorang shinobi yang hebat, kelak. Sasuke tak tahu yang mana, yang jelas ia beruntung memiliki kemampuan ini karena ia tidak yakin dua orang bodoh -Shisui & Obito- itu mampu melindungi Naru-nya, adik dan sekaligus mainan kesayangannya dari bahaya.
Sasuke memanjat boks bayinya dan turun. Ia berpegangan pada jeruji boksnya yang terbuat dari kayu untuk turun. HUP...! Ia berhasil mendarat dengan selamat sentousa tanpa kurang apapun. Selanjutnya, Sasuke merangkak keluar dari kamarnya. Tujuannya adalah kamar sang aniki tercinta. Susah payah, Sasuke membuka pintu geser kamar kakaknya dengan tangan mungilnya. Butuh perjuangan, namun ia berhasil juga. Ia merangkak masuk. Di sana, ia melihat sang kakak tengah tertidur pulas di atas kasur, sama sekali tak terganggu dengan suara berisik di luar sana.
Oniks Sasuke berbinar-binar menatap sang kakak, penuh pemujaan. Di mata Sasuke, kakaknya adalah makhluk yang sempurna. Bahkan dalam posisi tidur pun, kakaknya tetap terlihat tampan. Tidur kakaknya rapi, tepat di tengah. Baik kasur maupun selimutnya tetap terlihat rapi, tidak kusut.
Beda sekali dengan, Naruto yang tidurnya penuh gaya. Sangat berantakan. Tendang sana. Tendang sini. Guling ke kanan, ke kiri hingga berputar 180° seperti kincir angin. Lain lagi dengan Obito yang kalau tidur suka ngorok. "Grook! Grook! Grook!" Lain pula dengan Shisui yang kadang masih suka ngiler di atas bantalnya membuat lukisan 'Rayuan Pulau Kapas.' Eoh, ganteng-ganteng kok ngiler. Kasihan bantalnya. Jadi bau.
Tapi, tujuan Sasuke ke kamar kakaknya bukan untuk mengagumi gaya tidur sang kakak, melainkan mengambil sesuatu di kamar kakaknya. Sesuatu yang amat penting untuk menyempurnakan misinya, yakni menyelamatkan nyawa sang dhedhek tercinta. Karena itu, Sasuke bergerak cepat ke tempat sasarannya.
Tanpa suara, Sasuke merangkak mendekati meja belajar kakaknya. Ia berdiri dengan berpegangan pada kaki kursi dan memanjatnya. Tangan mungilnya membuka-buka laci dan tas kakaknya, mencari sesuatu. Tapi, tak ada. Ia turun dengan hati-hati. Ia beralih pada lemari sang kakak. Setelah mencari dan mengobrak-abrik isi lemari sang kakak, ia berhasil mendapatkannya. Ia menyimpannya ke dalam tas kakaknya yang sudah usang. Ia memakai tas sang kakak dan kembali merangkak. Kali ini keluar kamar. Lebih tepatnya keluar rumah.
Tujuan Sasuke selanjutnya rumah Shisui yang terletak tepat bersebelahan dengannya. Ia masuk lewat samping, dengan pertimbangan lebih cepat sampai. Ia mendesah lega dalam hati, karena sejauh ini ia berhasil menyusup ke daerah teritorial duo musuhnya, aka Shisui & Obito dengan sempurna. Buktinya, ia tidak ketahuan hingga detik ini.
Sasuke tidak langsung masuk ke dalam rumah. Ia merasakan adanya pergerakan dari pintu depan. Dahinya mengerut yang tidak sesuai dengan wajah balitanya, pertanda sedang berfikir. Gerakan si Penyusup terlalu berisik. 'Ia pasti bukan seorang shinobi,' Pikirnya. Tapi, ia memilih mengabaikan si penyusup, menganggapnya tidak berbahaya. Bahaya yang sebenarnya, ada di dalam kamar Naruto. Sasuke pun memilih memfokuskan perhatiannya pada bahaya yang ada di dalam kamar Naruto. Sasuke merayap dengan hati-hati untuk memuluskan rencana briliannya.
Kita tinggalkan Sasuke dengan rencana briliannya. Kita beralih pada penyusup-penyusup kecil yang masuk lewat pintu depan. Dugaan Sasuke benar yang menyusup itu bukan seorang shinobi, melainkan calon-calon shinobi di masa depan. Mereka -lebih dari satu orang- adalah kakak-kakak Naruto. Kita absen dulu. Ada si muka ngantuk, Shikamaru. Ada si embul, Choji. Dan, terakhir ada si bau anjing, Kiba. Ketiganya datang ke rumah Shisui yang terletak di ujung desa menunggangi anjing Kiba -punya ibunya-. Jadi cepat sampai.
Bagaimana mereka bisa berkumpul bersama?

 Ceritanya panjang. Tidak selesai diceritakan dalam satu malam. Singkatnya, ini gara-gara Minato. Ia muncul di depan ketiganya dan membuat balita-balita imut calon pemimpin klan masing-masing di masa depan mengikutinya. Entah apa yang ada di otak ganteng Minato, hingga ia melibatkan kakak-kakak Naruto dalam rencana gilanya?
Minato memang pintar mencari waktu. Kondisinya saat ini memungkinkan ia bertindak secara leluasa untuk menyukseskan rencananya. Shikaku dan Chouza sedang ada misi, sedangkan istri mereka orang biasa bukan kunoichi, jadi tak mungkin ia bisa menyadari kehadiran Minato yang memang ahli menghilang. Shikaku dan Chouza sendiri diragukan kemampuannya dalam mendeteksi Minato.

Hanya satu pihak yang sulit Minato kelabui, yakni Tsume Inuzuka. Tapi, untungnya ibunya Kiba juga ada misi. Hana, kakaknya Kiba sedang flu berat. Indra penciumannya sedang tak berfungsi. Sungguh waktu yang pas sekali.
Sampai di rumah Shisui, Shikamaru, balita tercerdas diantara ketiganya membagi tugas. Shikamaru masuk lewat depan, membuat keributan untuk memuluskan aksi menyusupnya Kiba dan Choji. Lalu, ketiganya menyerang dua orang bodoh -Obito dan Shisui- yang menurut mereka mencurigakan karena baunya sama dengan bau orang yang menyatroni rumah mereka. Selain untuk melindungi Naruto dari si Penjahat, ini juga jadi ajang balas dendam Shikamaru. Shisui telah dengan kejamnya menjauhkan Naruto dari dirinya. Ia tidak terima karena itu, ia berniat membalasnya berkali-kali lipat.

Di waktu yang sama, di dalam rumah, bunshin Obito dan Shisui merinding disco. Ia merasakan hawa tidak wajar melingkupi seluruh rumah mereka malam ini. Hawa yang membuat mereka sangat tidak nyaman. Khususnya Shisui. Ia merasa ada sepasang mata sedang mengawasinya di balik kegelapan. Mata yang menyorot keji penuh dendam. 'Semoga saja itu bukan mata sang penunggu hutan yang marah karena ia merusak kedamaian hutan kematian tadi siang untuk menyempurnakan jutsunya. Ia kan agak jeri dengan yang namanya hantu dan teman-temannya.
"Hai, Shi! Menurutmu, apa rencana Minato-sensei?" Katanya sambil ngemil di kursi ruang tamu.
"Mana ku tahu. Memangnya aku cenayang. Lagipula, ia guru pembimbingmu. Kau lebih sering menghabiskan waktu denganmu. Harusnya kau tahu."
"Haish. Kau ini. Tidak asyik. Seperti pria ubanan itu." Rutuk Obito. "Aku memang sudah lama mengikuti Minato-sensei, tapi cara pikir beliau lebih membingungkan daripada Fugaku-Danzo-Orochimaru sekaligus. Menebak isi otak mereka bertiga jauh lebih mudah daripada meraba rencana Minato-sensei. Di balik senyum prince charmingnya, tersembunyi otak liciknya." Kata Obito buka-bukaan. Entah itu pujian atau sindiran.
"Aku tak perduli, selama rencananya ini tidak menjauhkanku dari Naruto."
"Uwach. Kau betulan cinta mati ama Naruto? Ati-ati tuch. Jangan sampai dalam banget, lah. Entar kamu sendiri yang sakit hati."
"Apa maksudmu?" Sergah Shisui dengan mata memicing.
 
"Ya gitu dech. Ntar juga tahu sendiri."
Shisui mencengkram kerah baju Obito geram. Diantara semua lawakan tak bermutu Obito, ini yang paling kejam. Naruto itu adiknya. Titik. Dan, tak ada yang boleh merebutnya.
"Woy sabar, Shi! Nggak usah ngamuk napa? Lepasin tanganmu dari leherku, Shi! Aku tak bisa nafas. Kalau aku mati, nanti kau nggak punya kakak super ganteng dan keren sepertiku lho." Goda Obito.
Shisui mendengus. Perutnya bergolak mual. 'Pede amat sih Uchiha wannabe ini.' Pikirnya jijik.

"Lekas katakan! Apa maksudmu?"
"Naruto itu punya banyak kakak yang sayang banget padanya. Dengan kesibukanmu, kau akan jarang bersama Naruto. Diambil dech kedudukanmu ama yang lain. Lama kelamaan posisi brother the bestmu di hati Naruto akan digeser orang lain. Sasuke contohnya."
"Tidak boleh." Raung Shisui geram. Ia tak mau kedudukannya dicolong si kepala Ayam. Sampai mati pun, ia nggak ridho.
Obito menepuk pundak Shisui sok simpatik. "Tenang. Kau masih ada kesempatan."
"Caranya?"
"Buatkan saja Naru-chan adik, sebagai teman mainnya."
Shisui melotot. Tanpa ampun ia memukuli sepupu setannya berikut ajaran sesatnya. Makhluk sesat itu memang butuh diservice otaknya agar bisa kembali ke jalan yang benar. Shisui kan baru 10 tahun, masak disuruh punya anak. Mimpi basah aja belum. Gimana bisa bikin anak? Brengsek tuch! Dasar setan!
"Ampun Shi, ampun. Adududuh..... ! Aku kan hanya bercanda."
"Candaanmu mengandung virus sesat."
"Yei, kau aja yang pikirannya cabul. Kecil-kecil sudah mesum. Maksudku, buatkan Naruto boneka anak biar ia punya teman main dan nggak terlalu lengket sama Sasuke."
"Salahmu sendiri menggunakan bahasa ambigu." Balas Shisui tidak terima.
BRAAK!
Pertengkaran mereka disela oleh suara gaduh dari pintu depan. Sontak, keduanya menghentikan pertengkaran tidak penting mereka. Mata mereka menatap waspada pintu depan. Tampak sepasang mata muncul dari balik dinding mengintip mereka. Ukuran matanya kecil seperti biji sawo, alias kecik, tapi sorotnya tajam dan juga keji. Tak lama kemudian dinding rumah Shisui yang hanya dari selembar tripleks pun ambruk, memperlihatkan tubuh yang tadi bersembunyi di baliknya. Lalu melangkahlah balita yang Shisui tahu paling jutek dan paling malas se-Konoha dengan gaya angkuhnya memasuki ruangan.
"Shikamaru?" Beo Shisui terkejut. Belum sempat ia bertanya, Shikamaru sudah meleparinya dengan kerikil, batu-batuan, ranting, hingga gumpalan kertas, membuat kedua bunshin itu melompat-lompat lincah yang membuatnya terlihat seperti orang yang sedang menari. Shika biasa berlatih melempari target -Choji dan Ino-. Sttt yang ini jangan bilang kedua orang tua mereka.  Jadi lemparannya hampir 100% tepat sasaran. Dan, yang paling horor, Shika melemparkan popok wadah ompolnya pada Shisui dan Obito. "GYAAA..!" Jerit keduanya pontang-panting menghindar.
Belum selesai urusannya dengan Shikamaru, muncul balita lain yang muncul secara mendadak melompat ke arah mereka dan memeluk erat. Baca menancapkan gigi mereka yang baru tumbuh beberapa ke kaki jenjang bunshin Shisui dan Obito. Shikamaru menyusul belakangan. Meski balita gigitannya mantap, kayak digigit semut rang-rang. Nyut-nyutan.
"Astaga! Ada apa dengan balita-balita ini? Memangnya ini lagi musim balita menggila ya?" Pekik Obito berusaha melepaskan diri dari Kiba dan Choji. Ia sudah pengalaman digigit couple setan cilik aka SasuNaru. Jadi ia tak begitu kesulitan. Beda dengan Shisui yang antara tak tega dan pingin nabok si bayi paling imut versinya Yoshino Nara.
Anjing bernama Kuro yang tadi jadi tunggangan tiga balita itu tak bisa berbuat banyak. Ia hanya menonton tanpa niat membantu karena dua alasan. Pertama, Uchiha memiliki aura dan bau yang para anjing benci, yakni bau kesuraman. Kedua, meski dingin dan suram, kedua Uchiha muda itu tak berniat menyakiti tuan mudanya.
Sepuluh menit kemudian, kedua bunshin itu berhasil meringkus ketiga penyusup mungil kita. Obito menenteng kanan dan kirinya, Kiba dan Choji, sedangkan Shikamaru digendong Shisui. "Hey, bocah! Kalian kenapa kelayapan tengah malam buta gini? Ortumu ngapain aja sampai nggak tahu anaknya ngilang?" Obito memborbardir balita-balita itu dengan pertanyaan demi pertanyaan.
"Khau jaja jha aat..!" Shikamaru yang menjawab.
Obito balik badan, menoleh pada Shisui. "Kamu ngerti?"
"Aku bukan penerjemah bahasa bayi. Tanya gih sama ahlinya. Itu lho pawang gagak." Balas Shisui seenak udelnya sendiri.
Obito senyum-senyum tidak jelas. Akhirnya, Shisui bisa melawak juga. Tak sia-sia ia mengkadernya dari orok. "Kita balikin mereka ke asalnya." Kata Obito kemudian.
"Lalu, Naru-chan?"
"Kan ada Minato-sensei."
"Terserah. Jaa!" Pamitnya menghilang dalam kepulan asap, diikuti Obito.
Yang tidak mereka ketahui adalah adanya penyusup lain yang masih tertinggal. Sasuke keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mulai mengeluarkan barang-barang dari dalam tasnya dan mengubah rumah Shisui menjadi penuh jebakan. Kecuali kamar Naruto dan tempat persembunyiannya. Kamar dedeknya bersih. Sasuke tersenyum bangga akan kegeniusan otaknya. Sekarang tinggal menunggu dua badut itu datang.
Sepuluh menit kemudia, mereka tiba. Dengan santai, Obito berniat membuka pintu yang sebetulnya sia-sia karena dinding di sebelah pintunya udah jebol. Tapi, Obito nggak mau lewat lubang dinding yang menganga lebar. 'Nggak elit.' Pikirnya. "Ouch..!" Pekiknya terkejut.
"Ada apa?" Tanya Shisui yang ada di belakangnya.
"Tanganku seperti digigit ratusan semut saat menyentuh pintu ini." Obito mengedarkan pandanganya. Rumahnya terlihat berbeda. "Ati-ati Shi!" Shisui mengangkat sebelah alisnya, bertanya dalam isyarat.

"Ada yang tidak beres. Aku mencium bahaya." Imbuhnya dan masuk dengan ekstra hati-hati melalui lubang dinding yang dibuat Shikamaru.
Ketika kaki Obito menginjakkan kakinya di rumah ia merasakan sesuatu berbentuk bulat dan licin. 'Benda apa yang ku injak?' Batinnya tidak nyaman. Mata oniksnya jelalatan, menatap tiap sudut rumah mencari sesuatu yang mencurigakan. Belum juga melangkah jauh, ia merasa lantai di bawahnya berguncang. Tubuh Obito bergoyang-goyang karena ketidak stabilan lantai di bawahnya. Ia berusaha menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada sesuatu yang bisa dijangkaunya.

Tepatnya pintu yang ada di balik punggungnya. Lalu, peristiwa itu terulang lagi. Tubuhnya seperti kesetrum aliran listrik, menimbulkan linu-linu dan nyeri di sekujur tubuhnya. "Ouch!" Jeritnya sebelum ambruk ke tanah, menimpa batu-batu bulat berukuran kecil dalam jumlah banyak. Sakitnya? Tolong jangan tanya. Itu sakit banget.
Shisui geleng-geleng kepala, menyayangkan nasib malang kakak sepupunya. Tak mau bernasib sial seperti Obito, ia pun menatap penuh selidik tiap penjuru rumahnya. "Oh, my God!" Serunya terkejut.

"Ada penyusup lain." Katanya dengan rasa panik mencengkram hatinya kuat-kuat. "Ia memasang banyak perangkap di rumah ini."
"Bagaimana bisa? Kita pergi tak lebih dari sepuluh menit."
"Karena itu, ati-atilah!" Shisui kini memasang wajah seriusnya. Dengan teknik ninjanya yang mumpuni, ia berhasil menyingkirkan semua perangkap. Dibantu Obito. Kaki jenjangnya dengan langkah cepat menuju kamar Naruto. Ia menarik nafas lega, melihat dedek manisnya tidur dengan damai di boks bayi. Meski lelah dengan semua kejadian di rumah ini, ia tak mengeluh. Selama Naruto baik-baik saja, maka ia pun akan baik-baik saja. Tangannya mengusap pipi gembil Naruto.
Sreet..! Sreeett..! Sreeet..! Suara ganjil memasuki gendang telinganya. Sesuatu sedang diseret di lantai. Refleks, Shisui mengeratkan genggamannya pada kunainya. Awalnya, suaranya terdengar jauh. Lalu, suaranya kian terdengar jelas, seolah benda itu sedang menghampiri tempat mereka.
Deg! Deg! Deg!
Jantung Obito dan Shisui berdebar kencang. Bulir-bulir keringat dingin menggantung di pelipis keduanya. Matanya waspada dengan segala kemungkinan. Lalu, sosok itu kini sudah ada di hadapan mereka. Di waktu yang sama, suara benda yang diseret pun berhenti. Mereka terkejut, hingga hampir lompat dari tempat mereka berdiri. Bagaimana tidak? Di sana, mereka melihat seorang balita tengah merangkak melewati pintu kamar dengan jumawanya. "SASUKE!" Pekik bunshin Obito dan Shisui dengan kompaknya. Keduanya menatap horor Sasuke.
'Ngapain bayi suram itu ke sini?' Batin Bunshin Shisui.
'Pawang bayi kemana ya? Kok monster cilik tukang ngecesnya dibiarin kelayapan malam-malam seorang diri.' Pikir Obito. Ia merujuk pada dua bersaudara, anak pasangan Mikoto-Fugaku.
Akan tetapi, bukan kehadiran Sasuke di rumah Shisui, lebih tepatnya lagi kamar Naruto di jam-jam mencurigakan, yakni tengah malam seperti ini yang membuat Shisui dan Obito melotot horor. Melainkan sesuatu di tangan Sasuke. 'Dasar monster!' Rutuk keduanya antara ngeri dan takjub.

Bagaimana tidak? Balita berumur sembilan bulan dua minggu yang baru bisa merangkak itu dengan santai menggenggam petasan ukuran lumayan. Lumayan untuk membangunkan seisi rumahnya.
Obito bergerak hati-hati, berusaha merebut petasan dari tangan Sasuke. Meski hanya seorang bayi, Sasuke tetap perlu diwaspadai. Tubuh boleh bayi. Tapi, tatapan matanya dan auranya itu bukan tatatapan seorang bayi. Sorot matanya mirip sorot mata seorang shinobi gaek yang telah malang melintang di dunia ini.
Dugaan Obito tepat. Saat ini, yang menguasai tubuh Sasuke adalah reinkarnasi cakra yang sudah berumur ribuan tahun lamanya. Cakra itu bangun dipicu oleh bahaya yang mengancam Naruto. Jiwa melindunginyalah yang menyebabkannya bangkit dari tidur panjangnya. Itu cakra Indra Ootsuki, pendiri klan Uchiha yang telah tewas ribuan tahun lamanya. Karena faktor usia, cakra yang berhasil ditarik Sasuke hanyalah sedikit. Teknik yang dikuasainya pun masih basic. Namun, cukup untuk menakut-nakuti Obito-Shisui.
Sasuke berpura-pura tidak tahu sosok Obito yang ada di belakangnya. Ia sengaja membuat celah, menunjukkan kelengahan pada Obito yang kini berhasil merampas petasan Obito. Yang tidak diketahui Obito, Sasuke telah menempelkan kertas peledak pada petasannya dan mengaktifkannya.

"Jha hha dada gaga!" Pekiknya pura-pura marah dengan bahasa bayinya.
"Hey, bocah! Dengar ya! Ini bukan mainan untuk balita. Benda ini berbahaya, bisa membuatmu terluka. Untuk sementara, ini aku simpan." Papar Obito, berniat menyimpan petasan itu dalam kantongnya. Sudah amat terlambat baginya untuk menyadari bahaya yang tengah menghampirinya.

DUARRR! DUARRR! DUARR..!
Terdengar ledakan hebat dari rumah Shisui. Suaranya menyebar luas hingga menyelimuti satu kompleks Uchiha. Bersamaan dengan itu, terdengar jeritan, "Gyaaa..!" Dari bunshin Shisui dan Obito untuk terakhir kalinya, sebelum menghilang dalam kepulan asap. Tidak begitu terdengar karena teredam oleh suara ledakan gegap gempita.
Sasuke tertawa terkekeh-kekeh geli. Ia berhasil menipu dua bunshin kakak-kakak sepupunya. Itu bukanlah kertas peledak. Hanya kertas peledak mainan buatan sang aniki tercinta. Suara ledakan itu sebenarnya suara petasan yang akan menyala otomatis saat sumbu lilinnya habis terbakar yang diperbesar dengan speaker sehingga terdengar heboh. Asap itu berasal dari petasan dan sisa bakaran benda-benda basah.
"Hik! Hik! Hik! Huwee..?" Terdengar suara tangisan dari bayi normal yang ada di rumah Shisui.

Sasuke merangkak menghampiri Naruto. Ia memanjat boks bayi Naruto dan lalu bobok di sampingnya. "Kah khga auuu gyaaa.." Anggap saja itu suara nyanyian. Meski suaranya sumbang, tidak merdu, nyatanya itu berhasil membuai Naruto ke alam mimpi.
Poff! Poff!

 Muncullah Obito dan Shisui yang asli dari udara kosong. Kelihatannya. Padahal mereka hanya bergerak cepat, nyaris mendekati kecepatan cahaya sehingga keduanya terlihat muncul begitu saja.

"Apa yang terjadi?" Ini Obito yang bertanya.
Sasuke yang tengah tidur-tidur ayam sambil memeluk tubuh Naruto erat, terbangun. Matanya menyipit, marah pada duet menyebalkan versi Sasuke yakni Obito-Shisui yang dianggapnya berkhianat karena bekerja sama dengan makhluk parasit dalam diri Naruto. Tanpa peringatan, ia menyerang dua orang itu. Tangannya membentuk segel untuk mengaktifkan cakranya, meniru yang dilakukan Obito. "Katon gokyakou no jutsu!" Kata Sasuke menyebutkan jutsunya.
Obito dan Shisui menoleh dalam gerak lambat. Mata mereka membola, terkejut. 'Sejak kapan Sasuke tidak cadel? Sejak kapan ia bicara dengan lancar dan jelas? Dan, yang terpenting, sejak kapan Sasuke bisa mengakses cakranya hingga ia menguasai satu ninjutsu?' Pikir mereka. Karena terkejut dan juga syok, keduanya terlambat menghindar. Tubuh mereka sempat terkena semburan bola api yang mengarah pada mereka dan membuat tubuh mereka kehitam-hitaman, tapi tidak sampai melepuh.

"GYAAA...!" Jerit keduanya heboh dan membuat rumahnya yang hancur -hanya kamar Naruto yang masih utuh- penuh dengan kumpulan orang-orang berbaju hitam. Hitae ate mereka mengkilat tertimpa sisa-sisa api yang menyala. Seakan-akan ingin menambah dramatis situasi ini, para tetua berikut hokage ketiga muncul dari balik kerumunan dikelilingi oleh para anbu yang mengawal.

"May..may...!" Gumam Danzo dengan ekspresi abstrak di wajah tuanya. Shisui berkhayal melihat kilatan kecewa di wajah keriput pria tua penuh codet itu. "Diantara semua orang tua asuh Naru-chan..." Danzo menghembuskan nafas kecewa dan lelah. "...ini yang paling parah." Imbuhnya.

Rahang Fugaku mengeras. Oniksnya tampak lebih keruh dan ada kilatan kesedihan di sana, membuat Shisui dan Obito sedikit merasa bersalah. Sedikit ya. Nggak banyak. Lha wong bukan mereka kok yang salah. Semua ini. Kekacauan heboh ini kan ulahnya si kunyuk evil anak bungsu kesayangannya Fugaku sendiri.
"Aku tahu kewarasan kalian memang sangat dipertanyakan..., tapi haruskah kalian membuat kehebohan ini? Kalian sadar tidak? Kalian telah membahayakan keselamatan Naru-chan." Katanya dengan nada datar yang mana malah membuat hati keduanya kebat-kebit. Oniksnya melotot melihat anak bungsunya yang masih balita ada diantara kekacauan ini. "Dan beraninya kalian. Melibatkan. Sasuke dalam hal ini. KALIAN SUDAH BOSAN HIDUP APA?" Sembur Fugaku meraung marah layaknya singa jantam yang mengaum karena adanya sang agresor yang mencelakai anggota kawanannya.
Mulut Obito dan Shisui membuka menutup, bingung mau ngomong apa? Jika hanya ada anggota klannya, mungkin ia bisa bercerita tentang keseluruhan cerita. Tentang keanehan Sasuke. Tapi, di sini anda anggota di luar klan yang kesetiaannya patut dicurigai. Ada tetua pula. Membuat mereka harus pintar-pintar mengarang cerita. Ingat! Hak asuh Naruto yang jadi pertaruhan di sini.
"Kami bisa menjelaskannya." Kata Obito mewakili Shisui.
"Memang sudah seharusnya." Tukas Koharu sengit.
"Kita bisa bicara di tempat yang aman. Di rumah ketua klan kami."
"Baiklah." Para tetua menyetujui mengingat rumah Shisui yang sudah tidak layak huni. Untung saat kejadian perkara, ibunya Shisui sedang tak ada di rumah, harus dirawat inap di rumah sakit karena kolaps, jadi Shisui untuk sementara aman dari amukan ibunya.
Mereka berkumpul di ruang tamu Fugaku. Para bayi sudah dipindahkan di kamar Sasuke ditemani Itachi dan Kakashi yang turut mengawal hokage ketiga. "Kami sedang meneliti simbol di perut Naruto." Kata Obito. Ia duduk dengan tidak nyaman karena semua orang menatapnya seolah-olah ia monster berbahaya. Begitu pula dengan Shisui. "Tapi, kemudian saat kami mencoba membaca isi pesannya, ada serangan balik menyerang kami." Setengah kebenaran.
"Serangan?" Tanya Hokage ketiga resah
.
Obito mengangguk. "Itu perangkap. Akan aktif jika ada orang yang mencoba membacanya."
"Apa kalian berhasil membacanya?" Tanya Fugaku ingin tahu.
"Sebagian pesan." Aku Shisui.
"Apa?" Tanya Homura yang sejak tadi tidak kebagian dialog.
"Pria bertopeng misterius yang menyerang Konoha dengan mengendalikan Kyuubi adalah MADARA UCHIHA." Kata Shisui.
"JANGAN MAIN-MAIN! Itu tidak mungkin. Madara sudah tewas saat pertarungannya dengan hokage pertama." Raung Koharu geram.
"Klan Uchiha memiliki jutsu Izanagi yang memungkinkan kami memilih akhir dari pertarungan. Hanya sedikit yang mampu menguasainya. Untuk saat ini, hanya Madara yang bisa. Dengan teknik Izanagi, ia berpura-pura mati, meski untuk itu ia harus sekarat. Madara lalu bersembunyi, menghimpun kekuatan, dan menunggu waktu yang tepat untuk tepat menyerang Konoha lagi. Itu sebagian pesan yang berhasil kami baca. Sisanya lagi berhubungan dengan Naruto."
"Naruto?" Tanya Hokage ketiga dengan perasaan cemas.
"Ya. Tapi, aku tak tahu apa? Mungkin ada hubungannya dengan alasan kenapa Minato sensei menyegel Kyuubi ke dalam tubuh Naruto dan lalu menitipkannya pada keluarga Kagami untuk diurus." Putus Obito, tumben bijak dan dewasa.
"Kami mengerti. Kerja kalian bagus. Kalian berhasil mengungkap sebagian misteri Naruto, tapi kami akan lebih senang jika kau melakukannya di bawah pengawasan kami." Sindir Koharu tajam, masih kesal karena tindakan Obito-Shisui yang dipandang membahayakan keselamatan Naruto.
"Err, setelah ini, kalian tidak akan mengambil Naruto dariku kan?" Tanya Shisui dengan suara tercekik. Takut dan gelisah.
"Kami akan memutuskannya nanti dalam rapat." Kata Danzo tegas. Setelahnya, ia pergi dari kediaman Fugaku diikuti rekan-rekannya.
Fugaku menepuk pundak Shisui, menghiburnya. "Istirahatlah! Kau pasti lelah."
"OJi-sama. Tidak bisakah ji-sama membujuk para tetua agar tidak mengambil adikku." Pinta Shisui.
"Istirahat Shisui." Kata Fugaku secara halus menolak. Bibir Shisui bergetar karena sedih. "Jangan berfikir terlalu keras! Jika Naruto sudah ditakdirkan jadi adikmu, hak asuhnya pasti jatuh ke tanganmu. Sudah sana, lekas tidur!"
"Hai'k Jii-sama!" Kata Shisui dan Obito kompak. Mereka tidur di kamar Itachi.


TBC

NARU BABY : RAHASIA NARUTO

Mulut Obito menganga lebar. Kalau saja dagunya tidak diikat oleh sendi temporomandibular, mungkin dagunya bakal terlepas dan jatuh ke tanah. Ia terkejut. Ah, bukan. Ia syok berat. B-b-bagaimana m-mungkin orang yang sudah meninggal dunia bisa terlihat begitu nyata, sedang berdiri tepat di depannya?"K-k-kau astfghrrgfdg..." ujar Obito tidak jelas. Syok. Takut. Ngeri. Dan, senang. Campur aduk jadi satu.
Obito meneguk air ludahnya dengan susah payah seolah-olah ia sedang menelan sebongkah batu. Terasa seret dan juga sakit di bagian kerongkongannya. Tubuhnya menggigil gemetar dengan bulu kuduk yang sudah berdiri sempurna. Lidahnya yang biasanya cerewet kini kelu. Pupil matanya membesar dan menonjol keluar hingga serabut syarafnya terlihat dengan jelas. Seolah tak ingin ketinggalan, kini jantungnya ikut berdegup kencang. "K-kau..! K-kenapa?" Obito bicara tak beraturan saking takutnya.
"Hai, Obito-kun!" Sapa salah satu dari dua bayangan itu. Ia berdiri tegap dengan tubuh menghadap.Obito. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman menawan dan tatapannya tetap teduh, seperti yang ada dalam ingatan Obito kala ia masih hidup dulu. Bayangan yang satunya lagi sedang menggendong dan mengayun-ayun Naru-chan. Obito tidak begitu yakin, karena tubuhnya membelakangi Obito, tapi kira-kira semacam itulah.
"K-kenapa.. ?" Obito membuka mulut dan lalu menutupnya lagi. Otaknya blank, kosong. Ia tak tahu harus ngomong darimana dan tak tak tahu harus bertanya apa? Semuanya terasa membingungkan dan mendadak hingga otaknya mengalami kram. "Apa..?"
"Kami belum mati, Obito-kun." Jawab bayangan itu yang kini semakin terlihat jelas wujudnya, berkat bantuan sinar rembulan yang menimpa tubuhnya.
"Bagaimana mungkin?" Pekik Obito dengan suara tercekik. "Aku memang tidak melihat acara pemakaman kalian, karena aku koma, tapi shinobi medis sudah memastikan kematian kalian. Tubuh kalian sudah terbenam di dasar tanah."
"Ceritanya panjang." Ujar pria itu. "Aku akan menceritakan semuanya. Tentang Naruto. Tentang Kyuubi. Dan tentang kematian kami. Pada kalian berdua."
"Berdua?" Kedua alis Obito naik ke atas, heran.
"Masuklah Shisui. Aku tahu kau menguping pembicaraan kami."
Deg! Jantung Obito berdetak lebih keras dari sebelumnya. 'Shisui! Kok aku tidak menyadarinya? Memang sudah sehebat apa Shisui hingga hawa keberadaannya tidak bisa ia deteksi?' Pikir Obito antara terkejut, takjub, dan juga bangga.
Dari balik bayangan muncullah.sosok Shisui. Dengan gestur malu-malu, ia masuk ke dalam kamar. Kepalanya sedikit tertunduk, menyembunyikan pipinya yang kini merona. "Hokage-sama. Kushina-obasan." Sapanya sopan. "Maaf, hokage-sama. Obasan. Aku bukannya ingin menguping. Tapi, aku mengkhawatirkan adikku. Maksudku Naru-chan. Aku tak ingin ia celaka. Aku merasakan cakra mencurigakan di kamar Naru-chan. Karena itu, aku buru-buru kemari." Ujarnya menjelaskan alasan kenapa ia menguping.
Minato tersenyum. Begitu pula Kushina. "Tak apa, Shisui-kun. Justru aku senang. Itu berarti kau tulus menyayangi Naru-chan. Kau telah menjadi kakak yang baik untuknya." Ujar Kushina penuh haru.
Shisui tersipu malu. Obito melihatnya. Mulutnya membuka hendak meledek Shisui, tapi tatapan serius senseinya membuatnya menelan kembali apa yang ingin ia ucapkan. Toh masih ada banyak waktu untuk menggoda Shisui. Ah, dan ia baru teringat apa yang ingin ia tanyakan pada Shisui, adik sepupu kesayangannya, sejak tadi. "Sejak kapan kau menguasai Mangekyo Sharingan, Shisui?"
Wajah Shisui berubah muram. Ada kesedihan membayangi matanya. "Di penghujung Perang Dunia Ketiga. Saat itu aku melihat sahabat baikku, anggota timku tewas tepat di depan mataku. Aku hanya bisa terdiam, melihat cahaya kehidupan di matanya perlahan-lahan menghilang. Aku...aku..."
Shisui terdiam. Tubuhnya gemetar, mengingat peristiwa pahit hari itu. Bulir-bulir air mata mengalir di pipinya. Shisui tak menghiraukannya. Ia larut dalam kesedihannya. Obito, Minato, dan Kushina juga turut diam. Hanya rangkulan di pundak yang bisa Obito berikan, sebagai bentuk kepeduliannya. Shisui tersentak saat sesuatu yang hangat, lembut, dan kecil menyentuh pipinya, mengusap air matanya. "Naru-chan!" Ujarnya tercekat.
"Na ang hyuu gaga jijiii.." Celoteh Naruto. Entah kapan Naruto membuka mata. Kini ia berdiri menghadap Shisui. Maksudnya, Kushina sambil menggendong Naruto dengan posisi duduk sedang berdiri di depan Shisui, Tangan mungil nya terus-menerus mengusap air mata Shisui. Matanya yang bulat dan lucu memandang Shisui.
"Naru-chan..ugh.." gumam Shisui menarik Naruto dalam gendongannya dan menguyel-uyelnya karena gemas, terharu, dan bahagia. Kepalanya tenggelam diantara ceruk leher dan kepala mungil Naruto. Ia mencium dengan rakus campuran aroma bedak, minyak telon, dan wangi citrus. Aroma Naruto itu seperti aromaterapi, memberinya ketenangan batin. Tangan Naruto dengan setia menepuk-nepuk punggung kakaknya (yang paling normal), tahu jika kakaknya membutuhkan hiburan.
"Naa uung dada.. nii." celoteh Naruto lagi. Entah apa yang hendak Bayi pirang embul itu sampaikan pada Shisui, tapi Shisui merasa hatinya plong. Lubang hitam dalam hatinya perlahan mulai menutup. Masih menyisakan sakit memang, karena bagaimana pun lukanya terlalu besar dan bernanah, namun setidaknya sudah mulai sembuh.
"Ehem!" Minato berdehem untuk menarik perhatian. "Maaf mengganggu kemesraan kalian, tapi ada hal penting yang ingin ku sampaikan. Waktu kami tidak banyak. Sebentar lagi matahari akan terbit."
"Jadi Anda betul-betul sudah mati dan ini wujud ugh..." Glekh! Obito kehilangan kata-kata. Tubuhnya mulai menunjukkan reaksi. Akibat rasa takut yang berlebihan. Rona di wajahnya menghilang. Kini, wajahnya sudah seputih kapas. "...h-ha..han..hantu s-sensei?" Suaranya gagap. Ia tidak takut pada musuh seperti apapun, sekuat apapun. Tapi, jika sudah berhubungan dengan makhluk astral...? Nyali Obito ciut seketika.
"Tidak bisa dibilang hantu juga sih." Kata Minato.
"Kalau bukan hantu, lalu apa?"
"Sebut saja aku ini roh."
"Roh?"  Shisui dan Obito kompak bertanya.
"Ya." Gumam Minato. "Setelah aku menggunakan Shiki Fuujin no jutsu dibantu Shina-chan, seharusnya aku dan istriku mati sebagai akibat penggunaan jutsu terlarang ini. Sayangnya, Dewa Shinigami tidak berkenan menerima kami karena alasan yang tidak kami ketahui. Tapi, berhubung jasad kami sudah hancur dimakan tanah, roh kami terjebak diantara hidup dan mati. Lalu, entah bagaimana, roh kami tersedot dalam wadah makhluk terdekat kami. Jadilah, kami hidup di dalam tubuh Naruto. Kami bisa muncul kapan pun. Akan tetapi, karena wujud kami berupa roh, tak ada satu pun yang bisa melihat kami. Hanya pemilik Mangekyo Sharingan yang bisa. Yang lainnya, hanya merasakan keberadaan kami."
"Apa itu berarti sensei bisa mengasuh Naruto sendiri?" Tanya Obito.
"Ya."
"Anda bisa bertarung menggunakan cakra?" Shisui yang bertanya.
"Iya."
"Berarti Anda bisa melindungi adikku? Mmm maksudku Naru-chan?"
Minato garuk-garuk kepala, sambil nyengir gaje. "Iya."
"Lalu, buat apa sensei/ hokage mencari pemilik Mangekyo Sharingan no jutsu sebagai pengasuh Naru-chan?" Tanya Obito dan Shisui bersamaan.
"Itu yang ingin aku bicarakan dari tadi." Jawab Minato. "Kalian sudah tahu bukan, jika pria bertopeng misterius yang mencuri Kyuubi dan mengendalikannya untuk menyerang Konoha adalah Uchiha?" Obito dan Shisui sama-sama mengangguk. "Lebih lengkapnya Madara Uchiha."
"Mustahil. Madara sudah mati. Semua orang tahu itu."
"Minato sensei benar Shisui. Madara masih hidup. Aku pernah bertemu dengannya. Ia lah yang menolongku saat aku sekarat tertimpa reruntuhan batu." Obito yang menjawab.
"Kenapa kamu diam saja? Kenapa..?"
"Aku sudah melaporkannya, Shisui. Minato sensei sudah mengirim tim untuk menyelidiki tempat itu, tapi..."
"Tapi, apa?" Potong Shisui.
"Tapi, tidak berhasil. Pertama, tempat itu dilindungi dengan banyak lapisan pelindung dan dipenuhi ranjau. Kedua, tempat itu juga dilengkapi tanaman beracun dan jutsu khusus yang dijamin akan membuat siapapun tersesat dan sekaligus membuatnya tak terlihat oleh mata. Ketiga, markasnya ada di daerah Amegakure, sedangkan hubungan Konoha dengan desa shinobi itu sedang tegang-tegangnya. Menyusup sembarangan akan memicu perang dunia ninja lagi."
"Berarti.." Shisui mikir. "...ia tak tersentuh?"
"Untuk saat ini, iya. Tapi, aku punya cara untuk menghentikan Madara. Kali ini akan ku pastikan ia mati. Untuk itulah aku butuh pemilik Mangekyo."
"Apa misinya?"
"Kalian tahu kuil Nakano?"
"Tahulah. Itu kuil klan kami." Obito.
"Tapi, apa kalian tahu rahasia yang tersembunyi dari kuil Nakano?"
Dahi Obito dan Shisui sama mengerut tanda sedang berfikir keras. "Bukannya itu hanya kuil biasa, tempat anggota klan Uchiha berkumpul?" Tanya Shisui pada Obito yang dibalas dengan angkat bahu.
"Tidak. Kuil Nakano menyimpan rahasia besar. Rahasia kuno yang bahkan lebih tua dari usia desa Konoha." Jawab Minato sambil melirik Kushina yang tengah menidurkan Naruto kembali.
"Bagaimana sensei tahu?"
"Kagami yang memberi tahuku. Tapi, ia tak sempat mencari tahu isi rahasianya. Ia hanya tahu di bagian mana rahasia itu disimpan."
"Dimana?" Tanya Shisui antusias. Matanya berkobar penuh semangat.
"Di aula utama di bawah tikar tatami ketujuh bagian belakang sebelah kanan. Di bawahnya ada ruang rahasia. Kagami berhasil memecahkan segel pembukanya, dan turun untuk memeriksa. Di sana ada monumen batu tua yang diwariskan secara turun temurun. Namun, ia tak berhasil membaca tulisan di monumen batu itu dengan jelas. Dibutuhkan tingkatan doujutsu lebih lanjut untuk membacanya."
Minato diam, mengingat-ingat ucapan mendiang sahabatnya yang beda generasi. "Sebentar. Kalau tak salah ia bilang, 'Mangenkyou membaca lebih baik dari Sharingan.' Terus... akh, aku lupa. Intinya butuh Mangekyo Sharingan untuk mengartikan tulisan di batu itu."
"Lalu, apa hubungannya antara isi prasasti dengan Madara, Naruto, dan kita semua?" Tanya Obito bingung. Ia satu-satunya Uchiha yang selain nyeleneh juga kurang cerdas. Fugaku menyindirnya sebagai Uchiha yang tertukar. Kakashi lebih pantas disebut Uchiha daripada Obito yang annoying, noisy, dan not smart penghalusan bahasa untuk kata tulalit.
"Kagami bilang, 'Aku memang tidak bisa mengartikannya dengan jelas. Tapi, aku yakin 100% jika perubahan Madara dan kegilaannya berasal dari tulisan batu itu."
"Jangan bilang kalau Sensei ingin kami memusnahkan batu itu!" Obito menatap gurunya penuh selidik.
"Tepat. Itu misi kalian."
Wajah Shisui dan Obito sama-sama ragu. Memusnahkan peninggalan leluhur itu misi yang sangat berat. Dosa besar yang rasanya tidak dapat diampuni. "T-tapi..." protes Shisui.
"Salin isinya dan musnahkan! Agar kelak, tak ada lagi Madara kedua." Wajah Shisui dan Obito sama-sama tegang, antara ingin menolak dan menerima. "Itu berkaitan erat dengan doujutsu yang sangat berbahaya Shisui, Obito. Lebih berbahaya dari doujutsu terlarang manapun jika analisisku benar." Bujuk Minato.
"Maksud Hokage-sama?"
"Indikasinya mengarah ke sana."
"Apa sih maksudnya Sensei? Bisakah sensei menjelaskannya?"
"Ku rasa di batu itu tertulis doujutsu Rinnegan dan cara membangkitkannya."
"Rinnegan?"
"Ya. Rinnegan. Kata sesepuh katak di gunung Myobokuzan, dulu manusia tidak memiliki cakra. Yang punya pohon Shinju. Lalu seorang wanita yang dijuluki Dewi Kelinci nekat memakan buah Shinju hingga cakra itu berpindah ke tubuhnya untuk menciptakan perdamaian. Kemudian, ia berubah jadi sombong dan sewenang-wenang karena merasa paling kuat."
"Jika ia memakan buah dari seluruh cakra...." Obito mengusap-usap dagunya sok mikir biar kelihatan pintar. "...ia sangat kuat dong. Lalu siapa yang menghentikan kekejamannya?"
"Kedua anaknya. Mereka mewarisi cakra dari ibunya. Dengan menyatukan kekuatan, mereka berdua berhasil menyegel si Dewa Kelinci ke bulan. Salah satu anaknya diketahui bernama Hogoromo Ootsuki atau yang kita kenal Rikudou Sennin."
"Jadi itu fakta bukan mitos? Dulu, ayah sering bercerita tentang beliau. Iya kan, Obito?"
"Hn." Jawabnya sok cool.
"Itu fakta. Rikudou Sennin ini penganut aliran ninshu yang jadi cikal bakal ninjutsu. Ia pemilik doujutsu Rinnegan dan sekaligus Jinchuuriki Juubi."
"Juubi? Aku belum pernah mendengar bijuu ekor sepuluh." Shisui.
"Wajar saja. Karena sebelum meninggal, ia memecah Juubi menjadi sembilan ekor dengan doujutsu Rinnegannya. Nah, sekarang kita sampai pada bagian horornya."
"A-apa?" Tanya Shisui dan Obito bersamaan.
"Sebelum meninggal dunia karena usia, Rikudou Sennin menuliskan kisahnya, tentang doujutsu Mangenkyo, Rinnegan, dan yang menakutkan Jutsu Mugen Tsukuyomi pada sebuah monumen."
Jantung Obito dan Shisui berdesir ngeri. Mereka tak tahu jika sesuatu yang sangat menakutkan disimpan di kuil tempat ia dan klannya biasa berkumpul. "Apa bahayanya?"
"Jutsu itu akan membuat seluruh shinobi jatuh dalam mimpi. Lalu mereka mati karena cakra mereka diserap pohon shinju. Tapi, yang betul-betul mengerikan jika doujutsu ini diaktifkan adalah..."
"Y-ya?" Shisui bertanya sambil meneguk ludah karena takut. Wajah Minato-sama tampak sangat mengerikan saat mengatakannya.
"Dewi Kelinci yang ada di bulan akan kembali ke bumi."
"Sensei yakin?"
"Ya. Cerita ini ku dapat dari tetua katak yang mendapat cerita ini langsung dari mulut Rikudou Sennin. Madara telah memiliki Rinnegan yang ia titipkan pada shinobi..."
"Dari klan Uzumaki yang tinggal di Amegakure. Namanya Nagato yang jadi salah satu pendiri Akatsuki." Potong Kushina.
DEG! Jantung Obito berdetak kencang. "Dan Madara sudah memiliki tubuh luar Juubi. Ia hanya perlu mengumpulkan seluruh bijuu untuk mem...membangkitkan Juubi dan Pohon Shinju." Lanjutnya dengan wajah muram.
"Dengan kata lain, ia sudah hampir menyelesaikan pekerjaannya?" Tanya Shisui dengan nafas tercekik karena ngeri. Ini sih lebih mengerikan dari sejarah perang dunia ninja digabung jadi satu. Mana nggak ada yang memiliki kemampuan yang mendekati Madara pula. Alamat kiamat nih.
"Jangan putus asa! Kita masih bisa mencegahnya. Menyalin dan menghancurkan monumen batu itu salah satunya."
"Apa ada pengaruhnya? Madara sudah membacanya dan pasti sudah menguasainya." Shisui tampak gelisah. Dan ya, rasa putus asa menggelayuti benaknya.
"Tentu saja ada. Pertama, untuk mencegah lahirnya Madara kedua. Dua, mungkin ada petunjuk penting di sana untuk mengalahkan Madara. Dan ketiga, kalian lupa, di Konoha ini akan lahir daun-daun muda yang jauh lebih hebat dari kita. Misalnya Naruto dan Sasuke."
"Dua bayi tidak jelas itu?" Obito menyangsikan ucapan gurunya.
"Ya. Potensi bayi-bayi itu sangat luar biasa. Khususnya, SasuNaru. Mereka berdua istimewa."
"Apa istimewanya?" Komentar nyinyir Obito.
Minato mengangkat pundaknya ke atas. "Hanya firasat. Tapi, aku percaya jika bayi-bayi itu, dengan bimbingan yang tepat, akan bisa melampaui para pendahulunya." Kata Minato memberi secercah harapan untuk dua Uchiha muda itu. "Jadi, apa kalian bersedia mengemban misi ini?"
"Hai'k!" Seru Obito dan Shisui. "Kapan sensei?"
"Hari ini juga karena bulan sedang mati. Kegelapan mencapai puncaknya."
Obito mendengus. Dalam hati tentunya. 'Sensei sinting.' Rutuknya dalam hati. Dimana-mana, sesuatu yang penting dikerjakan saat bulan purnama. Katanya, pada masa itu energi magis sedang berada dalam kondisi puncak. Lah ini kok malah dikerjakan saat bulan sedang mati. Sinting nggak tuch.
"Tapi, sensei..."
"Cepatlah! Aku akan membuat pengalihan. Tinggalkan bunshinmu di sini untuk menghindari kecurigaan."
Tanpa banyak cing cong, keduanya melakukan apa yang disuruh senseinya. Shishui dan Obito bekerja sama untuk memasuki ruang rahasia di kuil Naka. Tidak begitu sulit karena meski slengekan kemampuan Obito tidak bisa dipandang sebelah mata. Shisui juga demikian. Shisui mengaktifkan Mangekyo untuk membaca isi prasasti dan menjiplaknya dalam otaknya. Itu niatnya, tapi mereka mendengan suara gaduh luar biasa di luar sana.
'Apa sih yang dilakukan Minato-sensei?' Pikir Obito sebal.
"Sekarang bagaimana?" Tanya Shisui.
"Kita bawa pakai Kamuiku. Terus nanti dijiplak."
"Nanti ketahuan. Uchiha bisa geger kalau tahu."
"Gunakan otakmu Shisui! Tak ada yang tahu ruangan ini selain kita. Tak mungkin kita ketahuan."
"Oke. Cepatlah!"
Obito mengaktifkan Mangekyounya. Ia mengambil batu monumen itu dan memindahkannya di dimensi lain. "Kita pergi sekarang. Kita lihat apa yang dilakukan senseiku." Ajak Obito.
SKIP TIME
"Sensei! Apa rencana Sensei untuk membuat pengalihan?" Tanya bunshin Obito.
Minato tersenyum tipis, penuh arti, sebagai jawaban. Ia lalu membuat segel tangan dan memperbesar cakranya. Cakranya menyebar hingga keluar dari kediaman Shisui. Bunshin Obito dan Shisui saling berpandangan, bertukar pertanyaan lewat isyarat mata. Tapi, keduanya sama-sama tidak tahu sehingga memilih pasrah. 'Wait and see sajalah.' pikir kedyanya.
Tak lama kemudian, mereka mendengar suara Sreet! Sreeet! Sreet! Sesuatu sedang diseret di lantai. Awalnya, suaranya terdengar jauh. Lalu, suaranya kian terdengar jelas, seolah benda itu sedang menghampiri tempat mereka. Mereka terkejut, hingga hampir lompat dari tempat mereka berdiri. Bagaimana tidak? Di sana, mereka melihat seorang balita tengah merangkak melewati pintu kamar dengan jumawanya. "SASUKE!" Pekik bunshin Obito dan Shisui dengan kompaknya. Keduanya menatap horor Sasuke.
'Ngapain bayi suram itu ke sini?' Batin Bunshin Shisui.
'Pawang bayi kemana ya? Kok monster cilik tukang ngecesnya dibiarin kelayapan malam-malam seorang diri.' Pikir Obito. Ia merujuk pada dua bersaudara, anak pasangan Mikoto-Fugaku.
Akan tetapi, bukan kehadiran Sasuke di rumah Shisui, lebih tepatnya lagi kamar Naruto di jam-jam mencurigakan, yakni tengah malam seperti ini yang membuat Shisui dan Obito melotot horor. Melainkan sesuatu di tangan Sasuke.
"Gyaaa..!" Jerit bunshin Shisui dan Obito untuk terakhir kalinya, sebelum menghilang dalam kepulan asap.
TBC