Lirik Lagu Kelayung-Layung
Ono tangis kelayung-layung
Tangise wong kang wedi mati
Tangise wong kang wedi mati
Gedhongono kuncenono
Yen wis mati mongso urungo
Ditumpakke kereto jowo
Rodane roda menuso
Ditutupi ambyang-ambyang
Disirami banyune kembang
Duh GUSTI ALLAH
Kulo nyuwun pangapuro
Ning sayange wis ora ono guno
Ditumpakke kereto jowo
Rodane roda menuso
Ditutupi ambyang-ambyang
Disirami banyune kembang
Duh GUSTI ALLAH
Kulo nyuwun pangapuro
Ning sayange wis ora ono guno
Ditumpakke kereto jowo
Yen wis mati mongso urungo
Ditumpakke kereto jowo
Rodane roda menuso
Ditutupi ambyang-ambyang
Disirami banyune kembang
Duh GUSTI ALLAH
Kulo nyuwun pangapuro
Ning sayange wis ora ono guno
Ditumpakke kereto jowo
Rodane roda menuso
Ditutupi ambyang-ambyang
Disirami banyune kembang
Duh GUSTI ALLAH
Kulo nyuwun pangapuro
Ning sayange wis ora ono guno
Ditumpakke kereto jowo
Ha a a a a a a ...
Ditutupi ambyang-ambyang
Disirami banyune kembang
Malam itu, aku lagi
iseng nyanyi lagu ‘Layung-layung’. Tiba-tiba, Nafi’ salah satu muridku
berteriak panik, ‘Mbak! Tolong jangan nyanyian lagu itu?” Matanya celangak-celinguk.
Duduk dengan gelisah di kursinya. Ia bahkan bela-belain pindah tempat duduk,
mencari tempat duduk yang berada di tengah-tengah.
Aku balik menatap
heran padanya. “Lah, kenapa? Ini kan cuman lagu,”
“Jangan Mbak! Lagu
itu seram,”
Alisku mencuat ke
atas. “Seram gimana?” tanyaku. Perasaan syairnya bagus, berisi petuah-petuah,
tapi kok ia bilang seram, ya?
“Itu kan lagu pengantar
orang mati,” balasnya masih ketakutan.
“Lagu pengantar
orang mati?” beoku, nggak ngerti.
Aku udah kenal
lagu ini dari jaman 1990-an, semasa aku masih balita hingga beranjak dewasa. Lagu
ini dulu sering dijadikan puji-pujian para Muadzin sehabis adzan, sambil nunggu
iqomat. Aku lumayan suka lagunya yang berbentuk parikan (Pantun ala Jawa). Aku bahkan
rela berhenti melakukan apapun, demi bisa mendengarkan lagu ini. Makanya itu, aku lumayan hafal liriknya.
Lagu ini sempat
tenggelam, kalah pamor ama lagu-lagu yang lebih ngepop. Tapi era 2016 ini, para
remaja di desaku jadi suka lagu ini lagi, meski nadanya dirombak, jadi agak
seperti campur sari. Tidak lagi dengan langgam ala puji-pujian untuk pengantar
sholat. Namun, isinya tetap sama. Lagu ini semakin ngetop seiring semakin seringnya
masyarakat nanggap orkes tunggal. Biasanya,
para penyanyi orkes menyanyikan lagu ini, minimal satu kali.
Tapi, baru kali ini aku dengar istilah lagu
layung-layung sebagai lagu pengantar orang mati. ‘Mitos dari mana lagi ini?’
pikirku sambil geleng-geleng kepala.
“Mbak ingat Mbah
Modin, kan?”
“Ya?”
“Mbah Modin
meninggal persis setelah para pemain ketoprak di Dukuh Sendang Klampok
menyanyikan lagu kelayung-layung Keroto Jowo.,” jawabnya sok misterius.
Karena iba, aku
tak membahasnya lagi. Aku jadi penasaran dengan lagu ini. Emang lagu ini
beneran mistis ya. Jangan-jangan cuman karena pengaruh tontonan kayak kasus
lagu Lingsir Wengi yang disebut-sebut sebagai lagu pemanggil setan, terpangaruh
oleh film Kuntilanak yang diperankan Julia Estelle. Lain waktu, aku berjanji
dalam hati akan melakukan investigasi khusus tentang lagu ini.
Preeet
BalasHapus