Pelet
Cinta
Summary
: Naruto naksir duda? Eoh, usap peluh dingin di kening. Yang benar saja? Mana ia lebih tua dari bokapnya pula. OMG, Demi
apa? Terus kenapa Sasuke yang blingsatan? Katanya Naruto just friend. Kok mukanya acem tiap liat Naruto tebar
pesona pada duren (Duda keren) itu? Fem_Naru.
DISCLAIMER
: Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : FriendshipRating : T
WARNING : Fem_Naru, sedikit bashing beberapa chara, OOC, AU, dan gaje.
Pair : SasufemNaru just friend
Author
Note :
Ai
hadir lagi dengan oneshoot. Maafkan daku yang udah menelantari fic-fic Ai. Lagi
macet idenya. Kepala mentok. Idenya sih udah di kepala, tapi pas mau ngetik eh
malah ilang. Jadi ya, bikin yang baru sampai mood Ai balik lagi. Mungkin
pengaruh mau datang bulan kali ya? Au ah gelap. Hadeuh malah curcol.
Oke
lanjut saja ke cerita. Semoga berkenan di hati para reader. Chekidot.
Don't
Like Don't Read
Ono duda manggon ngarep
omahku
Yen ruh aku, dhewekke ngguya
ngguyu
Yen dek’e ngerti, aku namatke
Mlakune soyo mundhak digawe-gawe
Kira-kira umur seket pitu
Wis meh podho karo yuswane
bapak
Aku ra ngerti opo karepe
Saben dina aku diwenehi
roti.
Soyo suwe atiku soyo mundhak
bingung
Kudu-kudu kepingin ning
omahe
Di balik
bukunya, wajah Naruto tampak
merona. Ia diam-diam melirik rumah bercat putih yang baru
dihuni oleh seorang duda beranak satu. Ia pura-pura menutupi wajahnya dengan
bukunya untuk menutupi kegiatan curi-curi pandangnya. Kan malu kalau ketahuan.
“Ehem...,” Suara seorang
pria dewasa sekitar awal 50-an berdehem di sampingnya. “Belum berangkat, Dik?”
tegurnya sopan.
Naruto salting hingga
bukunya terjatuh ke lantai. Buru-buru ia mengambil bukunya itu. “Eh, iya. Belum
Om. Lagi nunggu temen.”
Alisnya orang yang dipanggil
Om itu terangkat satu. Ia sama sekali tak menyadari kalau aksi refleksnya itu
membuat Naruto terpaku, terpesona, dan tersihir hingga lupa daratan. ‘Oh, Wow.
Si Om keren bingit,’ batinnya nista. Si ABG bin alay ini begitu terpesonanya
hingga melupakan rentang umur mereka yang terpaut jauh.
“Teman? Siapa?” tanya si Om
membuat Naruto kembali mendarat ke bumi.
Naruto baru mau menjawab, tapi tak jadi.
Karena, makhluk sialan yang
terlanjur jadi alibinya buat nungguin si Om keluar dari rumahnya, malah udah nongol duluan.
Kan ia jadi nggak punya alasan lagi, tuh. “Itu dia. Permisi, Om.” Pamitnya
sedikit kurang ikhlas. Ia dengan ogah-ogahan menghampiri sang teman yang
melihatnya dengan tatapan
heran.
Naruto dengan cekatan
menarik tangan temannya, masih dengan senyuman sopan tersungging di bibirnya.
Sesekali, matanya melirik si Om yang
masih melihat Naruto dengan senyum penuh
arti. Senyum itu masih menghiasi
wajah Naruto dan tangannya masih setia
memeluk (baca menyeret) lengan temannya hingga ia
sampai ujung lorong dan jauh dari pandangan Om yang jadi gebetannya.
“Kau itu apa-apaan sih?”
bentak Sasuke-si-korban-tarik-paksa-Naruto. “Kau pikir aku barang? Seenaknya
saja narik-narik aku. Kalau pacarku
lihat, gimana?”
“Halah! Amal dikit napa,
sich? Jangan pelit-pelit gitu lah
jadi orang.” ujar Naruto ikut jengkel.
“Aku pelit?" Tanya Sasuke. Matanya mendelik galak sebelum membuka mulutnya. "Memang siapa
yang setiap hari menghampiri kamu ke sekolah biar nggak telat? Siapa yang kau
jadikan tukang ojek, kau ajak keliling kota untuk belanja? Siapa yang jadi guru
privat kamu selama ini? Siapa? Aku, kan? Kayak gitu masih dibilang pelit.”
Sembur Sasuke memboroskan beberapa kosa kata dalam satu tarikan nafas.
“He he he.. just kidding.
Don’t angry, Oke?”
“Huh, kalau ada maunya saja,
kamu baik-baikin aku.” Gerutu Sasuke jengkel. Sudah nasib punya teman
sepermainan, tetangga, teman sekolah yang nyebelin kayak Naruto. Meski
demikian, entah kenapa kok Sasuke masih betah aja jadi cs-nya Naruto. “Kau itu kenapa
sih, tiap pagi nongkrong depan pintu? Jangan-jangan…”
Sasuke menilai Naruto penuh arti. “..kau naksir penghuni baru
depan rumahmu itu?”
“Eh, kelihatan jelas ya?” celetuk Naruto membuka aibnya sendiri.
“Ishss..,” gumam
Sasuke. “Kau naksir anaknya yang ke berapa? Yang Kimimaro apa yang Juugo?”
tanyanya usil.
“Bukan mereka.
Aku naksir…” Naruto lihat ke kanan dan ke kiri, lihat-lihat keadaan. Setelah
memastikan semuanya aman, ia berbisik di telinga Sasuke. “Jangan bilang
siapa-siapa, ya!” Matanya mendelik memberi peringatan. Sasuke mengangguk,
mengiyakan. “Aku naksir bokap mereka,” sambungnya masih berbisik.
“What????” teriak Sasuke tak
percaya. Naruto mendelik sangar. Ia
memberi isyarat agar Sasuke bicara dengan suara pelan. “Kau
beneran naksir dia?” tanya Sasuke lirih
tepat di telinga Naruto. Naruto mengangguk sebagai jawab. “Serius?” lagi, lagi
Naruto mengangguk. Sasuke menempelkan tangannya ke dahi Naruto. “Kau masih
waras, kan?”
Naruto
menepisnya kasar. “Apaan sih? Emang kenapa kalau aku suka dia? Masalah buat
loe?” ujar Naruto dengan bahasa campur aduknya.
“Kau gila,” kata
Sasuke tak habis pikir. “Mikir dong, mikir-mikir. Dia itu seusia bokapmu,
mungkin malah lebih. Dan, kau masih naksir dia?”
“Biarin. Cinta
itu buta. Tidak mandang usia,”
“Tidak mandang
usia, gundulmu itu,” tukas Sasuke. Naruto melotot galak. “Jangan-jangan kau
kena pellet dia lagi. Tiap sore, kan kau diberi roti olehnya,” gerutu Sasuke.
Duakk! Duakk!
Dengan brutal Naruto mencubit dan memukuli bahu Sasuke gemas. “Kau itu yang
perlu diperiksa kewarasannya. Hari gini masih ngomongin pellet. Buset dah. Kau
pikir ini jaman apa? Kolot banget, sih,” gerutunya sambil memukuli Sasuke tanpa
ampun.
Naruto baru
berhenti menyiksa Sasuke, setelah Sakura, pacarnya Sasuke terlihat dari ujung
jalan. Dan, seperti biasanya. Naruto akan mengambil jarak dengan Sasuke untuk
memberi kesempatan sahabatnya ini berduaan dengan Sakura. Kan, nggak enak
ganggu orang yang lagi kasmaran.
Naruto
menghembuskan nafas. Dulu, ia pernah suka sama Sasuke. Ia sering kali cemburu
melihat kemesraan keduanya. Hatinya sering terbakar amarah jika melihat
keduanya bersama. Ia jadi membenci Sakura, meski sebetulnya gadis itu sangat
baik padanya.
Akibat
kebenciannya itu, ia pernah melakukan sesuatu yang bodoh yang membuat
sahabatnya nyaris berpisah dengan kekasihnya. Gara-gara itu pula, Naruto sempat
dijauhi Sasuke. Ia ngambek nggak mau ketemu Naruto lagi. Untung akhirnya Sasuke
memaafkannya dan mereka kembali jadi sahabat.
Sejak itu,
Naruto jadi lebih hati-hati dalam bersikap. Ia tak mau deket-deket Sasuke
apabila ada Sakura di dekat mereka. Meski hatinya sakit, ia rela Sasuke dengan
Sakura. Toh, ia sudah punya gebetan baru, yakni ‘Duren’ yang tinggal di depan
rumahnya. Ah, hanya membayangkannya saja, hati Naruto sudah melambung tinggi.
Bahagianya
.
“Woy, ini masih
pagi. Jangan kumat dulu gilanya!” celetuk Sasuke sambil melirik sahabat
pirangnya yang senyum-senyum mencurigakan. Naruto tak menanggapi. Ia sibuk
dengan dunia khayalannya. Sasuke geleng-geleng kepala. ‘Dasar sinting,’
batinnya.
“Naruto kenapa?”
tanya Sakura.
“Biasa, habis
ketemu ama gebetannya.” Gerutu Sasuke dengan raut masam. “Dasar cewek,”
keluhnya.
Dahi Sakura
mengerut “Gebetan? Siapa?”
“Itu tuh duda
anak satu yang baru saja pindah depan rumah Naruto,”
“Duda? Udah tua
dong,”
“Bukan tua lagi,
tapi kakek-kakek. Usianya udah kepala lima. Anaknya saja bahkan seusia dengan
aniki,”
“APA?” teriak
Sakura terkejut. Ia menghentikan langkahnya dan memandang Sasuke penuh selidik.
“Serius?” Sasuke mengangguk. “Oh, GOD. This is crazy. Very crazy. Dia masih
waras, kan?”
“I don’t know.
Tapi, ku harap ia sadar. Masak pacaran sama kakek-kakek. Gilani,”
“Emang dia
tampan banget ya?”
“Kalau tampan kayak
Om Minato, bokapnya Naruto mah mending. Ini wajahnya kayak mayat hidup. Nih,
lihat fotonya.”
Rahang bawah
Sakura jatuh. Matanya melotot seolah mau keluar dari cangkangnya. Ia kehilangan
kata-kata.
TBC
Mohon
saran dan kritiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar