Kamis, 20 Oktober 2016

PELET CINTA PART TWO



Pelet Cinta
Summary : Naruto naksir duda? Eoh, usap peluh dingin di kening. Yang benar saja? Mana ia lebih tua dari bokapnya pula. OMG, Demi apa? Terus kenapa Sasuke yang blingsatan? Katanya Naruto just friend. Kok mukanya acem tiap liat Naruto tebar pesona pada duren (Duda keren) itu? Fem_Naru.
DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Friendship
Rating : T
WARNING : Fem_Naru, sedikit bashing beberapa chara, OOC, AU, dan gaje.
Pair : SasufemNaru just friend


Don't Like Don't Read

Ono duda manggon ngarep omahku
Yen ruh aku, dhewekke ngguya ngguyu
Yen dek’e ngerti, aku namatke
Mlakune soyo mundhak digawe-gawe

Kira-kira umur seket pitu
Wis meh podho karo yuswane bapak
Aku ra ngerti opo karepe
Saben dina aku diwenehi roti.
Soyo suwe atiku soyo mundhak bingung
Kudu-kudu kepingin ning omahe

Sasuke keluar rumah dengan menenteng helm di tangan kanannya. Ia baru mau menstater motornya, ketika irisnya menangkap bayangan Naruto. Oniksnya menyipit curiga. Tingkah Naruto agak aneh soalnya. “Lagi ngapain tuh anak? Kenapa dia jalan ngendap-ngendap kayak maling jemuran, gitu?” tanyanya heran. “Jangan-jangan ia mau kabur dari omelan nyokapnya!” jawabnya sendiri.

Sasuke turun dari motornya. Ia ikut-ikutan Naruto, berjalan mengendap-endap di belakang Naruto. Sasuke menjaga jarak aman dari Naruto, tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh agar tidak kehilangan jejak. Ia langsung bersembunyi, jika Naruto kebetulan menoleh ke belakang. 



Seperti saat ini, Sasuke tengah sembunyi di belakang tong sampah. Sasuke merapatkan tubuhnya pada tong, menyembunyikan tubuhnya dari Naruto. ia menahan nafas saat mencium bau-bau mencurigakan dari tong sampah yang tengah dipeluknya itu. Dalam hati ia membatin, ‘Sebenarnya gue lagi ngapain, sih?’ Matanya melihat dirinya dengan tatapan aneh. ‘Oh, ya aku lupa. Mau nguntit Naruto,’ jawabnya sendiri.

Sasuke kembali mengawasi Naruto. Matanya tak lepas dari Naruto. Ia mengabaikan tatapan geli, jijik, atau kikikan dari orang-orang yang melihat tingkah absurdnya itu. Peduli amat dengan mereka. Toh, nggak kenal ini. Akan beda ceritanya, jika yang memergokinya anikinya atau si menyebalkan Neji. Nah, kalau mereka, baru Sasuke perduli.

“Sip aman! Dia belum datang.” Kata Naruto lumayan keras karena ia setengah berteriak.
Naruto celingukan, melihat ke kanan dan ke kiri, mencari posisi enak. Ia memilih bersandar di belakang pohon Sakura yang masih muda. Batangnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menyembunyikan tubuh mungilnya dari pandangan para pengguna jalan. Naruto lalu mengangkat HP-nya dan mengarahkannya ke jalan.


‘Dia itu mau ngapain, sih? Jangan-jangan dia ada kencan rahasia dengan seseorang?’ pikir Sasuke dari tempatnya bersembunyi. Ia menundukkan tubuhnya, membuat hidungnya semakin jelas menangkap bau nasih basi bercampur sisa kecap dan minuman bersoda, membuat perutnya mual. Sasuke langsung memencet hidungnya, bertahan dengan segala bau tak sedap itu, karena ingin tahu apa yang akan dilakukan Naruto selanjutnya.

Sasuke membekap mulutnya, mencegah suara pekikan panik dari bibirnya. Matanya melotot sempurna. ‘Naruto benar-benar gila,’ pikirnya dengan wajah pucat pasi karena syok. ‘Oh, astaga. Apa aku baru saja bangun di dunia yang aneh,’ pikirnya. Sahabatnya bukan hanya tergila-gila pada duda depan rumah Naruto, tapi juga jadi seorang penguntit. 

Di depan sana, Sasuke melihat Naruto sedang mengarahkan HP-nya ke jalan, menjepret sana-sini  untuk mengambil gambar si Duda itu yang tengah jalan-jalan sore bersama anjingnya dalam berbagai angel. Sasuke tak percaya ini. Sahabatnya yang tomboy, pecicilan, dan agak kurang perdulian jadi stalker si Om aneh itu? Wah, kayaknya dugaannya bener. Naruto kena pellet.

………………….*****…………………..

“Selamat malam, Bi. Narutonya ada?” sapa Sasuke usai dipersilakan masuk.

“Oooh, Naruto. Maaf, Nak. Narutonya lagi nggak ada.”

“Nggak ada? Kemana ya, Bi? Tumben ia pergi. Biasanya kan ia selalu nungguin aku di rumah atau main ke rumahku, tiap ada PR. Beberapa hari ini, kok enggak?”

“Oh, sekarang Naruto belajar sama Kimimaro. Itu lho kakak kelasnya. Kata Naruto, ia itu pinter banget dan sabar ngajarinnya. Jadi, ia lebih ngerti.”

“Kimimaro yang anaknya si duda depan rumah itu?” tanya Sasuke memastikan.

“Iya,” jawab Kushina, ibu Naruto tegas.

Sasuke mengumpat dalam hati. ‘Ini bukti kedua,’ batinnya. Naruto memang kena pellet karena itu ia selalu ingin main ke rumahnya.  

………………………*****…………………

“Yuk, berangkat!” ajak Sasuke.

“Ntar, ah.” Tolak Naruto kasar. 

“Nunggu apalagi?” tanya Sasuke tak sabaran. 

“Nunggu om keluar. Hariku tidak akan indah kalau belum melihat wajah gantengnya,”

Sasuke menahan diri untuk tidak membuat gerakan muntah karena jijik. 5 menit, ia bersedia menunggu. 5 menit berikutnya, ia sudah uring-uringan. Ia terus-menerus jam dari Sakura yang melingkar di tangannya. “Udah siang nih. Nanti aku telat…”

“Ya udah sana berangkat duluan!” ujar Naruto secara tidak langsung mengusir Sasuke. Matanya masih setia menatap pintu rumah di depan rumah Naruto.


“Terus kau gimana?”
“Aku sih gampang. Aku bisa nebeng mobil si Om. Ah!” pekiknya senang seolah baru mendapatkan undian berhadiah liburan ke Hawai selama seminggu. “Kenapa tidak terpikir olehku ya? Itu kan bisa jadi modus buat PDKT ama si om,” lanjutnya dengan suara riang bahagia. “Kau pergi duluan aja deh, Sas.”

“ELO NGUSIR GUE?” teriak Sasuke tersinggung.

“Is kau itu. Cowok kok baperan,” cela Naruto. Sasuke balas melotot. “Kau kan pernah kasmaran. Tahu sendiri kan gimana rasanya kalau lagi mabuk kepayang?” bela Naruto.

Sasuke masih melotot galak. “Please tolongin aku, ya? Beri aku waktu agar aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama si om,”

“Ogah,” jawab Sasuke ketus. Sasuke mencebik tidak suka. Ia memasang muka acem. Biasanya jika ia sudah memasang ekspresi seperti itu, Naruto akan menuruti permintaannya. Tapi kini, jangankan menurut pada Sasuke, meliriknya saja tidak. Mata Naruto tak pernah lepas sedikit pun ke depan. 

Sasuke menghentakkan kakinya ke tanah dengan kesal. Selama ini, Sasuke adalah pusat perhatian Naruto. Naruto tak pernah memalingkan wajahnya pada orang lain, jika Sasuke ada di dekatnya. Dan, kini ia harus berbagi perhatian dengan orang lain? Entah kenapa ia merasa tidak suka coret sangat tidak suka.  Cemburu mungkin.

Amarah menggerogoti hati Sasuke saat ia melihat perubahan ekspresi di wajah cantik sahabat pirangnya itu. Biasanya senyum lima jari Naruto khusus ditujukan untuknya, namun sekarang diberikan Naruto secara cuma-cuma pada si duda. Matanya menyorot sebal melihat tingkah centil sahabatnya yang sok manja pada si om. ‘Tidak salah lagi. Si Om pasti melet Naruto biar Naruto tergila-gila padanya,’ batin Sasuke sebal.

“Sudah siang. Nanti kita telat!” putus Sasuke menyela acara berbincang-bincang antara Naruto dengan si om. Dengan kasar, ia menyeret Naruto menjauhi si om. Cengkraman tangan Sasuke menguat di pergelangan tangan Naruto, mengabaikan rontaan dan makian lirih dari Naruto. Bodo amat. Biasanya juga ia yang diseret-seret. Sekarang gantian dong.


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar