DISCLAIMER
: Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Friendship
dan Hurt/ComfortRating : T
WARNING : Bertebaran typo, hasil SKS, tak sesuai EYD,
bikin kepala pening, gaje and many mores.
Pair : SasufemNaru
just friend
Author
Note :
Satu
lagi one shoot untuk para reader tercinta. Ai kangen bikin cerita religi.
Semoga berkenan di hati para reader. Chekidot.
Don't
Like Don't Read
Chapter
one
Sasuke Uchiha. Siapa yang
tak kenal nama itu? Dia putra bungsu konglomerat no 2 pasangan Fugaku Uchiha dan Mikoto
Uchiha. Adik dari artis terkenal, Itachi Uchiha. Tapi bukan itu yang membuatnya
sangat populer.
Pemuda super tampan, tapi
cool ini terkenal alergi dengan yang namanya makhluk bergender perempuan. Tak
boleh ada wanita di sekitarnya dalam radius 10 meter. Karena itu meski fans girlnya
paling banyak sekampus, tak ada satu pun gadis yang bisa berada di dekatnya,
apalagi jadi kekasihnya.
Mereka hanya bisa melihat
sang idola dari jarak jauh. “Kyaaa... Sasuke-kun.” Teriak mereka menyambut
Sasuke tiap hari di kampus. Sasuke seperti artis saja diteriaki cewek-cewek
labil, kurang kasih sayang itu.
Sasuke tak merespon. Alih-alih
senang, ia justru menebarkan deathglear paling mematikan miliknya, dan FG-nya
yang bejibun itu langsung membatu. Ya, itu yang membuat Sasuke sangat populer.
Ia memiliki tatapan mata seperti medusa. Hanya Sai, salah satu dari teman
Sasuke, yang bersedia menghidupkan para FG yang membatu itu dengan senyuman
charmingnya.
Di sisi lain, ada tokoh
utama kita lainnya, juga kuliah di kampus yang sama. Naruto ini mahasiswa
miskin yang kuliahnya mengandalkan beasiswa. Ia dapat beasiswa prestasi itu
bukan karena otaknya yang super genius. Otaknya cukup encer, meski masih jauh
dibawah Shikamaru Nara dan Sasuke Uchiha and the gank. Ia dapat limpahan
beasiswa itu karena ranking di atasnya, menolak beasiswa prestasi. Secara
mereka kan sudah sangat tajir.
Naruto sama populernya
dengan Sasuke and the gank, tapi dalam arti tertentu. Naruto juga tiap hari
mendapat sambutan tak kalah meriah dari kelompoknya Sasuke. Bedanya, kalo
Sasuke diteriaki penuh kekaguman. Nah kalo ini dilempari sampah, air kotor,
atau tomat busuk. Ya, Naruto, tokoh kita ini jadi korban bullying.
Beda banget nasib dua tokoh
utama kita ini ya? Satu di langit dan satu di bumi. Rasanya tak mungkin jika
dua tokoh ini bertemu. Apalagi jadi pasangan kekasih. Itu sih ‘NGGAK MUNGKIN’.
Tapi nyatanya mereka bertemu karena ketidak sengajaan.
Pertemuan
pertama mereka terjadi di perpustakaan. Naruto jadi petugas perpustakaan paruh
waktu. Ia bertugas mengembalikan buku yang telah dikembalikan ke raknya.
Tugasnya hampir selesai dan hanya tersisa dua buah. Ia terpaksa menunggu karena
ada seorang mahasiswa yang berdiri lama sekali di depan rak tempat buku yang
ada di tangannya. Tak sopan kan kalo menyela.
Lima
menit berlalu, dia cuek. 10 menit ia mulai tak nyaman, tapi 15 menit ia jadi
gelisah. Sebentar lagi jam kerjanya sudah habis. Ia pun berinisiatif menegur
mahasiswa itu. “Permisi. Maaf ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan.
Pemuda
itu terlihat kesulitan menemukan buku yang dicarinya. Makanya itu ia tak
beranjak dari tadi. Naruto berbaik hati menawarkan bantuan. Dengan demikian kan
tugasnya bisa cepat kelar dan bisa segera pulang.
Sasuke
mendongak, mendengar suara selembut madu, menyapa gendang telinganya. ‘Cewek?
Kenapa ada seorang cewek di dekatnya? Berani sekali dia menegurnya? Gadis mana
lagi yang coba-coba mengganggunya pakai alasan membantu segala? Modus murahan.’
Batinnya kesal.
Awalnya
ia berniat memaki-maki gadis yang sudah kurang ajar itu. Buyar sudah niatnya
begitu melihat wajah manis itu tersenyum ramah padanya. Bukan senyuman ramah
gadis itu yang membuatnya tertegun, tapi penampilan anehnya. Ia dengan suka
cita memberi hadiah pandangan skeptis pada gadis itu.
Gadis
itu cukup aneh dan lain dari yang lain. Ia memakai pakaian tertutup dari atas
kepala hingga kaki, hanya wajahnya yang bisa ia nikmati. Ia tak bisa menilai
bentuk tubuhnya karena bajunya begitu kaku seperti kurungan ayam.
“Saya
petugas perpustakaan ini. Mungkin saya bisa membantu anda?” katanya ramah.
Bukan jenis ramah genit, mendesah, dan merayu seperti wanita yang dikenalnya,
tapi ramah ala petugas resepsionis kantor, alias formil.
“Tak
perlu.” Kata Sasuke tegas. Dari gesture secara halus mengusir gadis itu. Entah
kenapa dia tak bersikap kasar padanya.
“Maaf,
tapi sebentar lagi perpustakaannya akan tutup.”
“Apa?”
tanya Sasuke tak percaya.
Perasaan
ia baru sejam di sini, masa sudah mau tutup. Bukannya perpustakaan kampus tutup
pukul 08.00 malam. ‘Masih... sejam..la..gi’ batin Sasuke terkesiap, melihat jam
yang menempel di dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 07.45. 15 menit lagi
tutup.
‘Awww...’
jeritnya dalam hati. Kenapa ia bisa tak sadar sih? Pantas petugas perpustakaan
ini menegurnya. Padahal ia belum nemu buku itu dari tadi dan ia butuh buku itu
hari ini. Akhirnya dengan berat hati ia memberikan kertas catatan pada gadis
aneh itu.
Naruto
membacanya. “Maaf, anda salah tempat. Seharusnya anda mencarinya di rak sebelah
sana, beda 2 rak dari sini, sebelah kiri nomor 3 dari bawah. Semua ada di
situ.” Kata Naruto memberikan kembali kertas catatan itu.
Sasuke
menerimanya kembali. Ia mengikuti arahan dari gadis itu. Ia agak sedikit heran
sih, melihat gadis itu tak mengikutinya. Biasanya kan mereka pura-pura memberi
tahu tempatnya, modus untuk mendekatinya seperti petugas perpustakaan lainnya.
Gadis itu malah sibuk memasukkan buku yang digenggamnya tadi ke dalam rak,
sebelum balik ke tempat ia bertugas lagi.
‘Gadis
aneh.’ Gumam Sasuke dalam hati. Ia mengedikkan bahu. Dalam hati ia merasa
bersyukur tidak direpotkan oleh FG-nya yang berniat mencari perhatiannya. Hari
ini ia lelah dan sedang tak mood untuk memberikan deathglear.
Ia
menemukan buku yang ia cari. Petunjuk gadis itu tepat, jadi ia tak repot
mencarinya dari ujung ke ujung. Pasti ia mengenal seluk beluk tempat ini,
sampai hafal di luar kepala. Ia segera mengambilnya dan pergi ke meja tempat
gadis itu bertugas, untuk meminjam buku.
Ia
letakkan buku itu di atas meja. “Hanya ini saja?” tanyanya ramah.
“Ya.”
“KTMnya?”
Sasuke
mengulurkan KTMnya yang juga berfungsi ganda sebagai ATM, kartu pengenal dan
kartu perpustakaan. Gadis itu menerimanya tanpa banyak tanya. Ia meletakkan KTM
Sasuke di scanner. Setelah datanya masuk kini gantian buku-buku yang akan
pinjam Sasuke, dimasukkan ke base data. Ia memberi stampel tanggal pengembalian
di kertas yang tertempel di halaman paling belakang buku.
“Ini.”
katanya memberikan buku-buku itu pada Sasuke. “Terima kasih atas kunjungan anda.
Dan selamat malam, Sir.” Katanya masih dengan nada sangat formilnya.
Sasuke
lagi-lagi tercengang. Baru kali ini ada yang bersikap acuh padanya. Gadis itu
bahkan tak terpengaruh pada pesonanya sama sekali. Tak ada pipi bersemu merah.
Atau mungkin itu trik baru? Entahlah, Sasuke tak ambil pusing. “Hn.” Gumam
Sasuke.
Pertemuan
kedua, agak memalukan. Mereka tak sengaja bertubrukan. Sasuke sibuk dengan buku
di tangannya, sedangkan Naruto sibuk mengelap bajunya yang kotor. Brukkk.
“Aduh.” Gumam gadis itu meringis karena kerasnya benturan hingga tubuhnya oleng
dan menubruk dinding.
Sasuke
tak pernah minta maaf tapi baru kali ini ia kata ajaib itu terucap. “Maaf. Anda
baik-baik saja?” katanya penuh sesal, sembari membereskan bukunya yang terserak
di lantai.
“Ya,
saya baik-baik saja.”
Sasuke
lagi-lagi kaget bertemu dengan gadis aneh itu. “Sekali lagi maaf. Tadi aku tak
lihat jalan.”
“Ah,
tidak juga. Saya juga salah. Saya juga tak memperhatikan jalan.”
“Mau
ku bantu?” tanya Sasuke iba, melihat kening gadis aneh itu luka memar.
“Ini
sudah memar dari kemarin, bukan karena tubrukan tadi.” Kata Naruto mengerti
arti tatapan Sasuke. Ia menolak dengan halus bantuan Sasuke. “Permisi.” Katanya
dengan sopan berpamitan.
Sasuke
kedip-kedip. Dia beneran tak terpesona padanya. Gadis itu bahkan menggunakan
bahasa yang sangat formil padanya. Bibirnya berkedut, agak tak suka. Ia
menoleh, memandang gadis itu hingga menghilang di belokan.
“Heiiii..”
tegur Sai dengan tak sopan menepuk pundaknya.
Sasuke
sampai melonjak kaget. Ia balas memukul Sai. “Apaan sih?” tukasnya tak suka.
“Cieeh
cieh.. ada yang lagi jatuh cintrong nih naga-naganya.” Goda Sai, ceria. Gaara
dan Utakata tak ikutan menggoda Sasuke, meski agak heran juga. Tumben ada gadis
yang bisa mengalihkan dunia Sasuke.
“Diam
kau, mayat hidup!” bentak Sasuke. “Siapa yang jatuh cinta?”
“Kau-lah
siapa lagi?”
Bukkk.
Tanpa peringatan Sasuke menggebuk punggung Sai kencang, membuat Sai mengaduh.
“Itu peringatan.” Deliknya tak suka. Sasuke masih sama seperti kemarin, alergi
cewek. Mana mungkin jatuh cinta?
“Habis
kau bersikap aneh sih.” Kata Sai merajuk ala remaja cewek. Bibirnya ia
kerucutkan biar telihat imut, padahal amit-amit.
“Aneh?”
“Iya.
Tumben sekali kau memandang cewek. Biasanya juga baru mendekat dikit langsung
kau usir.” Jelas Sai.
“Tambahan
lagi kau minta maaf padanya. Itu tidak Sasuke banget.” Kata Utakata
menambahkan. Ia kembali sibuk bermain-main dengan gelembung sabunnya. ‘Indah.
Menakjubkan.’ Batinnya selalu saja terpesona dengan warna indah gelembung sabun
yang ia hasilkan.
“Hn.”
Komentar Gaara tak jelas. Ia dengan cool memasukkan tangannya ke saku
celananya.
“Biasa
saja.”
“Ya,
enggaklah, Sas. Kenapa? Kau tertarik pada gadis itu?” tanya Neji si playboy
penggemar wanita berusia lima tahun di atasnya.
“Bukan
begitu. Dia agak aneh aja. Penampilannya itu lho? Langka.” Kata Sasuke mengaku.
“Iya,
sih.” Kata Sai mengakui.
Penampilan
Naruto yang aneh memang selalu mampu membuat orang menoleh padanya dua kali.
Bukan pandangan kagum, tapi skeptis dan heran. Memang ia nggak kegerahan, pake
baju setertutup itu, di musim panas pula?
“Apanya
yang aneh? Itu kartu identitasnya dia.” Kata Gaara menimpali. Ia gatal ingin berkomentar dan ingin menghentikan
rumpian absurd ini. Masa cowok ngerumpi. Apa kata dunia?
“Identitas?”
beo Sasuke, Sai, Neji, dan Utakata sekaligus.
“Iya.
Semacam KTP yang menunjukkan kalo ia itu Muslim.”
“Oooo...”
kata mereka koor dengan OOC-nya.
“Tapi
kenapa tadi kamu bilang maaf?” tanya Neji usil, menyelidik.
“Kan
aku nubruk dia.” Kata Sasuke ngeles.
“Kemarin
kau menumpahkan minumanmu di atas celanaku. Kau tak minta maaf tuh.” Kata Sai.
“Kau
juga pernah menjatuhkan HP limited editionku. Minta maaf juga tidak.” kata Neji
menambahkan, kompakan. Keduanya senyum-senyum mencurigakan, seolah bilang ‘Cieh
cieh... uhui.. Sasuke sudah dewasa nih ye.’
“Dia
itu...” Sasuke berkeringat dingin, bingung harus ngomong apa. Ia sendiri juga
tak mengerti kenapa harus minta maaf? “Sudahlah tak usah dibahas. Aku mau ke
kelas.” Kata Sasuke mengakhiri dan dari tatapan jelas. Ia tak ingin percakapan
ambigu ini dilanjutkan.
“Ikut.”
Kata teman-temannya serempak.
Pertemuan
ketiga, saat Sasuke and the gank datang terlambat hingga mereka bertemu muka
dengan Naruto yang sedang dibully. Baju dan muka gadis itu kotor dan menguarkan
bau tak sedap. Mereka juga tak segan berkata kotor padanya. Tapi Naruto tak
membalas sedikitpun.
Ia
tetap menyunggingkan senyum ramah. Bukan senyum basa-basi, tapi senyum tulus
hingga ke mata safirnya yang indah. Jelas sekali ia tak terganggu dengan ulah
nakal mereka.
Kali
ini bukan hanya Sasuke yang terpana, teman-temannya juga. Ada ya orang dibully
bukannya merasa sedih dan menderita, malah terlihat bahagia. Kalo senyuman bisa
dijadikan standar.
Mereka
baru menghentikan bullying pada Naruto saat Sasuke the gank mendekat. Mereka
segera cabut, tentu saja setelah mengambil dan membersihkan lantai yang kotor
itu dengan kilat. Mereka sangat takut Sasuke murka. Lihat saja tubuh mereka
yang gemetaran.
Sasuke
and the gank sih cuek saja. Mereka tak ambil pusing. Toh mereka tak lewat tempat
itu kok. Mereka melenggang dengan santai, seolah tak melihat insiden kekerasan
bin memalukan di kampus. Bagi mereka bullying di kampus itu biasa, walaupun
mereka tak pernah terlibat sih.
Mereka
sempat menoleh pada gadis itu, sebelum benar-benar pergi. Senyuman di bibirnya
tak pernah surut. Sudut matanya pun tak ada gelembung air mata yang siap
tumpah. Gadis itu malah dengan tegar, membantu membersihkan kekacauan yang
dihasilkan para pembullynya.
‘Gadis
yang aneh.’ Batin Sasuke and the gank.
Samar-sama
mereka bisa mendengar percakapan Kotetsu dengan sang petugas cleaning servce.
“Anda tak apa-apa, nona? Mereka melakukannya lagi?”
“Saya
baik-baik saja. Ya, seperti itulah. Mereka baik ya. Repot-repot menyambutku
tiap hari.” Katanya ceria, masih menggunakan bahasa formal, tapi ada nada
humanis. Itu menunjukkan kalo gadis itu cukup kenal si cleaning service.
“Nona
itu bicara apa? Ini sih bukan menyambut, tapi bully.”
“Oh,
ya?”
“Ya.”
Katanya muram. “Kenapa sih nona tak marah dan membalas? Lihat baju nona jadi
kotor dan bau!”
“Anggap
saja ini taburan bunga.” kata Naruto mengajak bercanda.
“Itu
tak lucu.”
“Paman...
Tak selamanya kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula. Memang hati kita
akan puas bisa membalaskan rasa sakit hati ini, tapi itu tak berlangsung lama.
Itu hanya akan menimbulkan masalah dan musuh baru, silih berganti saling
membalas. Itu nyaris seperti lingkaran setan. Aku tak berniat bermain-main
dengan lingkaran setan permusuhan.”
“Tapi,
kan...”
“Hidup
terlalu indah dan singkat untuk terlibat lingkaran setan itu. Sudahlah biarkan
saja. Nanti mereka juga bosan.”
“Hah
terserahlah.” Kata mereka menyerah mengompori Naruto untuk membalas. Gadis itu
sama sekali tak terpengaruh.
‘Benar-benar
gadis yang aneh.’ Batin Sasuke and the gank lagi. Kali ini mereka sudah jauh
dari gadis itu. Jadi percakapan gadis itu tak lagi terdengar di telinga mereka.
Pertemuan
keempat, saat Sasuke mendapat musibah. Ia dicegat gerombolan preman dan geng
motor, seorang diri. Jelaslah ia kalah. Sehebat-hebatnya dia, tak mungkin ia
bisa mengalahkan 50 orang bersenjata dengan tangan kosong saja.
Sasuke
terbaring di jalanan beraspal tak berdaya, ditinggalkan seorang diri oleh para
preman itu. Tubuhnya penuh luka memar dan bersimbah darah. Mobilnya hancur
berantakan tak berbentuk.
Sasuke
berfikir ‘Inikah akhir hidupnya? Begitu menyedihkan.’ Ia teronggok di jalanan
sepi. Mungkin mereka baru menemukan tubuhnya setelah membusuk. Agak ngeri juga
membayangkannya. Tapi ia rela. Ia juga sudah bosan hidup di dunia ini.
Kenangan
hidupnya bermunculan di otaknya, bagai film. Dari kenangan indah hingga
kenangan pahit itu. Kenangan dikhianati sang kakak dan kekasih coret mantan
kekasihnya. Ia sudah menyerah hidup, ketika mendengar dering sepeda dari
kejauhan.
“Ah.
Anda tak apa?” tanya gadis aneh, petugas perpustakaan itu.
‘Angel.’
Batinnya melihat wajah gadis itu. Wajahnya terlihat manis, dan bercahaya
menyilaukan jika dilihat dari jarak dekat. Kulitnya begitu halus, tanpa noda.
Sasuke yakin itu alami bukan karena perawatan kulit nan mahal di salon-salon.
“Uhhh..”
ringisnya, saat mencoba bergerak. Mungkin ada tulang rusuknya yang patah.
“Sebaiknya
anda jangan bergerak dulu. Mungkin ada yang patah.” Kata gadis itu.
Ia
menyentuh tulang rusuknya tepat di bagian yang sakit dan beberapa anggota
tubuhnya yang luka. “Tidak ada yang patah. Mungkin terkilir dan memar saja. Saya
obati sebentar. Tahan ya?” katanya
memberi tahu.
Sasuke
menganggukkan kepalanya susah payah. Ia mengertakkan giginya saat rasa perih
itu menyengat. Gadis itu dengan telaten membersihkan lukanya dan memberinya
obat merah. Terakhir ini yang paling sakit. Sasuke sampai berteriak “Aaaaa...”
kesakitan. Naruto membetulkan uratnya tangannya yang terkilir. Sakit sekali,
tapi setelah itu lebih baikan.
“Hmmm,
sekarang bagaimana cara membawa anda pulang? Jalanan ini sepi, tak mungkin ada
taksi yang lewat.” Gumamnya.
“Ada
mobilku.” Katanya ngasih isyarat.
“Itu
tak bisa dipakai. Bannya rusak parah, keempatnya.” Kata Naruto memberi tahu,
yang sudah diduga Sasuke sih.
“Tinggalkan
saja aku di sini. Aku bisa menghubungi teman-temanku.”
“Meninggalkan
anda? Di sini? Seorang diri? Mana bisa.” Katanya tak percaya. “Maaf. Bukannya
meremehkan, tapi HP anda juga sudah hancur. Bagaimana anda menelepon mereka?”
‘Iya
juga.’ Batin Sasuke membenarkan. “Kau punya HP?” tanya Sasuke penuh harap. Ia
masih hafal no HP teman-temannya. Jadi bisalah nelepon mereka.
Ia
menggeleng. “Tidak, maaf. Saya pikir HP itu tak begitu penting. Jadi saya tak
membelinya.”
“Kau
gila? Di jaman sekarang HP itu kebutuhan pokok.” Kata Sasuke mengkuliahi. Gadis
itu terdiam, tak tersinggung. Sasuke jadi malu sendiri bicara sekasar itu.
“Maaf refleks.”
“Tak
apa-apa.” Katanya. Naruto mengernyitkan dahinya, berfikir keras. “Mungkin kita
bisa pulang dengan sepedaku.”
“Caranya?”
tanya Sasuke sangsi. “Kau tak menyuruhku memboncengmu, kan?” lanjutnya. Untuk
berdiri saja susah apalagi mengayuh sepeda.
“Tidak,
tapi aku yang akan memboncengmu. Ini memang agak memalukan. Tapi lebih baik
kan. Akan ku antar sampai depan jalan besar sana. Mungkin setelah itu anda bisa
menyetop taksi.”
Sasuke
dengan terpaksa menganggukkan kepala. Tak ada pilihan lain yang lebih baik
lagi. Daripada dia mati tersiksa di sini, menunggu bantuan yang entah kapan
datangnya.
Naruto
membantu Sasuke menaiki bocengan sepedanya yang terbuat dari besi. Tubuh Sasuke
nyeri. Ia sama sekali tak bisa memegang sedel di depannya. Naruto dengan berat
hati mengikat tubuh Sasuke dengan tubuhnya erat pake tali yang ia bawa. Tak
lupa ia memberikan tas punggungnya di tengah sebagai pembatas.
Naruto
mengayuhnya dengan hati-hati agar Sasuke tak terluka. Sasuke merasa
diayun-ayun. Angin sepoi-sepoi yang berhembus membuainya hingga ia tertidur
pulas. Entah kenapa ia merasa tenang dan aman di sisi Naruto.
“Nah
kita sudah sampai jalan besar. Anda bisa naik taksi seka... rang.” Naruto
menoleh ke belakang. Dilihatnya Sasuke tertidur pulas. Loh gimana caranya ia
pulang sekarang? Tak mungkin kan ia nyetop taksi dan membiarkan Sasuke yang
terluka, tertidur atau pingsan seorang diri? Memang ia bisa membuka pintu rumahnya
sendiri?
Ia
lalu berinisiatif mengantar Sasuke pulang ke rumahnya. Ia cukup tahu kediaman
Sasuke, kan ia sering melewatinya. Ia kembali mengayuh perdal sepeda mininya.
30 menit kemudian, ia sampai depan pintu gerbang. Ia memencet bel masuk.
Terdengar suara dari interkom.
“Siapa?”
“Saya
Naruto.”
“Mau
bertemu dengan siapa?”
“Orang
tua Sasuke Uchiha.” Kata Naruto mengingat nama pemuda itu dari awal mereka
ketemu.
“Sudah
ada janji?”
“Tidak.”
“Maaf.
Kami tak bisa membuka pintu.” Kata suara itu dingin.
“Tunggu
dulu. Dengarkan saya dulu. Saya membawa Sasuke Uchiha yang sedang terluka.
Lihatlah!” kata Naruto buru-buru.
“Perlihatkan
wajahnya!” kata orang itu tak percaya.
“Mana
bisa. Ia terluka parah dan sedang tidur. Jika saya bergerak dari sepeda, ia
bisa jatuh ke jalan.” kata Naruto.
“Maaf.
Anda bisa datang lain kali.” Kata orang itu dingin tak berperasaan.
“Baiklah
kalo begitu. Saya akan membawanya pulang. Jika tuan muda anda terluka semakin
parah lalu meninggal? Itu salah anda.” Kata Naruto kesal, mengertakkan giginya.
Susah sekali berhadapan dengan penjaga gerbang rumah orang kaya. Sok kuasa
banget.
“Anda
bisa membawanya ke rumah sakit kan?”
“Tentu,
dan akan saya katakan padanya nanti saat ia sadar. Bahwa penjaga gerbangnya
mengusirnya dan tak memperbolehkannya masuk ke rumahnya sendiri.” Kata Naruto
sinis. Ia pun berniat balik badan.
Terdengar
suara klakson mobil dari belakang Naruto. Pintu gerbang terbuka lebar,
membiarkan mobil itu lewat, sama sekali tak menoleh pada Naruto dan orang yang
dibawanya. Penjaga gerbang berniat cepat-cepat menutup pintu itu lagi, ketika
melihat orang yang dibonceng Naruto.
“Tuan
muda.” Pekiknya kaget.
Ia
buru-buru membantu tuan mudanya turun dari sepeda Naruto. Ia membawa Naruto dan
sepedanya masuk. Lalu dengan cepat membaringkan tubuh Sasuke di atas kasur.
“Apa
yang sebenarnya terjadi?” tanyanya menuntut jawaban.
“Saya
tak tahu. Ia sudah tergolek tak berdaya di gang kelinci dekat pasar tradisional
sana, kira-kira 2 km dari rumah ini. Ah saya ingat. Mobilnya masih tertinggal
di sana. Anda bisa mengambilnya. Maaf saya permisi dulu.” Kata Naruto sopan.
Itachi
baru saja tiba di rumah. Rumah itu sepi seperti biasanya. Kedua orang tuanya
pasti masih bepergian di Eropa sana, mengurus kerajaan bisnisnya. Sedang
adiknya? ‘Entahlah, ia tak tahu.’ Pikirnya muram.
Selama
lima tahun ini mereka terlibat perang dingin. Gara-gara Itachi meniduri kekasih
Sasuke beberapa kali dan aksi mereka tertangkap basah adiknya itu. Sejak itu
mereka tak lagi bertegur sapa.
Ia
melirik kaget, melihat seorang gadis dengan penampilan ala Arabnya baru saja
keluar dari kamar pribadi Sasuke. ‘Apa hubungan gadis itu dengan Sasuke?’
pikirnya bingung. Seingatnya dia, Sasuke alergi dengan cewek setelah peristiwa
pahit itu.
Tak
berapa lama Izumo, salah satu satpam rumahnya keluar dari kamar Sasuke. Mungkin
ia bisa bertanya padanya. Itachi menghampiri Izumo. “Siapa gadis itu?” tanya
Itachi ingin tahu.
“Namanya
Naruto. Dia mengantar tuan muda Sasuke yang terluka. Itu lho yang datang
bersamaan dengan anda. Maaf permisi dulu. Saya harus mengambil mobil tuan muda
Sasuke yang tertinggal.”
“Hn.”
Gumam Itachi secara tak langsung menyuruh Izumo pergi. ‘Gadis yang pake sepeda
butut itu. Jadi yang diboncengnya tadi Sasuke.’ Batinnya.
Ia
kini memasuki kamar Sasuke. Dilihatnya adiknya tergolek tak berdaya penuh lebam
dan luka di sekujur tubuh. Hatinya bagai diremas, merasa amarah melihat adiknya
dilukai seperti ini.
Tiba-tiba
tanpa peringatan Sasuke membuka mata. Ia merengut tak suka, musuh besarnya ada
di kamarnya. “Sedang apa kau di sini?”
“Melihat
my little brother yang lama tak ketemu. Kau babak belur seperti mau mati.”
Katanya sinis, berbeda dengan isi hatinya.
“Sudah
lihat kan? Bisa kau keluar dari kamarku?”
“Siapa
yang melakukannya?”
“Kau
berniat menjadi santa clouse?” desis Sasuke jijik.
“Hanya
ingin tahu saja. Tapi ku rasa itu bukan hal penting. Lebih baik aku kencan
dengan artis pendatang baru itu, Yuka Aizawa, daripada repot mengurus orang
yang memukulimu.” Kata Itachi dingin lalu keluar kamar.
Di
luar kamar, ia merasa sangat marah pada dirinya sendiri. Kenapa ia tak bisa
mengendalikan lidahnya? Ia menyesal berkata pedas pada adiknya. Ia masih sangat
menyayanginya adiknya. Seandainya saja ia tak bertemu Sakura, kekasih Sasuke
yang mencuri hatinya. Mungkin merreka masih jadi sepasang kakak adik yang
hangat.
“Sakuraa...”
desahnya penuh rindu. Sakura kini sudah mati. Ia keguguran pada kehamilan
pertamanya. Setelah sekian tahun ia ingin mendapat maaf dari adiknya itu. Tapi
sepertinya itu tak mungkin.
Adiknya
terlanjur membencinya dan ia pantas menerimanya, karena perbuatan khianatnya
dan dari dulu maupun sekarang tak ia sesali. Ia terlanjur mencintai Sakura.
Sulit baginya melepaskannya. Meski untuk itu ia harus mengorbankan Sasuke,
adiknya.
Inilah
karma untuk mereka berdua. Sakura menderita di sepanjang kehamilannya. Ia
merintih kesakitan di bagian perutnya. Bahkan setelah bayi mereka mati dalam
kandungan, Sakura masih sangat menderita. Akhirnya ia menyerah dan memilih
bunuh diri untuk mengakhiri penderitaannya.
Itachi
kini seperti mayat hidup, tanpa kekasih dan tanpa adik kesayangannya. Sungguh
ini karmanya dibenci Sasuke seumur hidupnya. Ia juga tak merasakan nikmat
hidup. Tidurnya selalu dibayangi rasa gelisah dan bersalah, hingga akhirnya ia
gila kerja dan senang kencan semalam. Ia perlu membuat tubuhnya benar-benar
lelah untuk membuat ia bisa tertidur, meski hanya beberapa jam atau bahkan beberapa
menit.
Setelah
sembuh, hebatnya Sasuke tak membalas dendam pada gerombolan preman itu. Ia
dengan bodohnya menuruti perkataan gadis aneh itu, bahwa balas dendam hanya
akan menimbulkan lingkaran setan. Bukankah awalnya ia yang membuat masalah
dengan mereka?
Pertemuan
kelima, Sasuke sengaja mencari gadis itu untuk berterima kasih. “Gaara. Kau
tahu siapa nama gadis itu? Dia jurusan apa?” tanya Sasuke antusias dan dapat
hadiah tatapan penuh tanya dari ke empat sohibnya yang lain.
“Kau
beneran jatuh cinta padanya?” tanya Utakata tak percaya mewakili mereka.
“Tidak,
bukan begitu. Aku ingin berterima kasih padanya. Ia sudah menolongku kemarin.
Tadi aku ke perpustakaan untuk menemuinya, tapi mereka bilang ia sudah berhenti
kerja. Kau tahu namanya, kan?”
Mereka
tak banyak bertanya lagi. Mereka sudah tahu peristiwa pahit yang dialami
Sasuke. Ada rasa sesal di hati mereka, pada saat kejadian, mereka tak berada di
sisi Sasuke. Untung gadis itu lewat. Jika tidak mungkin nyawa Sasuke tak akan
tertolong, mengingat lukanya lebih parah dari yang gadis itu perkirakan. Sasuke
sampai opname di rumah sakit beberapa hari.
“Namanya
Naruto.” Kata Gaara.
“Hanya
itu? Kau tak tahu nama marganya?”
“Kau
fikir kenapa ia dibully?” tanya Gaara balik.
“Mungkin
karena ia dari kelas rendah dan pintar. Lalu mereka iri padanya.”
“Kalo
hanya itu, seharusnya Karin yang jadi sasaran bully mereka. Dia mahasiswa
berprestasi, kesayangan para dosen. Sedang Naruto tidak.”
“Mungkin
penampilannya aneh.” Kata Sai membantu Sasuke.
“Geng
Akatsuki lebih nyentrik, tapi tak ada yang perduli tuh.”
“Lalu
apa alasannya?” tanya Neji ikut penasaran.
“Karena
dia tanpa marga. Ia dianggap dari kasta paling rendah, sampai marga saja tak
punya. Nama orang tua pun tak dicantumkan.”
“Eh,
kok kau tahu sih?”
“Jelas
aku tahu. Aku sekelas dengannya terus, meski jurusan kami berbeda.”
“Apalagi
yang kau ketahui?” tanya Sasuke.
“Dia
itu seorang Muslimah yang senang bicara formal dan sopan. Dia senang tersenyum
ramah pada orang-orang. Kau nyaris akan kesulitan untuk melihatnya marah atau
berkata kasar, meski orang itu sudah memaki-makinya. Ia cukup cerdas dan masuk
ranking 10 besar dan dapat beasiswa. Hanya itu saja yang ku ketahui. Kau
tertarik padanya?”
“Entahlah.
Aku merasa tenang berada di sisinya, rasanya damai dan sejuk. Ia seperti punya
aura tersendiri.”
“Aku
mengerti sih, tapi kau jangan mencoba memacarinya.” Kata Gaara memberi
peringatan.
“Ne,
kenapa?” tanya Sai usil. “Dia vrigit seperti biarawati yang kudus?”
“Hentikan
bicara kotor tentangnya. Ia sama denganmu dalam satu hal. Mungkin itu yang
membuatmu menoleh padanya dua kali dalam satu kali perjumpaan.”
“Apa?”
tanya Sasuke.
“Dia
sepertinya alergi cowok. Ia tak suka berada di dekat cowok, apalagi sebangku
dengannya. Jika harus sekelompok dengan cowok. Ia bisa pastikan kanan kirinya
harus perempuan dan mengerjakannya di tempat terbuka dan umum.”
Pelipis
Sasuke berkedut. Untuk pertama kalinya ia bertemu dengan seseorang yang
terlihat tak sama dari segala segi, sekaligus mirip dengannya. Mereka seperti
dua pasang sisi koin yang berlawanan, tapi juga saling menarik dalam ikatan tak
jelas.
Sasuke
menjalani hari-harinya dengan menjadi bayangan Naruto. Dimana ada Naruto di
situ ada Sasuke dan sebaliknya. Tentu saja Naruto menolak kehadiran Sasuke. Ia
memperlihatkan secara jelas ke tak nyamanannya dan keberatannya, tapi Sasuke
keras kepala. Sisi baiknya ia tak lagi jadi target bully. Siapa pula yang
berani?
Jadilah
mereka pasangan paling unik se kampus. Gimana nggak aneh? Dibilang pasangan kekasih
nggak juga. Mereka tak pernah berpegangan tangan, atau sekedar memanggil dengan
kata-kata mesra. Naruto masih setia dengan bahasa formalnya yang kaku. Sedang
Sasuke hanya berdiam diri atau bergumam ‘hn’ tak jelas. Tapi anehnya mereka
mengerti satu sama lain, meski itu hanya berupa isyarat tubuh saja.
Dibilang
teman juga nggak tepat. Mereka tak saling memanggil nama kecil, oke untuk
Naruto bisa dibilang nama kecil juga. Kan ia tak bermarga. Tapi tak terlalu
akrab untuk saling curhat. Mereka hanya ya senang bersama saja.
Di
luar dugaan Sasuke menyukai hubungan tak jelas ini. Ia belum pernah merasa
sebahagia ini. Hatinya terasa sejuk dan damai hanya kehadiran Naruto saja.
Bibirnya tak terasa kaku untuk sekedar menyunggingkan seulas senyuman.
Tapi
ada satu hal yang selalu membuat dia heran. Siapa sebenarnya Naruto itu? Naruto
itu seperti buku misteri. Semakin dibuka semakin penasaran. Semakin dicari
tahu, semakin banyak rahasia di dalamnya. Akhirnya Sasuke tak tahu apa-apa
selain hanya mengenal dia adalah Naruto tanpa marga. Naruto baginya adalah
tanda tanya. Dan ia akan selalu bertanya SIAPA DIA?
END
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar