DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi
Kishimoto
Genre : Supernatural dan Horor
Rating T aja deh.
WARNING
Banyak OC dan bertebaran typo di
sana-sini, OOC, banyak bahasa Arab, lagu Jawa, seting Indonesia, kata-kata tak
baku, FEM NARU, Gender bender,
Pair : Male Kushina X Fem Minato
Don't
Like Don't Read
Naruto
berbaring di dalam kamarnya seorang diri. Angin berderu kencang di dalam kamar
melalui jendela. Kertas-kertas yang tadi tersusun rapi di atas meja belajar
jadi berhamburan di lantai dan di udara. Tubuh Naruto menggigil kedinginan.
Giginya gemeletuk, merasakan rasa sakit yang amat sangat.
Tiba-tiba
tubuhnya berganti panas dingin. Sekujur tubuhnya terasa nyeri seakan-akan ada
yang menarik-narik tubuhnya kasar, sakiiiit sekali. Tubuhnya berasa remuk
karena dipukul pakai godam. Tanpa ia sadari ia meracau ketakutan dan kesakitan
jadi satu. Ia menjerit-jerit dan mencakari tubuhnya. Angin semakin berhembus
kencang. Samar-samar alunan gamelan Jawa terdengar seolah ada hajatan.
Neng nang neng gung… neng nang neng gung…
Sakura,
Ino, dan Hinata yang mendengar teriakan Naruto segera ke kamar Naruto karena
cemas. Kamar Naruto gelap, hanya ada cahaya rembulan purnama menerangi melewati
celah-celah kamar. Ia lihat Naruto duduk tertunduk membelakangi mereka,
menyembunyikan wajahnya di atas kasur. Suara deru angin, kertas yang
berhamburan, dan sikap Naruto yang sedikit aneh sejak pulang acara, membuat
ketiga temannya curiga. Ino diam-diam keluar kamar, untuk mengabari Temari,
sedangkan Sakura mencoba menepuk pundak Naruto.
"Nar.
Kamu nggak apa-apa, kan?" tegur Sakura pelan. Naruto tak menjawab. Ia
masih tertunduk. Wajahnya tak terlihat, meski sinar rembulan mengintip dari
balik awan. Hanya punggungnya yang terlihat jelas.
Tak
putus asa, Sakura kembali menegur. "Nar, tolong katakan sesuatu. Kamu
baik-baik saja, kan?"
Kali
ini berhasil. Naruto menegakkan tubuhnya, tegap dan membalikkan tubuhnya
menghadap mereka. Kedua tangannya mengelus kain kerudungnya lembut, seperti
mengelus rambutnya yang terurai. Tatapan matanya terlihat aneh di mata kedua
temannya. Bola mata itu terlihat mistis, dan ada kilau aneh di dalamnya. Sakura
dan Hinata saling pandang. 'Jangan-jangan Naruto kesurupan.' Batin keduanya
kompak.
Lingsir wengi sliramu tumeking
sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Naruto
lalu bersenandung pelan, lagu Jawa, menambah daya magis. Sakura dan Hinata
semakin ketakutan. 'Sejak kapan Naruto bisa nembang jawa layaknya pesinden
professional? Dia kan nyanyinya FALS abis.' Batin ketiganya kompak. Tapi demi
rasa setia kawan, mereka tetap menguatkan diri menemani Narutol. "Nar,
kamu baik-baik aja, kan. Please, katakan sesuatu! Jangan buat kami cemas!"
kata Sakura lagi.
Naruto
tak menyahut. Kepalanya ia miringkan ke kanan dan tangannya tetap membelai kain
kerudungnya. Matanya yang tadi tak focus melihat dinding, menatap Sakura tajam.
Gadis itu bergidik ngeri, hanya karena tatapan Naruto. Bibirnya kembali
bersenandung.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Tepat
dilirik lagu terakhir itu, angin berputar dan berderu semakin kencang, seolah
hendak menerbangkan apapun yang dilaluinya. Setelah bersenandung lagu lingsir
wengi, Naruto tiba-tiba kesurupan. Lidahnya menjulur keluar, matanya melotot
dan seketika tubuhnya terjatuh berguling-guling sambil masih mencekik leher.
Otak
Sakura, Ino, dan Hinata seakan blank, tak tahu harus bagaimana. Mereka hanya
bisa berdoa dalam hati 'Semoga kak Temari segara datang dengan bala bantuan.'
Hinata yang tersadar lebih dulu, membaca istighfar, kata pertama yang terlintas
di otaknya. Sakura dan Ino mengikuti. Tangan Naruto tak lagi mencekik lehernya,
tapi mendelik pada mereka bertiga. Kaki ketiganya gemetaran, nyaris
terkecing-kencing saking serem dan bengisnya tatapan Naruto.
"Hentikan!"
kata Naruto menggeram, mengancam ketiga temannya yang masih di kamarnya.
Suaranya tak lagi jernih, dan merdu, tapi berat seperti suara seorang cowok.
'Jadi
Naruto positif kesurupan.' Batin ketiganya merinding disko. Otak mereka
memerintahkan lari, tapi kakinya mengkhianati mereka. Kaki-kaki mereka tak mau
diajak bekerja sama dan memilih diam di tempat. Mereka tetap tak beranjak dari
tempat semula, meski ditatap dengan tatapan membunuh Naruto.
Naruto
menggerakkan bibirnya sedikit ke samping kira-kira 2 cm, membuat ketiga
temannya semakin merinding. Senyumnya mirip Monalisa plus tatapan anehnya dan
kilau di matanya, sehingga ia terlihat semakin mengerikan. Khi khi khiiii,
Naruto mengikik keras, seperti suara tawa kuntilanak. Ia berdiri dan berjalan
mendekati ketiga temannya itu.
Hiiii,
ketiganya bergidik ngeri. Ketiganya otomatis merapatkan tubuhnya ke dinding.
Ketiganya memejamkan mata dan tak berani membuka mata, karena takut dan
bibirnya tak berhenti beristighfar "Astaghfirullah al adzim." Kata
mereka berulang-ulang.
Naruto
sedikit mundur ke belakang. Matanya melotot, membelalak marah. "Aku
bilang hentikan. Kalian berani menantangku. Aku terima tantangan kalian."
Ia pun menutup matanya perlahan lalu kembali bersenandung merdu.
Lingsir wengi sliramu tumeking
sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Sakura
dan kedua temannya tak mau mengalah. Mereka semakin keras beristighfar. Suara
mereka saling susul menyusul, saling bertarung dan tak ada yang mau mengalah.
Kalo missal di komik saat ini pasti ada gambaran nada-nada yang saling
bertarung keluar dari mulut merreka, di udara.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Pertarungan mereka semakin sengit. Sakura, Ino, dan
Hinata merasakan nyeri di bagian dada saat Naruto bersenandung. Tubuh mereka
seperti dihantam sesuatu yang keras. Tapi mereka tetap bertahan, menahan semua
rasa sakit itu dan terus beristighfar, memohon pertolongan-Nya. Aaaaa…. Ino
terpental ke lantai, tak kuat menahan rasa sesak di dada. Ia menyeret tubuhnya
menjauh karena Naruto perlahan mendekatinya. Sakura dan Hinata tak tinggal
diam. Sambil beristighfar, menarik tubuh Ino menjauh.
Tangan Naruto sudah menyentuh kaki Ino, dan
tersenyum sadis saat Temari dan bala bantuan tiba. Ustad Hidan membaca ayat
kursi, membuat Naruto yang menyadari kehadirannya ketakutan. Ia berlari ke
pojok kamar, mencicit ketakutan. Matanya nanar menatap mereka. Sasuke dan Gaara
mendekati Naruto. Neji memeluk Hinata adiknya yang ketakutan.
Saat itulah Naruto balik menyerang, menendang kaki
Sasuke yang berhasil dihindari Sasuke dengan baik. Tangannya mencengkeram
seperti membentuk cakar, menyerang siapapun yang mendekatinya. Ia berhasil
meraih tubuh Sasuke, mencakarnya dan meninju dagunya. Gaara tak kalah gesit,
memiting tangan Naruto, membuat Naruto limbung dan jatuh ke lantai. Gedebukk…
Gaara menduduki tubuh Naruto dan memiting kedua
tangannya di punggung. Sasuke mengucapkan adzan di kedua telinga Naruto,
membuat gadis itu berteriak kepanasan. Ustad Hidan yang tadi di depan pintu
berdiri di belakang kaki Naruto. Ia memijit jari kaki Naruto yang masih
tertutupi kaos kaki. Naruto memberontak hebat, membuat Gaara yang duduk di
atasnya oleng.
Itu dimanfaatkan Naruto untuk menendang tubuh ustad
Hidan. Sasuke dengan sigap menghentikan gerak Naruto. Ia menatap Sasuke marah.
Ia terus memberontak, mencakar dan menarik Gaara, Sasuke ataupun Hidan yang
berada dalam jangkuannya. Neji yang tadi diam, ikutan membantu. Para cewek
meski ketakutan tetap menemani naruto di kamar dan tak putus-putusnya
beristighfar dan membaca ayat-ayat kursi.
Senandung lingsir wengi bercampur lantunan ayat
kursi terus berkumandang hingga jam 12 malam. Setelah lama bertarung, akhirnya
pemenangnya terlihat. Tubuh Naruto melemah. Ia membiarkan tubuhnya diduduki
Gaara dibagian kepala dan kaki oleh Neji. Sasuke membantu ustad Hidan memencet
bagian tubuhnya, tempat yang kira-kira sang jin bersemayam. Meski sudah lemah,
Naruto masih tetap memberontak, walau tak seganas awalnya. Tapi cukup membuat
Neji dan Gaara berkeringat. Mereka merasa seperti menduduki banteng liar yang
siap menghempaskan tubuh mereka.
"Akhi Gaara, akhi Neji. Tolong jangan takut.
Itu akan memberi sang jin kekuatan kembali. Sebentar lagi kita bisa
mengeluarkan mereka semua. Aku akan mencoba menyadarkan ukhti Naruto."
Kata Sasuke yang dibalas anggukan kedua temannya.
"Assalammualaikum. Ukhti bisakah ukhti
mendengar suara saya? Jika bisa tolong dengarkan. Tolong bantu kami dari dalam.
Ingatlah Allah dan mohonlah pertolongan dan perlindungan-Nya. Saya tahu ukhti
pasti bisa." Kata Sasuke tepat di telinga Naruto.
Naruto POV
Aku bingung. 'Kenapa aku bisa tersesat di rumah ini
lagi? Aku harus pergi. Sepertinya ini bukan tempat yang baik.' Batinku. Aku
berjalan keluar menyusuri lorong panjang. Pintu demi pintu ku buka, tapi selalu
kamar kosong. Aku selalu kembali ke tempat yang sama. Bau harum semerbak
kemenyan dan dupa kembali tercium di hidung. 'Uuh aku tak suka bau ini.'
Batinku. Perutku merasa mual.
Aku kembali melangkah menjauhi tempat yang diduga
sumber bau kemenyan. Ning nang ning.. Lingsir wengi sliramu tumeking
sirno…
Deg. Jantungku seperti berhenti berdetak. 'Lagu ini
lagi. Hentikan! Aku tak mau dengar.' batinku. Aku menutup kedua telingaku, tak
mau mendengarkan lagu ini.
Wanita itu masih saja bersenandung. Ojo tangi nggonmu
guling…
Pada
lirik kedua para penghuni rumah itu keluar. Makhluk-makhluk mengerikan itu
mendatangiku. Ada sundel bolong yang sedang menggendong bayinya seperti dalam
mimpinya. Ada nenek-nenek berwajah bengis seperti dalam mimpi pertamanya dulu.
Ada gendruwo dan makhluk mengerikan lainnya yang tak pernah ku lihat bentuknya.
"Tidak… berhenti…!" teriakku ketakutan.
Lagu
itu kembali terdengar. Awas jo ngetoro…
Pada lirik ketiga mereka menangkap dan
menarik-narikku. Beberapa diantaranya mencakar kulitku hingga berdarah karena
kuku-kuku mereka sangat tajam. Aku sangat ketakutan dan mencoba melarikan diri
dengan menendang mereka. Aku berhasil, tapi lalu ada lagi sosok yang berdiri di
depanku.
Aku lagi bang wingo wingo…
Lagu itu kembali terdengar. Aku mengangkat
kepalaku. Ku lihat seorang wanita yang sangat cantik dengan mahkota emas
seperti dalam lukisan yang dulu pernah ku lihat. Ia berjalan diiringi para
pengawalnya. "Kemari, cah ayu!"
Aku menggelengkan kepala. "Tidak aku tak
mau."
"Berani sekali kamu pada
Kanjeng Ratu." Hardik pengawalnya dan memukulku dengan
tongkatnya. Awwww… aku merintih, merasa sakit di sekujur badan.
Jin setan kang tak utusi…
lagu itu kembali terdengar. Ku lihat salah satu
wanita yang juga berparas cantik dengan rambut di konde dan kemben warna merah,
bersenandung merdu. Ia duduk dekat jendela. 'Sejak kapan dia ada di situ?'
batinku bingung. Semua terasa membingungkan.
"Kenapa kau membawaku ke sini? Apa salahku?
Aku sama sekali tak mengenalmu." teriak Naruto.
"Memang tidak. Tapi, ayahmu
sering meminta bantuanku. Asal kau tahu saja Sayang, bantuanku tidak gratis. Bantuan
itu harus ditukar dengan bunga terakhir." Katanya
memberi tahu.
'Dia kenal ayahku. Bagaimana bisa?' batinku
tercengang.
Sang ratu tersenyum sinis. "Dan Kaulah
bunga terakhir itu." Katanya sambil menjambak kepalaku.
'Aaaa….sakit..' rintihku dalam hati. Mulutku terasa
kelu, tak bisa bersuara. ‘Astaga! Aku jadi tumbal? Ini tidak mungkin. Pasti ada
kesalahan. Ini tidak mungkin terjadi,’ batinku syok.
Saat itulah aku melihat sosok sang ayah dengan baju
compang-camping diantara makhluk mengerikan yang tadi berusaha menangkapku.
Wajahnya terlihat lusuh. Rambut hitam panjangnya menjulur seperti ular.
"Ayah…" teriakku sedih dan bingung.
'TIDAK! Ini tidak benar. Ayah memang sedikit aneh,
tapi ia sangat mencintaiku. Ia tak mungkin menjadikanku tumbal. Ini pasti
bohong.' Bisikku menguatkanku di tempat mengerikan bercampur bau anyir dan
kemenyan.
Ku lihat di sana makhluk-makhluk mengerikan itu
mencambuk ayahku. "Aaaa…" teriak ayahku kesakitan.
"Tidak, hentikan. Ku mohon hentikan." Aku
berteriak, melepas sekuat tenaga cengkraman sang Ratu. Air mata turun deras
membasahi pipinya. Aku meratapi ayahku yang disiksa di depan mataku. Tapi
bukannya kasihan mereka juga ikut mencambuk punggungku dan melempar ular-ular
melata yang mendesis-desis di lantai. Jumlahnya banyak sekali, mungkin ada
ratusan lebih, merayap mendekatiku.
Aku takut amat sangat takut dengan binatang melata
itu. Aku paling takut dengan binatang yang tak punya kaki berlendir yang saat
jalan menggeleser seperti suster ngesot. Tubuhku gemetar hebat, membayangkan
ular-ular itu merayapi sekujur tubuhnya, membelit dan mematuknya. Hiii, tubuhku
bergidik ngeri, tak sanggup membayangkannya. Bau anyir dari ratusan ular itu tercium
oleh hidungku. Pandanganku mulai berkunang-kunang tak tahan siksaan mereka
lahir dan batin.
Aku hanya bisa memejamkan mata, menyebut nama
Allah, memohon perlindungan-Nya. "Allahu akbar." Pekikku lirih.
Ular-ular yang sudah nyaris berhasil merayap di sekujur tubuhku berbalik
mundur. Cengkraman dan cambukan juga berhenti, itu memberinya kesempatan
melepaskan diri. Ia berlari berniat menolong sang ayah. Tapi tak bisa. Tangan
ayahnya seperti api yang terbakar.
"Sudah hentikan, Nar. Ini semua kesalahan ayah.
Biar ayah tanggung sendiri. Pergilah! Selamtkan dirimu!" Kata ayah.
"Ta-ta-tapi…" protes Naruto tak tega.
"Ku bilang pergi!" hardik ayahnya.
Aku mengangguk dengan berat hati, meninggalkan sang
ayah. Sang ratu tak tinggal diam. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk
menghadangnya, tak ingin mangsanya lolos. Aku tak putus asa, yakin dengan
pertolongan-Nya.
Saat itulah aku mendengar suara yang sangat
familiar. Suara itu lalu berubah menjadi sosok senior yang sangat dikenalnya.
"Assalammu 'alaikum. Ukhti bisakah ukhti mendengar suara saya? Jika bisa
tolong dengarkan. Tolong bantu kami dari dalam. Ingatlah Allah dan mohonlah
pertolongan dan perlindungan-Nya. Saya tahu ukhti pasti bisa." Kata Sasuke
mengulurkan tangannya.
Aku tanpa pikir panjang, meraih tangan Sasuke.
Tiba-tiba ada cahaya menarik tubuh mereka berdua meninggalkan rumah tua yang
aneh dan angker itu. Tubuhnya bagai disedot kekuatan tak jelas dan
memutar-mutar tubuhnya. Aku takut amat sangat takut, tapi ia yakin ia selamat.
End Naruto POV
Selama proses ruqyah, sang jin yang keluar tak ada
satupun yang bisa ditanyai. Jadi tak ada informasi sama sekali, apa yang
sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Naruto bisa kesurupan? Tapi Sasuke menduga
ini ada hubungannya dengan khodam turunan mengingat lagu lingsir wengi bukan
sembarang lagu. Itu lagu khusus untuk ritual. Dengan kata lain Naruto sedang
ditumbalkan.
Naruto memuntahkan seluruh isi perutnya. Sasuke
dengan sabar menyediakan tempat Naruto muntah. Ia sama sekali tak jijik. Itu
berlangsung hingga semua jin berhasil keluar.
Naruto membuka matanya tepat pukul 3 pagi.
"Aku ada di mana?" gumamnya lirih. Ia kaget saat melihat tubuhnya
ditindih oleh para ikhwan seniornya yakni Gaara dan Neji. Selain itu ada Sasuke
sedang membisikkan sesuatu di telinganya dan memegangi tanganya koreksi telapak
tangannya dengan sarung tangan. Ia masih memakai pakaian seperti saat rapat
BKIM, hanya saja lebih berantakan. Wajahnya memerah sempurna. Malu, itu yang ia
rasakan. "Aaaa…" teriaknya.
"Naruto, ini kamu kan?" Tanya Temari
takut-takut.
"Kakak, ada apa ini? Kenapa Kak Gaara dan kak
Neji menindihku. Minggir, berat tahu." Bentak Naruto antara malu dan
sakit. Kakinya bengkak dan lecet di sana-sini, bekas pertarungannya dengan para
ikhwan dan sang ustad.
Keduanya tak mau langsung turun dan minta isyarat
dari Sasuke dan sang ustad. "Tak apa ia sudah sadar." Kata Ustad
Hidan.
Temari bergegas membantu Naruto yang badannya lemas
dan sakit semua. Para ikhwan segera pamitan tanpa berkata apa-apa pada Naruto.
Mereka hanya pamitan pada penghuni yang lain dan warga sekitar yang denger
suara jeritan Naruto. Mereka berkumpul di kosan Naruto karena khawatir selain
juga curiga ada cowok di kosan cewek. Mereka membubarkan diri setelah dibilang
salah satu penghuni kosan itu sudah tak kesurupan.
Naruto yang lelah diberi air minum hangat dicampur
madu untuk memberinya kekuatan. Setelah itu ia tidur. Penghuni yang lain yang
juga ngantuk ikutan tidur. Hanya Temari dan Konan yang tetap terjaga. Mereka
membacakan surat yasin untuk memastikan tak ada gangguan jin lagi.
SKIP TIME
Naruto keluar dari kosan habis dhuhur. Ia hanya ada
kuliah siang hari ini. Untung saja, jadi ia bisa istirahat lebih banyak.
Badannya sakit semua. Ya iyalah diduduki dua orang cowok dengan BB di atas 50 kg,
gimana nggak sakit?
Oh, GOD. Dan sialnya lagi, dua orang yang menduduki
tubuhnya itu senior-seniornya yang super duper kece yang juga jadi idola para akhwat.
Mereka juga menyentuh tubuhnya. Memang sih bukan sentuhan tak senonoh dan saat
itu ia sedang tak sadarkan diri. Tapi, tetap aja ia malu.
‘Aduhh kenapa harus mereka sih yang nolongin?’
rutuknya dalam hati penuh sesal. Bagaimana jika ia bertemu dengan salah satu
dari mereka? Mau ditaruh dimana mukanya?
Tepat saat itulah, ia malah berpapasan dengan
Sasuke, Gaara, dan Neji sekaligus. Jreng..jreng..jrengg.. Mukanya langsung
memucat. Rasanya ia ingin balik badan dan lari. Tapi kan bentar lagi kuliah dan
hanya itu satu-satunya jalan menuju tempat kuliahnya. "Oh ya Tuhan. Kenapa
sih hari ini aku sial sekali?" Katanya lirih hingga hanya dia yang bisa
mendengar.
"Ukhti sudah tidak apa-apa?" Tanya Gaara
sopan saat dilihatnya yuniornya wajahnya memucat.
Naruto bingung dan salting sendiri. Ia kan masih
malu, ingat peristiwa semalam, saat ia duduki para seniornya ini.
"Aku…" kata-katanya terpotong oleh suara ‘Tringgg.. assalammu
'alaikum…’ dari nada dering HPnya. 'Syukurlah, HPnya bunyi. Selamet deh.'
Batinnya lega dengan adanya intermezzo. Bisa gawat nanti!
Ia memencet tombol hijau. "Hallo…" ia
mendengarkan suara telepon dengan seksama. Wajahnya semakin memucat,
mencengkram erat gagang HP hingga buku-buku tangannya memutih. Pandangannya
berkunang-kunang. Kata-kata sang ratu dalam mimpinya kembali terdengar.
"Kaulah bunga terakhir itu."
Kepalanya digeleng-gelengkan. Mulutnya ia bekap tak
percaya. Otaknya berfikir cepat. Jika ia tak jadi tumbal berarti kakaknya yang jarak
lahirnya terdekat dengannya lah yang akan jadi tumbal. Kakak keenamnya yakni
Deidara meninggal tepat pukul 3 pagi seusai dia sadar. "Tidakkkk…"
teriaknya histeris sebelum pingsan.
Sasuke segera menangkap tubuh Naruto sebelum terhempas
ke aspal. Gaara mengambil HP Naruto yang tergeletak di jalan. "Naruto
cepat pulang. Kami akan menunggumu sebelum Deidara dimakamkan di pembaringan
terakhir." Kata kakak pertama Naruto yaitu Minato. Gaara dan Neji saling
pandang. "Inna lillahi wa inna lillahi rajiun." Kata keduanya.
SKIP TIME
Semua keluarga Namikaze berkumpul untuk
mengantarkan Namikaze Deidara ke pembaringan terakhir. Mereka kompak berbaju
hitam. Wajah mereka pucat dengan mata yang bengkak dan sembab. Jejak-jejak air
mata masih menghiasi pipi mereka. Dulu mereka 7 putri bersaudara, kini tinggal
enam, karena salah satunya telah tiada.
Berdiri berurutan di pinggir lubang makam Deidara,
dari yang putri yang tertua Minato, Yakumo, Haku, Shion, Kyuubi, dan terakhir
Naruto. Deidara dimakamkan dekat ayah dan ibu mereka yaitu Tsunade dan
Orochimaru. Naruto dan Minatolah yang paling sedih diantara mereka. Mereka tahu
rahasia gelap yang disimpan oleh mendiang ayahnya dengan cara yang berbeda.
Naruto tahu karena dialah sasaran awalnya, sedangkan Minato karena memergokinya
dulu waktu masih kecil.
Flashback
Minato kecil pernah terbangun tengah malam karena haus. Ia
memergoki sang ayah sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita. Awalnya ia
mengira itu pasien sang ayah. Ayahnya kan orang pintar yang pandai mengobati
berbagai macam penyakit. Mereka datang ke rumahnya seperti aliran sungai,
banyak sekali. kebetulan sebagian besar cocok dan penyakitnya sembuh.
Ia tak jadi masuk ke dalam kamarnya lagi karena menyadari
suara itu berasal dari kamar khusus, hanya beliau yang boleh memasukinya. Ia
menguping karena saat itu takut sang ayah tercinta selingkuh. Ia mengucek-ucek matanya
untuk mengusir rasa kantuk dan mendengarkan pembicaraan mereka.
"Orochimaru. Aku sudah membantumu selama ini. Aku
memberimu kesaktian hingga kamu diakui sebagai orang yang paling sakti di tanah
Pasundan. Aku ingin imbalan." Kata wanita itu merdu seperti bernyanyi.
"Imbalan seperti apa, Kanjeng Ratu?" tanya
Orochimaru sedikit cemas. Ia tak ingin menumbalkan nyawa orang. Memang ia ingin
sakti dan diakui sebagai kyai yang paling mumpuni di sini, tapi ia tak mau ada
nyawa manusia yang dikorbankan.
"Aku menginginkan bunga terakhir."
Orochimaru bernafas lega. 'Oh hanya bunga toh. Aman.'
Batinnya. "Baiklah Kanjeng Ratu. Saya akan mengabulkan permintaan Kanjeng
Ratu. Saya akan memberikan bunga terakhir seperti yang Kanjeng Ratu
inginkan."
Setelah itu Minato pergi karena tak ingin dipergoki.
End Flashback
Minato selama ini terus bertanya, Apa makna bunga
terakhir yang dimaksud wanita itu? Awalnya, ia mengira itu bunga dalam arti
sebenarnya. Ia baru tahu maksud bunga di sini tumbal putri yang terakhir sesaat
sebelum Deidara meninggal.
Mereka 7 bersaudara cewek semua. Kanjeng Ratu
rupanya menginginkan Naruto sebagai tumbal. Ia tahu karena mendapat telepon Naruto
sakit, sakitnya aneh bersamaan dengan sakitnya Deidara. Naruto berhasil selamat
sedangkan Deidara tidak. Ia menyesal karena tidak bertindak cepat. Seandainya
ia mewanti-wanti dan menjaga adiknya dengan baik, mungkin peristiwa menyedihkan
ini tak akan pernah terjadi.
Kushina, suaminya menggenggam erat pergelangan
tangannya. Ia memberi Minato kekuatan agar tabah menerima semuanya. Minato
tersenyum dan balik memegang tangan suaminya lembut seolah bilang ia baik-baik
saja. Ia bersyukur memiliki Kushina. Ia yang membimbing dan menemani Deidara
selama sakaratul maut. Terus melantunkan nama-nama Allah dibantu kyai, gurunya.
Minato segera terbangun dari lamunan karena para
peziarah berpamitan padanya. Rupanya Deidara sudah selesai dimakamkan. Mereka
menaburkan bunga di atas tanah pusara yang masih merah. Mereka melantunkan doa
semoga amal Deidara diterima dan dosa-dosanya diampuni. Minato dan Naruto
berdoa secara khusus. Semoga kakaknya pergi menghadap dengan Husnul Khotimah
dan bukan sebagai korban tumbal sang ayah. Ia berhusnuzon pada Allah, bahwa
Deidara memang dipanggil karena usianya sudah habis dan bukan akibat ulah sang
setan laknatullah.
Jauh dari tempat mereka, di perkampungan kuno milik
seorang ratu. Sedang diadakan pesta meriah. Para penari menari dengan lemah
gemulai di depan sang ratu. Ada seorang wanita bersenandung di samping para
penabuh gamelan.
Lingsir wengi sliramu tumeking
sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Sang ratu memang kecewa tidak mendapatkan bunga
terakhir seperti yang diinginkannya, tapi tak apa. ia masih punya stok tumbal.
Para pengikutnya masih banyak. Ia bisa menjadikan mereka tumbal menggantikan
bunga terakhir yang gagal ia ambil. Lagu lingsir wengi kembali berkumandang
membelah langit malam, mencari tumbal lainnya. Waspadalah waspadalah hei,
manusia.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar