Senin, 02 Januari 2017

BUNGA TERAKHIR PART THREE



DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Supernatural dan Horor
Rating T aja deh.
WARNING
Banyak OC dan bertebaran typo di sana-sini, OOC, banyak bahasa Arab, lagu Jawa, seting Indonesia, kata-kata tak baku, FEM NARU, Gender bender,
Pair : Male Kushina X Fem Minato




Don't Like Don't Read



Naruto berbaring di dalam kamarnya seorang diri. Angin berderu kencang di dalam kamar melalui jendela. Kertas-kertas yang tadi tersusun rapi di atas meja belajar jadi berhamburan di lantai dan di udara. Tubuh Naruto menggigil kedinginan. Giginya gemeletuk, merasakan rasa sakit yang amat sangat.
Tiba-tiba tubuhnya berganti panas dingin. Sekujur tubuhnya terasa nyeri seakan-akan ada yang menarik-narik tubuhnya kasar, sakiiiit sekali. Tubuhnya berasa remuk karena dipukul pakai godam. Tanpa ia sadari ia meracau ketakutan dan kesakitan jadi satu. Ia menjerit-jerit dan mencakari tubuhnya. Angin semakin berhembus kencang. Samar-samar alunan gamelan Jawa terdengar seolah ada hajatan.
Neng nang neng gung… neng nang neng gung…
Sakura, Ino, dan Hinata yang mendengar teriakan Naruto segera ke kamar Naruto karena cemas. Kamar Naruto gelap, hanya ada cahaya rembulan purnama menerangi melewati celah-celah kamar. Ia lihat Naruto duduk tertunduk membelakangi mereka, menyembunyikan wajahnya di atas kasur. Suara deru angin, kertas yang berhamburan, dan sikap Naruto yang sedikit aneh sejak pulang acara, membuat ketiga temannya curiga. Ino diam-diam keluar kamar, untuk mengabari Temari, sedangkan Sakura mencoba menepuk pundak Naruto.
"Nar. Kamu nggak apa-apa, kan?" tegur Sakura pelan. Naruto tak menjawab. Ia masih tertunduk. Wajahnya tak terlihat, meski sinar rembulan mengintip dari balik awan. Hanya punggungnya yang terlihat jelas.
Tak putus asa, Sakura kembali menegur. "Nar, tolong katakan sesuatu. Kamu baik-baik saja, kan?"
Kali ini berhasil. Naruto menegakkan tubuhnya, tegap dan membalikkan tubuhnya menghadap mereka. Kedua tangannya mengelus kain kerudungnya lembut, seperti mengelus rambutnya yang terurai. Tatapan matanya terlihat aneh di mata kedua temannya. Bola mata itu terlihat mistis, dan ada kilau aneh di dalamnya. Sakura dan Hinata saling pandang. 'Jangan-jangan Naruto kesurupan.' Batin keduanya kompak.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Naruto lalu bersenandung pelan, lagu Jawa, menambah daya magis. Sakura dan Hinata semakin ketakutan. 'Sejak kapan Naruto bisa nembang jawa layaknya pesinden professional? Dia kan nyanyinya FALS abis.' Batin ketiganya kompak. Tapi demi rasa setia kawan, mereka tetap menguatkan diri menemani Narutol. "Nar, kamu baik-baik aja, kan. Please, katakan sesuatu! Jangan buat kami cemas!" kata Sakura lagi.
Naruto tak menyahut. Kepalanya ia miringkan ke kanan dan tangannya tetap membelai kain kerudungnya. Matanya yang tadi tak focus melihat dinding, menatap Sakura tajam. Gadis itu bergidik ngeri, hanya karena tatapan Naruto. Bibirnya kembali bersenandung.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Tepat dilirik lagu terakhir itu, angin berputar dan berderu semakin kencang, seolah hendak menerbangkan apapun yang dilaluinya. Setelah bersenandung lagu lingsir wengi, Naruto tiba-tiba kesurupan. Lidahnya menjulur keluar, matanya melotot dan seketika tubuhnya terjatuh berguling-guling sambil masih mencekik leher.
Otak Sakura, Ino, dan Hinata seakan blank, tak tahu harus bagaimana. Mereka hanya bisa berdoa dalam hati 'Semoga kak Temari segara datang dengan bala bantuan.' Hinata yang tersadar lebih dulu, membaca istighfar, kata pertama yang terlintas di otaknya. Sakura dan Ino mengikuti. Tangan Naruto tak lagi mencekik lehernya, tapi mendelik pada mereka bertiga. Kaki ketiganya gemetaran, nyaris terkecing-kencing saking serem dan bengisnya tatapan Naruto.
"Hentikan!" kata Naruto menggeram, mengancam ketiga temannya yang masih di kamarnya. Suaranya tak lagi jernih, dan merdu, tapi berat seperti suara seorang cowok.
'Jadi Naruto positif kesurupan.' Batin ketiganya merinding disko. Otak mereka memerintahkan lari, tapi kakinya mengkhianati mereka. Kaki-kaki mereka tak mau diajak bekerja sama dan memilih diam di tempat. Mereka tetap tak beranjak dari tempat semula, meski ditatap dengan tatapan membunuh Naruto.
Naruto menggerakkan bibirnya sedikit ke samping kira-kira 2 cm, membuat ketiga temannya semakin merinding. Senyumnya mirip Monalisa plus tatapan anehnya dan kilau di matanya, sehingga ia terlihat semakin mengerikan. Khi khi khiiii, Naruto mengikik keras, seperti suara tawa kuntilanak. Ia berdiri dan berjalan mendekati ketiga temannya itu.
Hiiii, ketiganya bergidik ngeri. Ketiganya otomatis merapatkan tubuhnya ke dinding. Ketiganya memejamkan mata dan tak berani membuka mata, karena takut dan bibirnya tak berhenti beristighfar "Astaghfirullah al adzim." Kata mereka berulang-ulang.
Naruto sedikit mundur ke belakang. Matanya melotot, membelalak marah. "Aku bilang hentikan. Kalian berani menantangku. Aku terima tantangan kalian." Ia pun menutup matanya perlahan lalu kembali bersenandung merdu.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Sakura dan kedua temannya tak mau mengalah. Mereka semakin keras beristighfar. Suara mereka saling susul menyusul, saling bertarung dan tak ada yang mau mengalah. Kalo missal di komik saat ini pasti ada gambaran nada-nada yang saling bertarung keluar dari mulut merreka, di udara.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Pertarungan mereka semakin sengit. Sakura, Ino, dan Hinata merasakan nyeri di bagian dada saat Naruto bersenandung. Tubuh mereka seperti dihantam sesuatu yang keras. Tapi mereka tetap bertahan, menahan semua rasa sakit itu dan terus beristighfar, memohon pertolongan-Nya. Aaaaa…. Ino terpental ke lantai, tak kuat menahan rasa sesak di dada. Ia menyeret tubuhnya menjauh karena Naruto perlahan mendekatinya. Sakura dan Hinata tak tinggal diam. Sambil beristighfar, menarik tubuh Ino menjauh.
Tangan Naruto sudah menyentuh kaki Ino, dan tersenyum sadis saat Temari dan bala bantuan tiba. Ustad Hidan membaca ayat kursi, membuat Naruto yang menyadari kehadirannya ketakutan. Ia berlari ke pojok kamar, mencicit ketakutan. Matanya nanar menatap mereka. Sasuke dan Gaara mendekati Naruto. Neji memeluk Hinata adiknya yang ketakutan.
Saat itulah Naruto balik menyerang, menendang kaki Sasuke yang berhasil dihindari Sasuke dengan baik. Tangannya mencengkeram seperti membentuk cakar, menyerang siapapun yang mendekatinya. Ia berhasil meraih tubuh Sasuke, mencakarnya dan meninju dagunya. Gaara tak kalah gesit, memiting tangan Naruto, membuat Naruto limbung dan jatuh ke lantai. Gedebukk…
Gaara menduduki tubuh Naruto dan memiting kedua tangannya di punggung. Sasuke mengucapkan adzan di kedua telinga Naruto, membuat gadis itu berteriak kepanasan. Ustad Hidan yang tadi di depan pintu berdiri di belakang kaki Naruto. Ia memijit jari kaki Naruto yang masih tertutupi kaos kaki. Naruto memberontak hebat, membuat Gaara yang duduk di atasnya oleng.
Itu dimanfaatkan Naruto untuk menendang tubuh ustad Hidan. Sasuke dengan sigap menghentikan gerak Naruto. Ia menatap Sasuke marah. Ia terus memberontak, mencakar dan menarik Gaara, Sasuke ataupun Hidan yang berada dalam jangkuannya. Neji yang tadi diam, ikutan membantu. Para cewek meski ketakutan tetap menemani naruto di kamar dan tak putus-putusnya beristighfar dan membaca ayat-ayat kursi.
Senandung lingsir wengi bercampur lantunan ayat kursi terus berkumandang hingga jam 12 malam. Setelah lama bertarung, akhirnya pemenangnya terlihat. Tubuh Naruto melemah. Ia membiarkan tubuhnya diduduki Gaara dibagian kepala dan kaki oleh Neji. Sasuke membantu ustad Hidan memencet bagian tubuhnya, tempat yang kira-kira sang jin bersemayam. Meski sudah lemah, Naruto masih tetap memberontak, walau tak seganas awalnya. Tapi cukup membuat Neji dan Gaara berkeringat. Mereka merasa seperti menduduki banteng liar yang siap menghempaskan tubuh mereka.
"Akhi Gaara, akhi Neji. Tolong jangan takut. Itu akan memberi sang jin kekuatan kembali. Sebentar lagi kita bisa mengeluarkan mereka semua. Aku akan mencoba menyadarkan ukhti Naruto." Kata Sasuke yang dibalas anggukan kedua temannya.
"Assalammualaikum. Ukhti bisakah ukhti mendengar suara saya? Jika bisa tolong dengarkan. Tolong bantu kami dari dalam. Ingatlah Allah dan mohonlah pertolongan dan perlindungan-Nya. Saya tahu ukhti pasti bisa." Kata Sasuke tepat di telinga Naruto.
Naruto POV
Aku bingung. 'Kenapa aku bisa tersesat di rumah ini lagi? Aku harus pergi. Sepertinya ini bukan tempat yang baik.' Batinku. Aku berjalan keluar menyusuri lorong panjang. Pintu demi pintu ku buka, tapi selalu kamar kosong. Aku selalu kembali ke tempat yang sama. Bau harum semerbak kemenyan dan dupa kembali tercium di hidung. 'Uuh aku tak suka bau ini.' Batinku. Perutku merasa mual.
Aku kembali melangkah menjauhi tempat yang diduga sumber bau kemenyan. Ning nang ning.. Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Deg. Jantungku seperti berhenti berdetak. 'Lagu ini lagi. Hentikan! Aku tak mau dengar.' batinku. Aku menutup kedua telingaku, tak mau mendengarkan lagu ini.
Wanita itu masih saja bersenandung. Ojo tangi nggonmu guling…
Pada lirik kedua para penghuni rumah itu keluar. Makhluk-makhluk mengerikan itu mendatangiku. Ada sundel bolong yang sedang menggendong bayinya seperti dalam mimpinya. Ada nenek-nenek berwajah bengis seperti dalam mimpi pertamanya dulu. Ada gendruwo dan makhluk mengerikan lainnya yang tak pernah ku lihat bentuknya. "Tidak… berhenti…!" teriakku ketakutan.
Lagu itu kembali terdengar. Awas jo ngetoro…
Pada lirik ketiga mereka menangkap dan menarik-narikku. Beberapa diantaranya mencakar kulitku hingga berdarah karena kuku-kuku mereka sangat tajam. Aku sangat ketakutan dan mencoba melarikan diri dengan menendang mereka. Aku berhasil, tapi lalu ada lagi sosok yang berdiri di depanku.
Aku lagi bang wingo wingo…
Lagu itu kembali terdengar. Aku mengangkat kepalaku. Ku lihat seorang wanita yang sangat cantik dengan mahkota emas seperti dalam lukisan yang dulu pernah ku lihat. Ia berjalan diiringi para pengawalnya. "Kemari, cah ayu!"
Aku menggelengkan kepala. "Tidak aku tak mau."
"Berani sekali kamu pada Kanjeng Ratu." Hardik pengawalnya dan memukulku dengan tongkatnya. Awwww… aku merintih, merasa sakit di sekujur badan.
Jin setan kang tak utusi…
lagu itu kembali terdengar. Ku lihat salah satu wanita yang juga berparas cantik dengan rambut di konde dan kemben warna merah, bersenandung merdu. Ia duduk dekat jendela. 'Sejak kapan dia ada di situ?' batinku bingung. Semua terasa membingungkan.
"Kenapa kau membawaku ke sini? Apa salahku? Aku sama sekali tak mengenalmu." teriak Naruto.
"Memang tidak. Tapi, ayahmu sering meminta bantuanku. Asal kau tahu saja Sayang, bantuanku tidak gratis. Bantuan itu harus ditukar dengan bunga terakhir." Katanya memberi tahu.
'Dia kenal ayahku. Bagaimana bisa?' batinku tercengang.
Sang ratu tersenyum sinis. "Dan Kaulah bunga terakhir itu." Katanya sambil menjambak kepalaku.
'Aaaa….sakit..' rintihku dalam hati. Mulutku terasa kelu, tak bisa bersuara. ‘Astaga! Aku jadi tumbal? Ini tidak mungkin. Pasti ada kesalahan. Ini tidak mungkin terjadi,’ batinku syok.
Saat itulah aku melihat sosok sang ayah dengan baju compang-camping diantara makhluk mengerikan yang tadi berusaha menangkapku. Wajahnya terlihat lusuh. Rambut hitam panjangnya menjulur seperti ular. "Ayah…" teriakku sedih dan bingung.
'TIDAK! Ini tidak benar. Ayah memang sedikit aneh, tapi ia sangat mencintaiku. Ia tak mungkin menjadikanku tumbal. Ini pasti bohong.' Bisikku menguatkanku di tempat mengerikan bercampur bau anyir dan kemenyan.
Ku lihat di sana makhluk-makhluk mengerikan itu mencambuk ayahku. "Aaaa…" teriak ayahku kesakitan.
"Tidak, hentikan. Ku mohon hentikan." Aku berteriak, melepas sekuat tenaga cengkraman sang Ratu. Air mata turun deras membasahi pipinya. Aku meratapi ayahku yang disiksa di depan mataku. Tapi bukannya kasihan mereka juga ikut mencambuk punggungku dan melempar ular-ular melata yang mendesis-desis di lantai. Jumlahnya banyak sekali, mungkin ada ratusan lebih, merayap mendekatiku.
Aku takut amat sangat takut dengan binatang melata itu. Aku paling takut dengan binatang yang tak punya kaki berlendir yang saat jalan menggeleser seperti suster ngesot. Tubuhku gemetar hebat, membayangkan ular-ular itu merayapi sekujur tubuhnya, membelit dan mematuknya. Hiii, tubuhku bergidik ngeri, tak sanggup membayangkannya. Bau anyir dari ratusan ular itu tercium oleh hidungku. Pandanganku mulai berkunang-kunang tak tahan siksaan mereka lahir dan batin.
Aku hanya bisa memejamkan mata, menyebut nama Allah, memohon perlindungan-Nya. "Allahu akbar." Pekikku lirih. Ular-ular yang sudah nyaris berhasil merayap di sekujur tubuhku berbalik mundur. Cengkraman dan cambukan juga berhenti, itu memberinya kesempatan melepaskan diri. Ia berlari berniat menolong sang ayah. Tapi tak bisa. Tangan ayahnya seperti api yang terbakar.
"Sudah hentikan, Nar. Ini semua kesalahan ayah. Biar ayah tanggung sendiri. Pergilah! Selamtkan dirimu!" Kata ayah.
"Ta-ta-tapi…" protes Naruto tak tega.
"Ku bilang pergi!" hardik ayahnya.
Aku mengangguk dengan berat hati, meninggalkan sang ayah. Sang ratu tak tinggal diam. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk menghadangnya, tak ingin mangsanya lolos. Aku tak putus asa, yakin dengan pertolongan-Nya.
Saat itulah aku mendengar suara yang sangat familiar. Suara itu lalu berubah menjadi sosok senior yang sangat dikenalnya. "Assalammu 'alaikum. Ukhti bisakah ukhti mendengar suara saya? Jika bisa tolong dengarkan. Tolong bantu kami dari dalam. Ingatlah Allah dan mohonlah pertolongan dan perlindungan-Nya. Saya tahu ukhti pasti bisa." Kata Sasuke mengulurkan tangannya.
Aku tanpa pikir panjang, meraih tangan Sasuke. Tiba-tiba ada cahaya menarik tubuh mereka berdua meninggalkan rumah tua yang aneh dan angker itu. Tubuhnya bagai disedot kekuatan tak jelas dan memutar-mutar tubuhnya. Aku takut amat sangat takut, tapi ia yakin ia selamat.
End Naruto POV
Selama proses ruqyah, sang jin yang keluar tak ada satupun yang bisa ditanyai. Jadi tak ada informasi sama sekali, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Naruto bisa kesurupan? Tapi Sasuke menduga ini ada hubungannya dengan khodam turunan mengingat lagu lingsir wengi bukan sembarang lagu. Itu lagu khusus untuk ritual. Dengan kata lain Naruto sedang ditumbalkan.
Naruto memuntahkan seluruh isi perutnya. Sasuke dengan sabar menyediakan tempat Naruto muntah. Ia sama sekali tak jijik. Itu berlangsung hingga semua jin berhasil keluar.
Naruto membuka matanya tepat pukul 3 pagi. "Aku ada di mana?" gumamnya lirih. Ia kaget saat melihat tubuhnya ditindih oleh para ikhwan seniornya yakni Gaara dan Neji. Selain itu ada Sasuke sedang membisikkan sesuatu di telinganya dan memegangi tanganya koreksi telapak tangannya dengan sarung tangan. Ia masih memakai pakaian seperti saat rapat BKIM, hanya saja lebih berantakan. Wajahnya memerah sempurna. Malu, itu yang ia rasakan. "Aaaa…" teriaknya.
"Naruto, ini kamu kan?" Tanya Temari takut-takut.
"Kakak, ada apa ini? Kenapa Kak Gaara dan kak Neji menindihku. Minggir, berat tahu." Bentak Naruto antara malu dan sakit. Kakinya bengkak dan lecet di sana-sini, bekas pertarungannya dengan para ikhwan dan sang ustad.
Keduanya tak mau langsung turun dan minta isyarat dari Sasuke dan sang ustad. "Tak apa ia sudah sadar." Kata Ustad Hidan.
Temari bergegas membantu Naruto yang badannya lemas dan sakit semua. Para ikhwan segera pamitan tanpa berkata apa-apa pada Naruto. Mereka hanya pamitan pada penghuni yang lain dan warga sekitar yang denger suara jeritan Naruto. Mereka berkumpul di kosan Naruto karena khawatir selain juga curiga ada cowok di kosan cewek. Mereka membubarkan diri setelah dibilang salah satu penghuni kosan itu sudah tak kesurupan.
Naruto yang lelah diberi air minum hangat dicampur madu untuk memberinya kekuatan. Setelah itu ia tidur. Penghuni yang lain yang juga ngantuk ikutan tidur. Hanya Temari dan Konan yang tetap terjaga. Mereka membacakan surat yasin untuk memastikan tak ada gangguan jin lagi.
SKIP TIME
Naruto keluar dari kosan habis dhuhur. Ia hanya ada kuliah siang hari ini. Untung saja, jadi ia bisa istirahat lebih banyak. Badannya sakit semua. Ya iyalah diduduki dua orang cowok dengan BB di atas 50 kg, gimana nggak sakit?
Oh, GOD. Dan sialnya lagi, dua orang yang menduduki tubuhnya itu senior-seniornya yang super duper kece yang juga jadi idola para akhwat. Mereka juga menyentuh tubuhnya. Memang sih bukan sentuhan tak senonoh dan saat itu ia sedang tak sadarkan diri. Tapi, tetap aja ia malu.
‘Aduhh kenapa harus mereka sih yang nolongin?’ rutuknya dalam hati penuh sesal. Bagaimana jika ia bertemu dengan salah satu dari mereka? Mau ditaruh dimana mukanya?
Tepat saat itulah, ia malah berpapasan dengan Sasuke, Gaara, dan Neji sekaligus. Jreng..jreng..jrengg.. Mukanya langsung memucat. Rasanya ia ingin balik badan dan lari. Tapi kan bentar lagi kuliah dan hanya itu satu-satunya jalan menuju tempat kuliahnya. "Oh ya Tuhan. Kenapa sih hari ini aku sial sekali?" Katanya lirih hingga hanya dia yang bisa mendengar.
"Ukhti sudah tidak apa-apa?" Tanya Gaara sopan saat dilihatnya yuniornya wajahnya memucat.
Naruto bingung dan salting sendiri. Ia kan masih malu, ingat peristiwa semalam, saat ia duduki para seniornya ini. "Aku…" kata-katanya terpotong oleh suara ‘Tringgg.. assalammu 'alaikum…’ dari nada dering HPnya. 'Syukurlah, HPnya bunyi. Selamet deh.' Batinnya lega dengan adanya intermezzo. Bisa gawat nanti!
Ia memencet tombol hijau. "Hallo…" ia mendengarkan suara telepon dengan seksama. Wajahnya semakin memucat, mencengkram erat gagang HP hingga buku-buku tangannya memutih. Pandangannya berkunang-kunang. Kata-kata sang ratu dalam mimpinya kembali terdengar. "Kaulah bunga terakhir itu."
Kepalanya digeleng-gelengkan. Mulutnya ia bekap tak percaya. Otaknya berfikir cepat. Jika ia tak jadi tumbal berarti kakaknya yang jarak lahirnya terdekat dengannya lah yang akan jadi tumbal. Kakak keenamnya yakni Deidara meninggal tepat pukul 3 pagi seusai dia sadar. "Tidakkkk…" teriaknya histeris sebelum pingsan.
Sasuke segera menangkap tubuh Naruto sebelum terhempas ke aspal. Gaara mengambil HP Naruto yang tergeletak di jalan. "Naruto cepat pulang. Kami akan menunggumu sebelum Deidara dimakamkan di pembaringan terakhir." Kata kakak pertama Naruto yaitu Minato. Gaara dan Neji saling pandang. "Inna lillahi wa inna lillahi rajiun." Kata keduanya.
SKIP TIME
Semua keluarga Namikaze berkumpul untuk mengantarkan Namikaze Deidara ke pembaringan terakhir. Mereka kompak berbaju hitam. Wajah mereka pucat dengan mata yang bengkak dan sembab. Jejak-jejak air mata masih menghiasi pipi mereka. Dulu mereka 7 putri bersaudara, kini tinggal enam, karena salah satunya telah tiada.
Berdiri berurutan di pinggir lubang makam Deidara, dari yang putri yang tertua Minato, Yakumo, Haku, Shion, Kyuubi, dan terakhir Naruto. Deidara dimakamkan dekat ayah dan ibu mereka yaitu Tsunade dan Orochimaru. Naruto dan Minatolah yang paling sedih diantara mereka. Mereka tahu rahasia gelap yang disimpan oleh mendiang ayahnya dengan cara yang berbeda. Naruto tahu karena dialah sasaran awalnya, sedangkan Minato karena memergokinya dulu waktu masih kecil.
Flashback
Minato kecil pernah terbangun tengah malam karena haus. Ia memergoki sang ayah sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita. Awalnya ia mengira itu pasien sang ayah. Ayahnya kan orang pintar yang pandai mengobati berbagai macam penyakit. Mereka datang ke rumahnya seperti aliran sungai, banyak sekali. kebetulan sebagian besar cocok dan penyakitnya sembuh.
Ia tak jadi masuk ke dalam kamarnya lagi karena menyadari suara itu berasal dari kamar khusus, hanya beliau yang boleh memasukinya. Ia menguping karena saat itu takut sang ayah tercinta selingkuh. Ia mengucek-ucek matanya untuk mengusir rasa kantuk dan mendengarkan pembicaraan mereka.
"Orochimaru. Aku sudah membantumu selama ini. Aku memberimu kesaktian hingga kamu diakui sebagai orang yang paling sakti di tanah Pasundan. Aku ingin imbalan." Kata wanita itu merdu seperti bernyanyi.
"Imbalan seperti apa, Kanjeng Ratu?" tanya Orochimaru sedikit cemas. Ia tak ingin menumbalkan nyawa orang. Memang ia ingin sakti dan diakui sebagai kyai yang paling mumpuni di sini, tapi ia tak mau ada nyawa manusia yang dikorbankan.
"Aku menginginkan bunga terakhir."
Orochimaru bernafas lega. 'Oh hanya bunga toh. Aman.' Batinnya. "Baiklah Kanjeng Ratu. Saya akan mengabulkan permintaan Kanjeng Ratu. Saya akan memberikan bunga terakhir seperti yang Kanjeng Ratu inginkan."
Setelah itu Minato pergi karena tak ingin dipergoki.
End Flashback
Minato selama ini terus bertanya, Apa makna bunga terakhir yang dimaksud wanita itu? Awalnya, ia mengira itu bunga dalam arti sebenarnya. Ia baru tahu maksud bunga di sini tumbal putri yang terakhir sesaat sebelum Deidara meninggal.
Mereka 7 bersaudara cewek semua. Kanjeng Ratu rupanya menginginkan Naruto sebagai tumbal. Ia tahu karena mendapat telepon Naruto sakit, sakitnya aneh bersamaan dengan sakitnya Deidara. Naruto berhasil selamat sedangkan Deidara tidak. Ia menyesal karena tidak bertindak cepat. Seandainya ia mewanti-wanti dan menjaga adiknya dengan baik, mungkin peristiwa menyedihkan ini tak akan pernah terjadi.
Kushina, suaminya menggenggam erat pergelangan tangannya. Ia memberi Minato kekuatan agar tabah menerima semuanya. Minato tersenyum dan balik memegang tangan suaminya lembut seolah bilang ia baik-baik saja. Ia bersyukur memiliki Kushina. Ia yang membimbing dan menemani Deidara selama sakaratul maut. Terus melantunkan nama-nama Allah dibantu kyai, gurunya.
Minato segera terbangun dari lamunan karena para peziarah berpamitan padanya. Rupanya Deidara sudah selesai dimakamkan. Mereka menaburkan bunga di atas tanah pusara yang masih merah. Mereka melantunkan doa semoga amal Deidara diterima dan dosa-dosanya diampuni. Minato dan Naruto berdoa secara khusus. Semoga kakaknya pergi menghadap dengan Husnul Khotimah dan bukan sebagai korban tumbal sang ayah. Ia berhusnuzon pada Allah, bahwa Deidara memang dipanggil karena usianya sudah habis dan bukan akibat ulah sang setan laknatullah.
Jauh dari tempat mereka, di perkampungan kuno milik seorang ratu. Sedang diadakan pesta meriah. Para penari menari dengan lemah gemulai di depan sang ratu. Ada seorang wanita bersenandung di samping para penabuh gamelan.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Sang ratu memang kecewa tidak mendapatkan bunga terakhir seperti yang diinginkannya, tapi tak apa. ia masih punya stok tumbal. Para pengikutnya masih banyak. Ia bisa menjadikan mereka tumbal menggantikan bunga terakhir yang gagal ia ambil. Lagu lingsir wengi kembali berkumandang membelah langit malam, mencari tumbal lainnya. Waspadalah waspadalah hei, manusia.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar